BincangMuslimah.Com – Pengalaman biologis perempuan yang mengeluarkan darah setiap bulan secara rutin ternyata menimbulkan pengalaman lain. Dalam kacamata fikih, darah haid memiliki batas minimal dan maksimal. Sehingga, darah yang mengalir dari kemaluan di luar waktu itu disebut istihadhah. Ada tata cara khusus yang perlu diperhatikan oleh perempuan saat istihadhoh, termasuk puasanya. Apakah perempuan istihadhah wajib mengqadha puasa yang dilaksanakan pada bulan Ramadhan?
Perempuan yang istihadhah, biasanya mengeluarkan darah di waktu-waktu yang tidak menentu dan di luar kesadaran. Artinya, ia sendiri tidak bisa mengontrol kapan waktunya keluar, sama halnya dengan perempuan yang mengeluarkan darah haid. Dalam hal beribadah seperti shalat, perempuan yang sedang mengeluarkan darah istihadhah wajib membersihkan kemaluannya dan mengganjalnya dengan kapas saat shalat agar tidak keluar.
Adapun ibadah puasa, perempuan istihadhah tetap wajib puasa sama halnya tetap wajib shalat. Karena perempuan istihadhah statusnya sama dengan perempuan yang suci, ia tetap wajib melaksanakan ibadah dan ibadahnya juga dianggap sah. Sebagaimana hadis Nabi mengenai status perempuan istihadhah,
عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ جَاءَتْ فَاطِمَةُ بِنْتُ أَبِي حُبَيْشٍ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي امْرَأَةٌ أُسْتَحَاضُ فَلَا أَطْهُرُ أَفَأَدَعُ الصَّلَاةَ قَالَ لَا إِنَّمَا ذَلِكَ عِرْقٌ وَلَيْسَتْ بِالْحَيْضَةِ فَإِذَا أَقْبَلَتْ الْحَيْضَةُ فَدَعِي الصَّلَاةَ وَإِذَا أَدْبَرَتْ فَاغْسِلِي عَنْكِ الدَّمَ وَصَلِّي قَالَ أَبُو مُعَاوِيَةَ فِي حَدِيثِهِ وَقَالَ تَوَضَّئِي لِكُلِّ صَلَاةٍ حَتَّى يَجِيءَ ذَلِكَ |
Artinya: dari Hisyam bin Urwah dari ayahnya dari ‘Aisyah ia berkata; “Fatimah binti Hubaisy datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu ia berkata; “Wahai Rasulullah, aku mengeluarkan darah istihadlah, hingga aku tidak suci. Maka apakah aku boleh meninggalkan shalat?” beliau bersabda: “Tidak, itu hanyalah darah penyakit, bukan darah haid. Jika darah haid tiba maka tinggalkanlah shalat, jika telah selesai maka mandi dan bersihkanlah darahmu, setelah itu kerjakanalah shalat.” Abu Mu’awiyah berkata dalam haditsnya, “Berwudlulah untuk setiap shalat hingga waktu itu tiba.”
Perlu diingat kewajiban mandi yang dimaksud di sini bukanlah mandi besar, melainkan hanya membersihkan kemaluan dan sekitarnya dari darah sebelum shalat. (Baca: tata cara shalat perempuan istihadhoh).
Para ulama sepakat, berdasarkan dalil ini, perempuan yang sedang istihadhah tetap wajib menjalankan ibadah lainnya dan ibadahnya dianggap sah. Tidak ada kewajiban baginya untuk mengqadha karena ibadahnya dianggap sah, termasuk ibadah puasa.
Lembaga fatwa Mesir juga menyatakan bahwa perempuan yang istihadhah hanya menanggung hadas kecil, maka ia tetap boleh menjalankan ibadah lainnya sebagaimana perempuan suci,
وقالت دار الإفتاء المصرية:”يجوز للمستحاضة قراءة القرآن؛ لأن الاستحاضة حدث أصغر، فلا تُسقطُ الصلاةَ ولا تَمنعُ صحتها؛ رخصة للضرورة، ولا تمنع الجماع، ولا تُحرِّم الصومَ فرضًا أو نفلًا، ولا قراءة القرآن، ولا مس المصحف، ولا دخول المسجد أو الطواف
Artinya: Lembaga fatwa Mesir menyatakan: perempuan istihadhoh boleh membaca Alquran, karena perempuan istihadhoh hanya menanggung hadas kecil. Maka hal itu tidak menggugurkan kewajiban shalat dan tidak menghalangi keabsahannya, ia hanya diberi rukhsoh karena darurat. Tidak menghalangi untuk tetap melakukan jimak, tidak diharamkan baginya untuk puasa baik wajib maupun sunnah. Tidak haram pula baginya untuk membaca Alquran, tidak haram menyentuh mushaf, juga tidak haram masuk masjid dan melaksanakan thawaf.
Demikian keterangan tentang puasanya perempuan istihadhah yang tidak wajib mengqadhanya. Wallahu a’lam.
34 Comments