BincangMuslimah.Com- Berita perceraian artis terkemuka Baim Wong dan Paula Verhoeven cukup menyita perhatian publik akhir-akhir ini. Sidang putusan kasus tersebut yang digelar tanggal 16 April 2025, akhirnya memberikan kejelasan atas hubungan pernikahan keduanya.
Dalam hukum Perdata, ada dua macam perceraian, yaitu cerai talak dan cerai gugat. Cerai talak adalah pihak laki-laki yang mengajukan permohonan cerai ke pengadilan. Sebaliknya, cerai gugat adalah pihak perempuan yang mengajukan permohonan cerai ke pengadilam.
Nah, Indonesia sebagai negara hukum, perceraian baru tercatat ketika mengajukan di pengadilan. Pada kasus Baim dan Paula tergolong cerai talak. Sengketa perceraian yang panjang dan kasus yang menjadi konsumsi publik, memudahkan terbukanya ruang diskusi dari berbagai aspek.
Terhitung sejak putusan kemarin, Pengadilan Agama Jakarta Selatan memutuskan Baim dan Paula telah resmi bercerai yang sah secara agama dan negara. Paula berhak menerima nafkah mut’ah sebesar 1 Miliar dari mantan suami. Selain itu pengadilan memutuskan hak asuh anak bersama secara bergantian dalam rentang waktu 2 minggu.
Apa Maksud Nafkah Mut’ah, Nafkah Iddah, dan Nafkah Madhiyah?
Sepertinya sudah sering terdengar bahwa setelah suami menjatuhkan talak pada istri, hubungan mereka belum benar-benar lepas. terdapat masa iddah yang bisa menjadi kesempatan saling memperbaiki satu sama lain. Dalam masa iddah suami masih wajib memberikan sandang, pangan dan papan kepada istri.
Penerapan dalam hukum perdata Indonesia, berdasarkan kompilasi Hukum Islam, proses perceraian menimbulkan konsekuensi hukum berupa hak dan kewajiban. Hak tersebut mencakup nafkah mut’ah, nafkah iddah, nafkah madliyah, hak Hadhanah dan hak atas mahar yang belum terbayarkan.
Nafkah Mut’ah adalah sejumlah biaya sebagai bentuk hiburan bagi pihak istri setelah bercerai. Sedangkan Nafkah iddah adalah pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, dan rumah kepada istri selama rentang waktu masa iddah. Nafkah madliyah adalah nafkah istri atau anak yang terlewatkan atau belum diberikan selama belum bercerai.
Hadhanah adalah kewajiban memberi nafkah untuk mencukupi kehidupan anak sebagaimana orang tua pada mestinya. Meskipun telah bercerai, kehidupan anak masih menjadi tanggung jawab kedua orang tuanya. Kemudian mahar yang belum ditunaikan juga berhak untuk diminta saat proses perceraian.
Dalam proses perceraian di pengadilan, pihak istri dapat mengajukan gugatan berupa nominal hak nafkah sebagaimana mestinya. Tetapi keputusan akhir tetap menunggu keputusan hakim yang menentukan terkabul atau tertolaknya gugat tersebut.
Nah, dalam kasus perceraian Baim dan Paula, menurut keterangan Humas Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Paula menuntut nafkah madhiyah sebesar Rp100 juta per bulan atau total Rp800 juta atas 8 bulan masa berpisah keduanya.
Selain itu, Paula juga menggugat nafkah mut’ah selaku istri yang diceraikan sejumlah Rp3 miliar dan nafkah iddah sejumlah Rp600 Juta untuk masa iddah 3 bulan. Lalu, kenapa Paula tidak mendapatkan hasil memuaskan atas gugatannya tersebut?
Penyebab Istri Tidak Mendapat Tiga Nafkah Penuh Setelah Cerai
Satu hal yang dapat merusak sebuah pernikahan adalah nusyuz. Secara singkat, nusyūz adalah pembangkangan atau kedurhakaan istri terhadap suami. Menurut Wahbah Zuhaily, Nusyuz nya istri adalah sikap durhaka istri yang tampak di hadapan suami berupa tidak menaati perintah Allah untuk taat kepada suami. Dalam kajian lebih lanjut, nusyuz bukan hanya sikap yang melekat untuk istri ya, tetapi untuk suami yang durhaka juga.
Ketentuan tentang nusyuz dalam Al-Qur’an sebagaimana dalam penjelasan Qs. An-Nisa ayat 34. Dari ayat tersebut secara tersirat hukuman bagi pelaku nusyuz ada 3 tahap, yaitu menasihati, berpisah tempat tidur, dan terakhir memukul dengan tidak menyakiti.
Konsep nusyuz diadopsi dalam hukum positif Indonesia yang dapat ditemukan pada Kompilasi Hukum islam pasal 84. Dalam Kompilasi Hukum Islam, jika istri nusyuz, kewajiban suami menjadi tidak berlaku, kecuali kepada anaknya. Nah, penentuan nusyuz istri tergantung pada bukti yang ada dan sah menurut putusan hakim.
Dalam kasus Perceraian Baim dan Paula, setelah proses persidangan yang panjang, kedua belah pihak tentu memaparkan bukti untuk kepentingan masing-masing. Boleh jadi bukti yang diajukan oleh pihak penggugat (Baim) lebih kuat sehingga pihak tergugat (Paula) hanya menerima nafkah mut’ah.
Dari kabar yang beredar, terbukti ada pihak ketiga dalam rumah tangga Baim dan Paula. Adanya pihak ketiga menjadi salah satu pertimbangan penting untuk memutuskan bahwa pihak istri telah melakukan nusyuz. Inilah yang menyebabkan Paula hanya mendapatkan nafkah mut’ah sejumlah Rp 1 Miliar sedangkan tuntutan nafkah Iddah dan nafkah madliyah yang ia ajukan pihak pengadilan tidak mengabulkan.
Kompromi Hukum Islam dan Hukum Positif
Mungkin masih ada yang bingung, cerai bukannya langsung bisa dengan menjatuhkan talak?
betul, perceraian sebenarnya sudah sah dengan menjatuhkan talak, namun itu baru perceraian secara agama. Indonesia sebagai negara hukum, telah mengadopsi hukum Islam sebagai pedoman pernikahan umat muslim di Indonesia. Hukum perundang-undangan itulah yang wajib diikuti oleh seluruh masyarakat. Jadi, perceraian baru sah dan terdata jika telah melalui proses pengadilan.
Kehidupan rumah tangga sudah pasti sangat kompleks. Banyak hal terjadi yang tidak bisa membukanya di depan umum apalagi membuktikannya. Pada beberapa kasus, jika rumah tangga sudah tidak nyaman dan banyak madharat di dalamnya, pengajuan gugatan perceraian bahkan hanya dengan harapan bisa berpisah.
Bagaimanapun, pengadilan Agama merupakan pihak yang memiliki wewenang menentukan keputusan perceraian. Apa yang telah diputuskan, hendaknya dapat dipatuhi oleh kedua belah pihak. Sengketa perceraian artis atau tokoh publik yang terpublish di media sosial hendaknya bukan hanya jadi bahan gosip dan saling adu argumen, melainkan sebagai bahan pembelajaran dalam mengarungi kehidupan pernikahan.
1 Comment