BincangMuslimah.Com – Pada 17 Ramadan tahun 58 Hijriah, yakni hari dimana ummu al-Mukminin, Sayyidah Aisyah wafat. Bagi umat Islam, bulan mulia tersebut yang seharusnya menggembirakan, akan tetapi pada hari tersebut begitu menyesakkan
Bagaimana tidak, sosok Sayyidah Aisyah bukan hanya sekadar istri dari Nabi Muhammad saw. Lebih dari itu, beliau adalah sosok ilmuwan cerdas, ahli hadis, dan menjadi rujukan utama bertanya perihal masalah agama bagi para sahabat dan tabi’in sepeninggal Nabi.
Kemuliaan Sayyidah Aisyah
Sayyidah Aisyah ra. memiliki julukan Ummu al-Mukminin, yang bermakna ibunda bagi seluruh umat yang beriman di seluruh dunia. Sebagai ibu, beliau sangat perhatian kepada umat Islam dengan mendidik, mengajarkan, dan menyebarkan ajaran Islam.
Pernah suatu waktu sahabat Abu Musa al-Asyari ingin bertanya kepada beliau, “Aku ingin bertanya kepadamu tentang sesuatu, namun aku malu menanyakannya.” Beliau menjawab, “Tanyalah dan jangan malu, sesungguhnya aku ini adalah ibumu.”
Demikianlah, Sayyidah Aisyah selalu mendidik murid-muridnya seperti seorang ibu mengajarkan anaknya. Bahkan tersebut dalam riwayat, bahwa beliau tidak hanya mengajarkan ilmu kepada murid-murid yang datang ke madrasahnya, beliau juga mengasuh serta menanggung biaya hidup anak-anak yatim dan orang-orang miskin.
Sayyidah Aisyah ra., dengan kecerdasan, wawasannya yang luas, perhatian, dan penuh cinta kasih menjadi inspirasi dan mercusuar ilmu pengetahuan sepanjang masa. Lebih dari itu, beliau juga memiliki segudang keutamaan dan keistimewaan dalam kesabaran, kedermawanan, kezuhudan, dan dalam setiap sifat-sifat yang mulia.
Ummu al-Mukminin tersebut juga merupakan istri yang mulia dan sangat dicintai Baginda Nabi saw. Dalam sebuah hadis, sebagaimana ketika sahabat Amr bin Ash bertanya kepada Nabi.
“Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling engkau cintai?” Beliau menjawab, “Aisyah”. “Kalau dari kalangan laki-laki?” tanya Amr lagi. Rasulullah menjawab: “Ayahnya [Abu Bakar]” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sayyidah Aisyah Wafat Setelah Salat Witir
Sebelum menjelang ajalnya, beliau telah jatuh sakit selama beberapa bulan. Meskipun begitu, tidak pernah sedikitpun keluar kata-kata keluhan dari lisan mulia Sayyidah Aisyah. Bahkan, ketika para sahabat berdatangan untuk menjenguk beliau, mereka mengatakan bahwa tidak menjumpai tanda-tanda bahwa Sayyidah Aisyah sedang jatuh sakit.
Diriwayatkan bahwa di saat-saat terakhirnya, beliau masih sempat melaksanakan salat sunnah witir, hal ini menunjukkan keteguhan imannya hingga akhir hayat. Pada hari itu, 17 Ramadan 58 H. Sayyidah Aisyah ra. berpulang setelah mengabdikan seluruh hidupnya untuk umat di usianya ke-67 tahun. Beliau meninggalkan warisan ilmu dan keteladanan bagi umat Islam.
Mendengar kabar wafatnya, orang-orang datang dari segala penjuru angin, berkerumun untuk bertakziyah. Tidak pernah ada kerumunan sebanyak itu dalam satu malam. Beliau dimakamkan di jannat al-Baqi, Madinah. Sebuah tempat yang juga menjadi peristirahatan terakhir bagi para sahabat Nabi yang lain.
Kepergian Sayyidah Aisyah ra. membawa duka mendalam bagi umat Islam. Seorang yang begitu dikasihi Nabi Muhammad saw dan seorang perempuan yang pengaruhnya dalam ilmu agama terus hidup dan menjadi sumber inspirasi hingga saat ini.
Akhir kalam, satu pesan dari hadis riwayat ummu al-Mukminini Sayyidah Aisyah ra. yang bisa kita jadikan pegangan untuk menjalani hidup.
سَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَاعْلَمُوا أَنْ لَنْ يَدْخُلَ أَحَدٌ عَمَلَهُ الْجَنَّةَ وَأَنَّ أَحَبَّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ مَا دَامَ وَإِنْ قَلَّ
Dari Sayyidah Aisyah,Tetaplah pada jalan kebenaran dan bersahajalah. Dan ketahuilah bahwa pekerjaan seseorang di antara kamu tidak dapat menjadikan masuk surga. Sesungguhnya amal-amal yang paling disukai Allah adalah yang tetap terus berlangsung meskipun hanya sedikit. Wallah a’lam.[]
Rekomendasi

13 Comments