BincangMuslimah.Com – Indonesia terkenal dengan negara yang beraneka ragam. Ragam akan budaya, bahasa dan agama. Sehingga tidak heran jika masyarakat negeri pertiwi menerapkan pemahaman pluralisme dalam kehidupan sehari-hari. Menghargai adanya perbedaan di tengah masyarakat.
Dengan mengerti betul soal pluralisme, kerukunan dapat terwujud di tengah banyaknya perbedaan. Selain itu masyarakat juga menerapkan sikap toleransi dengan baik. Keberagaman Indonesia ini tentu memungkinkan terjadinya interaksi lintas agama.
Sehingga saling berbalas salam menjadi kegiatan yang tidak dapat terelakkan. Tidak jarang, kaum muslim mendapat salam dari pemeluk agama lain. Atau sebaliknya, umat muslim memberikan salam kepada non muslim. Jika seperti ini, haruskah kita menjawab salam dari pemeluk agama lain?
Hingga sampai saat ini, aktivitas melempar salam beda agama masih menjadi perbincangan yang panjang. Ada yang menyebutkan jika ketika non muslim menyampaikan assalamualaikum, maka umat muslim tidak boleh menjawabnya. Terkait permasalahan ini, ada juga yang mengatakan ini diperbolehkan.
Perbedaan pendapat ini membuat masyarakat menjadi ragu, bagaimana umat muslim menjawab salam dari pemeluk agama lain? Faqihuddin Abdul Kodir di dalam bukunya berjudul ‘Relasi Mubadalah Muslim dengan Umat Berbeda Agama’ pun menanggapi permasalahan ini.
Di dalam bukunya, Faqihuddin menuliskan jika ada dua pandangan terkait hal ini. Pertama, mengucapkan salam dan menjawab salam adalah bagian dari ibadah serta doa. Yang memandang sebagai ibadah dan doa, melarang dan hanya berlaku pada orang yang sudah masuk Islam.
Sedangkan pandangan kedua, mengucapkan salam dan menanggapinya merupakan bentuk dari membangun relasi dan pergaulan sosial. Sehingga ada pandangan yang membolehkan asal tidak berkaitan dengan doa keselamatan dunia dan akhirat. Namun lebih mengarah kepada berdoa untuk kebaikan sosial di dunia.
Faqihuddin di dalam bukunya menjelaskan jika pada pandangan kedua, semua perbuatan baik dengan tujuan dalam membangun relasi sosial, maka diperbolehkan. Karenanya memulai dan menjawab salam adalah baik.
Asal salam atau menanggapinya bukan menjadi bagian dari akidah atau ibadah sosial. Lantas bagaimana cara memberi salam atau menjawabnya dari orang yang berbeda agama? Masih dalam buku yang sama, menurut Faqihuddin jika memberi dan menjawab salam diniatkan untuk membangun pergaulan sosial yang baik dengan umat berbeda, maka permasalahan ini bicara seputar teknis saja.
Ketika ada yang menyalami dengan mengucapkan ‘selamat pagi’ maka bisa dijawab dengan balasan ‘selamat pagi juga’. Sedangkan ketika ada salam yang disampaikan dari agama atau tradisi lain, setidaknya bisa menjawab dengan ungkapan lain, namun tetap menghargai serta menghormati. Seperti ‘terima kasih’ dengan menyelipkan senyuman.
Umat muslim juga bisa menyampaikan salam yang biasa disampaikan saat menjalankan aktivitas sehari-hari pada umat yang berbeda keyakinan. Salam yang disampaikan bisa berupa ‘selamat pagi’ atau ungkapan lain yang menunjukkan kedekatan, kepedulian dan kehangatan di dalam pergaulan.
Sesungguhnya masih banyak lagi pandangan dan penjelasan dari banyak ulama seputar menjawab salam bagi umat berbeda agama. Namun, tetap yang utama adalah membalas niat baik dengan perbuatan baik pula. Banyak cara yang bisa dilakukan untuk membalas salam, menunjukkan keramahan atau menghormati mereka yang berbeda agama.
Misalnya, bisa membalas dengan ucapan terima kasih, senyuman, hadiah dan masih banyak lagi. Semua hal baik diperbolehkan untuk membangun hubungan sosial yang baik antar sesama manusia. Dengan catatan penting, tidak beranjak ke ranah akidah, ibadah dan keimanan tentunya.