Ikuti Kami

Kajian

Pandangan Ulama Indonesia terhadap Fenomena Mengkafirkan Sesama Muslim

Nabi Muhammad paham takfiri
Sumber: Gettyimages.com

BincangMuslimah.Com – Ulama Indonesia turut menanggapi fenomena mengkafirkan sesama muslim atau disebut takfiri. Hal ini dapat dilihat dari tindakan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, lewat pertemuan tahunan para ulama Komisi Fatwa se-Indonesia yang kelima Tahun 2015, dibidangi oleh Komisi A tentang Masalah Strategis Kebangsaan (Masail Asasiyah Wathaniyah), telah melahirkan Fatwa tentang Kriteria Pengkafiran. 

Para ulama yang tergabung dalam MUI menghasilkan beberapa fatwa yang berkaitan dengan definisi pengkafiran atau memvonis orang lain sebagai kafir. Berikut fatwa-fatwanya:

Pertama, kriteria pengkafiran/mengkafirkan orang lain tidak boleh dilakukan oleh oknum atau pihak tertentu, tetapi hanya dapat dilakukan oleh lembaga formil yang dilegitimasi dan disahkan oleh Negara bersama umat atau lewat MUI pusat sebagai perwakilan umat Islam Indonesia. Hal ini pun hanya dapat dilakukan melalui persyaratan tertentu, lewat prosedur yang ketat.

Kedua, fatwa individual, atau fatwa komunitas yang tidak jelas statusnya, atau lembaga yang tidak jelas eksistensinya atau tidak kredibel, atau lembaga yang tidak memperoleh pengakuan dari Pemerintah dan umat secara umum tidak dapat melahirkan Fatwa tentang Kriteria Pengkafiran, demikian juga dengan Fatwa Pengkafiran itu sendiri.

Sampai saat ini MUI adalah satu-satunya Lembaga yang dipahami dan dilegitimasi oleh Pemerintah dan merupakan representasi dari umat Islam secara umum. Dengan demikian, maka sampai saat ini MUI adalah lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan fatwa tentang kriteria Pengkafiran tersebut, dan Pengkafiran tersebut secara langsung. Melalui MUI pula, ulama Indonesia turut merespon fenomena mengkafirkan sesama muslim. Latar belakanag lahirnya fatwa ini adalah karena adanya kecenderungan masyarakat yang meremehkan persoalan “pengkafiran”. Ada indikasi bahwa seseorang dapat dengan mudahnya mengkafirkan orang atau golongan lain. 

Baca Juga:  Lelaki Membuat Perempuan Menangis, Bagaimana Pandangan Islam?

Idealnya, umat Islam harus aman dari kegiatan pengkafiran liar, menganggap remeh soal pengkafiran atau secara sembarangan mengkafirkan pihak lainnya, dan harus mengambil langkah pilihan yang lebih moderat untuk lebih mampu bertoleransi dengan pihak lain. Dengan langkah ini diharapkan akan ada keteraturan berfatwa terutama menyangkut persoalan-persoalan yang teramat penting. Kondisi lapangan sejalan dengan fatwa tersebut, yaitu semua Ulama terutama dari kalangan Sunni berpendapat bahwa mengkafirkan orang lain atau takfiri ini tidak diperbolehkan.

Dalam Islam, kita diminta agar berprasangka baik kepada semua orang, walaupun ada orang salah, maka kita tidak boleh menuduhnya pelaku perbuatan negatif, mungkin dia lupa, atau salah, atau kita yang salah melihat, mendengar, memahami, dan menyimpulkan. Demikian juga dengan kekafiran, sebagai stigma terbesar dalam kajian agama tentu tidak boleh dengan mudah menuduh orang lain bahwa dia telah kafir. Islam sangat menentang prilaku takfiri ini, dan ini terlihat dari isyarat hadis Rasul yang berbunyi; “Siapa yang mengkafirkan orang lain maka sesungguhnya dialah yang kafir”. Dengan demikian, haram hukumnya mengkafirkan orang lain. 

Sampai saat ini tidak ada orang atau pihak yang dinyatakan kafir lewat Fatwa MUI Pusat tersebut. Fatwa pengkafiran seseorang atau komutas muslim dinyatakan belum pernah dikeluarkan oleh MUI Pusat, karena tidak ditemukan data tentang hal tersebut. Dengan demikian maka tidak ada muslim secara perorangan atau kelompok yang dapat dinyatakan sebagai kafir di Indonesia ini sama sekali. Sekaligus tidak ada orang yang dapat dihalalkan darahnya atau akibat lain dari pengkafiran secara umum di Indonesia ini.

Meskipun terhadap pelaku dosa besar, pengkafiran tetap tidak diperbolehkan. Boleh jadi ada orang berzina, atau mencuri, atau yang lainnya, kita hanya bisa sebatas membimbing dan memberi nasehat kepadanya, atau kita laporkan dia kepada pihak yang berwajib untuk menanganinya, karena negara kita adalah negara hukum. Kalau ada orang bersalah seperti itu, maka hal itu bukan urusan kita, hal itu adalah urusan dia dengan Tuhan, kita harus mengapresiasi bahwa semua orang yang sudah mengucap dua kalimah syahadah maka dia adalah saudara kita, kita harus melindungi jiwanya, hartanya, dan keluarganya, dia adalah seorang Islam. Dengan demikian kita harus toleransi dengan semua orang Islam, termasuk orang Islam yang berdosa.

Baca Juga:  Posisi Perempuan dalam Sejarah Islam

Pengkafiran liar ini lebih banyak ditujukan kepada Pemerintah. Pihak Pemerintah terkadang dituding Thaghut karena tidak menjalankan peraturan perundang-undangan berdasarkan Alquran dan hadis. Pihak kepolisian sering dijadikan sasaran teror kekerasan termasuk bom, karena dipahami sebagai pihak yang paling kuat menopang kebijakan Pemerintah sehingga berlangsung Pemerintahan Thaghut tersebut. Dengan demikian Pemerintah senantiasa menjadi sasaran gerilya penyerangan sewaktu-waktu yang tidak pasti kapan dan di mana, dan bagaimana terjadinya.

Sejak dari awal berdirinya Republik Indonesia ini, bibit stigma pengkafiran dan Thaghut terhadap Pemerintah ini memiliki potensi untuk lahir, karena Indonesia didirikan tidak dalam bentuk Negara Islam. Hal ini terlihat dari sejarah pemberontakan yang dilakukan oleh Darul Islam/ Tentera Islam Indonesia (DI/ TII) di Jawa Barat pada tahun 1949. Kemudian sampai ke Jawa Tengah, Aceh, dan Sulawesi Selatan. Beruntung gerakan ini dapat ditumpas habis pada tahun 1962. Ketidakpuasan di hati anak bangsa sampai saat ini bisa saja masih tersisa, baik yang disalurkan lewat sistem negara secara formil maupun yang berjalan secara liar. Dengan demikian kritikan-kritikan tajam terhadap Pemerintah masih saja dimungkinkan untuk muncul.

Demikian peran ulama Indonesia dalam menumpas fenomena mengkafirkan sesama muslim atau takfiri yang melalui fatwa-fatwanya bisa dijadikan pedoman bagi masyarakat muslim.

Sumber:

Pagar dan Saiful Akhyar Lubis. FAHAM TAKFIRI MENURUT ULAMA SUNNI INDONESIA PASCA KELESUAN ISIS DI SURIAH (Aspek-aspek Pengkafiran dan Militansi Perjuangan). Jurnal: ANALYTICA ISLAMICA. Vol. 21, No. 2. 2019.

Rekomendasi

Ditulis oleh

Alumni Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam

1 Komentar

1 Comment

Komentari

Terbaru

perempuan titik nol arab perempuan titik nol arab

Resensi Novel Perempuan di Titik Nol Karya Nawal el-Saadawi

Diari

Nyai Khoiriyah Hasyim mekkah Nyai Khoiriyah Hasyim mekkah

Nyai Khoiriyah Hasyim dan Jejak Perjuangan Emansipasi Perempuan di Mekkah

Kajian

Sekilas tentang Sholihah Wahid Hasyim, Ibunda Gusdur

Kajian

Definisi anak menurut hukum Definisi anak menurut hukum

Definisi Anak Menurut Hukum, Umur Berapa Seorang Anak Dianggap Dewasa?

Kajian

Beauty Previllege terobsesi kecantikan Beauty Previllege terobsesi kecantikan

Beauty Previllege akan Menjadi Masalah Ketika Terobsesi dengan Kecantikan

Diari

Perilaku Rendah Hati alquran Perilaku Rendah Hati alquran

Tiga Contoh Perilaku Rendah Hati yang Diajarkan dalam Alquran

Muslimah Daily

Langkah mengesahkan Pernikahan Siri Langkah mengesahkan Pernikahan Siri

Langkah Hukum Mengesahkan Pernikahan Siri

Kajian

puasa syawal senilai setahun puasa syawal senilai setahun

Alasan Mengapa Puasa Syawal Senilai Puasa Setahun

Kajian

Trending

Surat Al-Ahzab Ayat 33 Surat Al-Ahzab Ayat 33

Tafsir Surat Al-Ahzab Ayat 33; Domestikasi Perempuan, Syariat atau Belenggu Kultural?

Kajian

perempuan titik nol arab perempuan titik nol arab

Resensi Novel Perempuan di Titik Nol Karya Nawal el-Saadawi

Diari

Nyai Khoiriyah Hasyim mekkah Nyai Khoiriyah Hasyim mekkah

Nyai Khoiriyah Hasyim dan Jejak Perjuangan Emansipasi Perempuan di Mekkah

Kajian

Laksminingrat tokoh emansipasi indonesia Laksminingrat tokoh emansipasi indonesia

R.A. Lasminingrat: Penggagas Sekolah Rakyat dan Tokoh Emansipasi Pertama di Indonesia

Muslimah Talk

Mahar Transaksi Jual Beli Mahar Transaksi Jual Beli

Tafsir Surat An-Nisa Ayat 4; Mahar Bukan Transaksi Jual Beli

Kajian

Doa berbuka puasa rasulullah Doa berbuka puasa rasulullah

Beberapa Macam Doa Berbuka Puasa yang Rasulullah Ajarkan

Ibadah

Definisi anak menurut hukum Definisi anak menurut hukum

Definisi Anak Menurut Hukum, Umur Berapa Seorang Anak Dianggap Dewasa?

Kajian

Hukum Sulam Alis dalam Islam

Muslimah Daily

Connect