BincangMuslimah.Com – Aktivitas merantau hingga kini masih dipercaya oleh banyak orang untuk membentuk karakter seseorang menjadi dewasa. Beberapa keluarga memiliki prinsip bahwa beberapa anaknya harus merantau, mencari pengalaman yang lebih jauh dan lebih luas. Sebagian orang merantau untuk bersekolah atau mesantren, sebagian lainnya untuk bekerja.
Ternyata dalam surat al-Mulk, Allah memberi anjuran kepada manusia untuk merantau, menggali rezeki – yang tidak hanya dimaknai sebagai materi – di penjuru bumi manapun. Perintah tersebut terdapat pada ayat 15,
هُوَ الَّذِيْ جَعَلَ لَكُمُ الْاَرْضَ ذَلُوْلًا فَامْشُوْا فِيْ مَنَاكِبِهَا وَكُلُوْا مِنْ رِّزْقِهٖۗ وَاِلَيْهِ النُّشُوْرُ
Artinya: Dialah yang menjadikan bumi untuk kamu yang mudah dijelajahi, maka jelajahilah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nyalah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.
Dalam Jami’ al-Bayan fii Ta`wil al-Qur`an karya Imam at-Thabari, lafaz ذلول bermakna سهل yang artinya mudah. Allah menjadi bumi mudah untuk dijelajahi oleh manusia, maka Allah perintahkan manusia untuk menelusuri setiap sudut penjuru bumi.
Tafsir al-Qur`an al-‘Adzim karya Ibnu Katsir, ayat ini memerintahkan manusia untuk pergi ke berbagai tempat di bumi dan mencari rezeki dengan berusaha semaksimal mungkin entah apapun profesi dan aktivitasnya selama hal itu halal. Dan tentunya usaha manusia tidak akan berhasil tanpa kehendak Allah.
Ibnu Katsir juga menyebutkan, perintah untuk berusaha adalah perantara manusia mendapatkan rezeki, tapi bukan berarti manusia bisa menafikan tawakkal karena usaha yang ia lakukan. Sebagaimana hadis Nabi Muhammad,
حَدَّثَنَا أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ حَدَّثَنَا حَيْوَةُ أَخْبَرَنِي بَكْرُ بْنُ عَمْرٍو أَنَّهُ سَمِعَ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ هُبَيْرَةَ يَقُولُ إِنَّهُ سَمِعَ أَبَا تَمِيمٍ الْجَيْشَانِيَّ يَقُولُ سَمِعَ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ إِنَّهُ سَمِعَ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَوْ أَنَّكُمْ تَتَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا (رواه أحمد)
Artinya: Dari Umar bin Khattab ra berkata, bahwa beliau mendengar Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda, “Sekiranya kalian benar-benar bertawakal kepada Allah Subhanahu Wata’ala dengan tawakal yang sebenar-benarnya, sungguh kalian akan diberi rizki (oleh Allah Subhanahu Wata’ala), sebagaimana seekor burung diberi rizki; dimana ia pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar, dan pulang di sore hari dalam keadaan kenyang.” (HR. Ahmad, Turmudzi dan Ibnu Majah)
Dalam hadis ini, seekor burung yang berusaha mencari rezeki dengan keluar pada pagi hari lalu kembali, ia pun mendapatkan rezekinya. Begitulah konsep usaha dan tawakkal yang mestinya dipegang oleh setiap manusia.
Aktivitas merantau juga sudah dilakukan oleh para ulama terdahulu. Mereka mengunjungi berbagai tempat untuk berguru pada ulama sebelumnya, mengkaji ilmu, mengambil sanad, dan mempelajari banyak bidang ilmu lainnya. Para ulama tersebut juga melahirkan banyak karya yang bahkan melebihi usianya. Dari kisah para ulama tersebut, merantau bisa membentuk karakter seseorang menjadi lebih tangguh dan sungguh-sungguh mencapai sesuatu.
Ayat ini tegas menghendaki manusia agar tidak berdiam di satu tempat dan diminta untuk mencari pengalaman sebanyak-banyaknya karena Allah telah menjadikan bumi ini mudah untuk ditelusuri. Anjuran untuk merantau hendak memberikan pelajaran pada manusia dan melihat nilai kehidupan dari banyak sisi.