BincangMuslimah.Com – Baru-baru ini ibu pertiwi kembali harus merekah duka. Perempuan kembali menjadi korban kekerasan. Seorang pelajar berinisial NWR dari Mojokerto, harus meregang nyawa karena kekerasan seksual berlapis yang ia dapatkan dalam rentang dua tahun. Yaitu semenjak 2019 hingga 2020. Sebuah duka yang begitu mendalam tersemat dari berbagai lapisan khususnya pada perempuan itu sendiri.
Korban sebelumnya pernah mengadukan kekerasan yang dialami pada bulan pertengahan Agustus lalu pada Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan. Baru pada 10 November, Komnas Perempuan dapat menghubungi korban secara langsung.
Oleh Komnas Perempuan, menyebutkan jika NWR adalah korban kekerasan yang bertumpuk dalam durasi hampir dua tahun sejak 2019. Ia terjebak dalam siklus kekerasan relasi hubungan yang menyebabkannya terpapar pada tindak eksploitasi seksual dan pemaksaan aborsi.
Saat menghadapi kehamilan yang tidak diinginkan, pelaku yang merupakan kekasih NWR yang berprofesi sebagai anggota kepolisian memaksanya untuk menggugurkan kehamilan dengan berbagai cara. Memaksa meminum pil KB, obat-obatan dan jamu-jamuan, bahkan pemaksaan hubungan seksual karena beranggapan akan dapat menggugurkan janin.
Dalam keterangan korban, pemaksaan aborsi oleh pelaku didukung oleh keluarga pelaku. Keluarga menghalangi perkawinan pelaku dengan korban dengan alasan masih ada kakak perempuan pelaku yang belum menikah.
Bahkan menuduh korban sengaja menjebak pelaku agar dinikahi. Pelaku juga diketahui memiliki hubungan dengan perempuan lain, namun pelaku bersikeras tidak mau memutuskan relasinya dengan korban. Selain berdampak pada kesehatan fisik, korban juga mengalami gangguan kejiwaan yang hebat.
Ia merasa tidak mempunyai upaya dan dicampakkan, disia-siakan, berkeinginan menyakiti diri sendiri. Korban, sebelum akhir hayat telah didiagnosa obsessive compulsive disorder (OCD) serta gangguan psikosomatik lainnya.
Komnas Perempuan menyebutkan jika kasus NWR merupakan salah satu dari 4.500 kasus kekerasan terhadap perempuan. Data ini masuk dari yang diadukan ke Komnas Perempuan dalam periode Januari-Oktober 2021. Secara data, setidaknya terjadi dua kali lipat lebih banyak daripada jumlah kasus yang dilaporkan ke Komnas Perempuan pada 2020.
Kasus NWR adalah satu dari gunung es yang berakhir tragis namun tidak terpublikasikan di media sosial. Sangat disayangkan karena harus jatuh korban dulu baru masyarakat dibuat heboh dan sedih. Kejadian yang menimpa almarhumah bisa disebut sebagai bentuk dari keterlambatan kita semua.
Baik dari segi penanganan, perlindungan hingga pencegahan. Stigma yang masih menyalahkan korban lalu memberikan intimidasi menjadi sebuah dorongan untuk mengakhiri hidup. Kita, seharusnya sudah selesai dan tidak terus berjalan di tempat jika ingin kasus ini terulang kembali. Sadar atau tidak, kasus NWR dan ribuan lainnya merupakan indikasi Indonesia darurat kekerasan seksual. Kejadian yang menyedihkan ini seharusnya mendorong pemerintah untuk membangun regulasi yang bertujuan melindungi korban.
Serta perlindungan fisik dan psikis korban secara sistematis. Semua lapisan masyarakat harus merangkul korban kekerasan perempuan agar tidak terjadi peristiwa yang serupa. Satu di antaranya adalah segera menegakkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Islam Memandang Kekerasan Perempuan dan Penyelesaiannya
Tidak ada yang akan membantah jika semua agama tidak ingin adanya kekerasan pada perempuan. Begitu pula pada Islam. Sejak awal kemunculannya, Islam membawa misi untuk membawa kedamaian. Membebaskan manusia dengan segala penderitaan serta menciptakan kehidupan sosial yang baik. Penuh dengan keadilan kasih sayang cinta.
Tentu saja tujuan tadi jauh dari kebencian dan kekerasan. Itulah yang menjadi prinsip dari Islam. Memberikan kesetaraan, kesejahteraan dan keadilan. Oleh karenanya antara satu manusia dengan manusia yang lain harus berbuat baik. laki-laki dan perempuan, keduanya harus saling menghargai,. Hal ini pun tercantum di dalam QS Al-Hujarat ayat 11-12.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُوْنُوْا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاۤءٌ مِّنْ نِّسَاۤءٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّۚ وَلَا تَلْمِزُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوْا بِالْاَلْقَابِۗ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَ الْاِيْمَانِۚ وَمَنْ لَّمْ يَتُبْ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ 11.
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barangsiapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.”
K.H Husein Muhammad dalam bukunya berjudul Islam Agama Ramah Perempuan pun punya pendapat senada. Tujuan syariat Islam adalah mewujudkan kemaslahatan manusia. Begitu pula dengan manusia.
Kemaslahatan yang dimaksud adalah hak-hak dasar yang diciptakan oleh Allah. Di antaranya hak beragama, hak jiwa dan perlindungan pikiran dalam berpendapat. Dan jangan lupakan hak perlindungan terhadap hak keturunan dan kehormatan diri. Di antaranya seperti hak repeorduksi sehat, tidak dilecehkan, direndahkan dan sebagainya.