Ikuti Kami

Diari

Membincang Poligami di Tengah Arus Konservatisme Agama

Islam Membolehkan Poligami
gettyimage.com

BincangMuslimah.Com – Memang, menulis bukan persolan mudah, apalagi menuangkan gagasan yang membuat isi kepala kita gaduh. Kali ini saya ingin sedikit mengulik mengenai poligami. Ya, meskipun tak begitu mendalam, tapi saya akan mencoba dari sebuah cerita atau pengalaman yang saya peroleh. Sampai saat ini, isu tentang poligami masih ramai mejadi bahan perbincangan, terutama di tengah arus konservatisme agama, yang tak jarang mengatakan bahwa poligami sunnah Nabi.

Pastinya, dengan beragam argumen dan latar belakang yang tak bisa dinilai hanya dengan kaca mata hitam putih saja. Beberapa sumber menjelaskan bahwa tindakan poligami sudah ada sejak jaman pra-Islam atau di masa jahiliyah. Artinya, bukan di saat Islam hadir. Ya, justru Islam hadir untuk kemaslahatan hidup umat beragama, baik laki-laki maupun perempuan.

Tak terkecuali, Islam pun sangat mengakui hak-hak perempuan. Sebab sebagaimana laki-laki, perempuan adalah subjek penuh atas kehidupan yang memiliki akal dan juga nurani. Tak lain, kehadiran Islam pun untuk menghapus praktik-praktik yang melukai kemanusiaan, salah satunya tindakan poligami yang kerap kali tidak mempertimbangkan pengalaman khas perempuan.

Membahas poligami, saya jadi teringat perihal obrolan saya dengan seorang teman laki-laki yang terjadi beberapa waktu silam. Pernah suatu ketika, teman saya tersebut nyeletuk yang pada intinya, kalau semisal ada seorang suami menikah lagi sebab istrinya tidak bisa memiliki anak, hal tersebut tidak menjadi persoalan. Entah si istrinya itu setuju atau tidak, si suami tidak perlu meminta ijin terlebih dahulu pada istrinya.

Nah, di sini saya akan mencoba menguraikan pernyataan tersebut.

Pertama, jika dilihat dari kaca mata keadilan, apakah tindakan suaminya itu adil? Terutama menikah lagi tanpa sepengetahuan istrinya.

Baca Juga:  Sarinah : Kado Bung Karno untuk Perempuan Indonesia

Kedua, kalau ada kasus yang ternyata si suami yang tidak bisa memiliki keturunan, semisal poliandri itu diperbolehkan sebagaimana poligami, apakah setiap suami yang tidak subur mau diperlakukan serupa?

Eh gini aja deh, karena memang pada umumnya poliandri itu tidak diperbolehkan karena salah satunya merusak garis keturunan, apakah lantas si suami atau laki-laki tersebut berhak untuk diceraikan? Atau bahkan tak berhak memiliki kehidupan bahagia dengan seorang istri meskipun tanpa anak secara biologis? Nah, dalam hal ini kita perlu sama-sama menempatkan laki-laki maupun perempuan sebagai subjek.

Ketiga, sebagai bahan refleksi, apa sih tujuan dari pernikahan itu? Apa hanya untuk pemuas nafsu semata? Atau hanya untuk memperoleh keturunan saja? Tentu saja tidak seperti itu.

Lalu, yang perlu menjadi perenungan bersama ialah, memang benar hanya perempuan yang bisa hamil, tapi faktanya tak semua perempuan dikarunia bisa hamil. Nah kalau begitu, apakah nasib perempuan yang memang tidak bisa hamil lantas pantas untuk dipoligami? Sama halnya, apakah ketika ada laki-laki yang tidak dikarunia kesuburan juga tak layak memiliki istri karena pantas untuk diceraikan atau memperoleh tindakan lainnya yang menyakitkan?

Sebagaimana yang tertulis dalam buku Qiro’ah Mubadalah karya KH Faqihuddin Abdul Kodir, dalam QS. Ar-Ruum [30]: 21, maka manusia secara umum cenderung mencari dan menemukan pasangan demi memperoleh ketenteraman (sakinah) darinya. Seorang laki-laki yang menikahi perempuan, berharap akan merasa tenteram dengannya, nyaman untuk memadu cinta kasih (mawaddah wa rahmah), dan mudah mencari kebahagiaan dalam mengarungi kehidupan di dunia.

Hal yang sama juga terjadi pada perempuan yang menikahi laki-laki, untuk memperoleh ketenangan, ketenteraman, serta kebahagiaan bersama pasangan yang menjadi suaminya dalam menjalani kehidupan yang begitu komplek. Artinya, pernikahan merupakan sesuatu yang lebih pada substansial.

Baca Juga:  Mengapa Islam Membolehkan Poligami?

Yang perlu digaris bawahi ialah, Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan. Jika alasan untuk melakukan poligami karena sunnah nabi, coba kita telisik lebih dalam lagi. Pertama, bukankah memperlakukan perempuan secara adil, tidak menyakiti dan tidak melakukan kekerasan juga termasuk sunnah Nabi? Namun mengapa malah memilih untuk berpoligami yang justru berpotensi berbuat tidak adil, dzalim atau bahkan bisa menyakiti seorang perempuan atau istri?

Di dalam banyak catatan mengatakan bahwa, Nabi Muhammad sampai akhir hayatnya Khadijah, beliau sama sekali tidak berpikir untuk melakukan poligami. Padahal, di umur tersebut beliau dalam keadaan prima, segar, dan bugar. Sebab usia beliau saat menikah dengan Khadijah ialah 25 tahun, sedangkan Khadijah berusia 40 tahun.

Selain itu, Khadijah pun saat itu tidak memberikan anak laki-laki. Jika hal tersebut menjadi legitimasi, pastinya Nabi memiliki banyak alasan untuk menikahi perempuan lain. Namun beliau malah memilih monogami sampai berusia 53 tahun. Jika dibandingkan, maka lebih lama masa beliau monogami yaitu 25 tahun, sebab masa poligami beliau terhitung 8 tahun.

Di sisi lain, beliau pun menikahi perempuan yang sudah memiliki anak, janda, dan beragam lainnya. Berbeda dengan realitas saat ini yang menikah lagi dengan seorang perempuan yang lebih muda, bugar, serta cantik secara standar masyarakat.

Beberapa kali saat saya mengedit kisah para perempuan, kerap kali saya menjumpai fakta-fakta terkait bagaimana seorang istri yang ditinggal suaminya menikah lagi. Tak jarang pula para suami yang melakukan poligami atau menikah lagi secara diam-diam tanpa persetujuan dari istrinya.

Lantas, perlu menjadi perenungan bersama bahwa tak semestinya kita sebagai umat Nabi hanya menyoroti sunnah beliau dalam hal poligami saja. Sebab adil menjadi syarat utama untuk melakukan poligami, sedangkan tidak ada satu pun manusia yang bisa berbuat adil. Selain itu, terdapat fakta yang kontekstual yang membuat Nabi harus demikian.

Baca Juga:  Kala Rasulullah Melarang Ali bin Abi Thalib untuk Poligami

Sebagaimana yang dituturkan oleh Imam Zamakhsari (w.538 H), “Ayat al-Qur’an memerintahkan untuk menikahi seorang perempuan saja, dan meninggalkan kebiasaan berpoligami secepatnya. Karena pokok persoalan ayat adalah soal keadilan. Di mana kamu menemukan keadilan, di situlah kamu harus mengikuti dan memilihnya.” Wallahua’lam. []

Rekomendasi

rasulullah melarang ali poligami rasulullah melarang ali poligami

Kala Rasulullah Melarang Ali bin Abi Thalib untuk Poligami

kisah yahudi maulid nabi kisah yahudi maulid nabi

Enam Hal Penting yang Perlu Digarisbawahi tentang Poligami Rasulullah

tidak adil dalam berpoligami tidak adil dalam berpoligami

Adakah Suami yang Bisa Memenuhi Kriteria Adil dalam Poligami?

poligami istri gairah seksual poligami istri gairah seksual

Hukum Suami Melakukan Poligami Karena Istri Sudah Tidak Memiliki Gairah Seksual

Ditulis oleh

Baru lulus dari UIN Sunan Kalijaga. Salah satu bagian dari tim Redaksi Perempuan Berkisah. Alumni Mubadalah Virtual Class. Selain itu, perempuan kelahiran 1996, saat ini masuk ke dalam komunitas Puan Menulis.

Komentari

Komentari

Terbaru

korban kdrt dapat perlindungan korban kdrt dapat perlindungan

Di Zaman Rasulullah, Korban KDRT yang Melapor Langsung Dapat Perlindungan

Kajian

tetangga beda agama meninggal tetangga beda agama meninggal

Bagaimana Sikap Seorang Muslim Jika Ada Tetangga Beda Agama yang Meninggal?

Kajian

Muslimah Shalat Tanpa Mukena, Sah atau Tidak? Muslimah Shalat Tanpa Mukena, Sah atau Tidak?

Sahkah Muslimah Shalat Tanpa Mukena? Simak Penjelasan Videonya!

Video

doa tak kunjung dikabulkan doa tak kunjung dikabulkan

Ngaji al-Hikam: Jika Doa Tak Kunjung Dikabulkan

Kajian

rasulullah melarang ali poligami rasulullah melarang ali poligami

Kala Rasulullah Melarang Ali bin Abi Thalib untuk Poligami

Khazanah

puasa syawal kurang enam puasa syawal kurang enam

Puasa Syawal Tapi Kurang dari Enam Hari, Bagaimana Hukumnya?

Kajian

orang tua beda agama orang tua beda agama

Bagaimana Sikap Kita Jika Orang Tua Beda Agama?

Khazanah

Nyi Hadjar Dewantara pendidikan Nyi Hadjar Dewantara pendidikan

Perjuangan Nyi Hadjar Dewantara dalam Memajukan Pendidikan Indonesia

Khazanah

Trending

perempuan titik nol arab perempuan titik nol arab

Resensi Novel Perempuan di Titik Nol Karya Nawal el-Saadawi

Diari

Fatimah az zahra rasulullah Fatimah az zahra rasulullah

Sayyidah Sukainah binti Al-Husain: Cicit Rasulullah, Sang Kritikus Sastra

Kajian

Laksminingrat tokoh emansipasi indonesia Laksminingrat tokoh emansipasi indonesia

R.A. Lasminingrat: Penggagas Sekolah Rakyat dan Tokoh Emansipasi Pertama di Indonesia

Muslimah Talk

Nyai Khoiriyah Hasyim mekkah Nyai Khoiriyah Hasyim mekkah

Nyai Khoiriyah Hasyim dan Jejak Perjuangan Emansipasi Perempuan di Mekkah

Kajian

Teungku Fakinah Teungku Fakinah

Zainab binti Jahsy, Istri Rasulullah yang Paling Gemar Bersedekah

Kajian

Mahar Transaksi Jual Beli Mahar Transaksi Jual Beli

Tafsir Surat An-Nisa Ayat 4; Mahar Bukan Transaksi Jual Beli

Kajian

Definisi anak menurut hukum Definisi anak menurut hukum

Definisi Anak Menurut Hukum, Umur Berapa Seorang Anak Dianggap Dewasa?

Kajian

nama bayi sebelum syukuran nama bayi sebelum syukuran

Hukum Memberi Nama Bayi Sebelum Acara Syukuran

Ibadah

Connect