BincangMuslimah.Com – Setelah memahami sejarah penggunaan hijab dan kondisi perempuan pada peradaban di beberapa kerajaan atau negara, sekarang kita menilik ke teks agama samawi yang menyebutkan tentang perempuan.
Disebutkan bahwa ajaran Yahudi adalah ajaran yang bernilai patriarki pada umumnya. Meskipun Hawa merupakan ibu pertama dari manusia di muka bumi yang disebutkan tercipta dari tulang rusuk Adam, mereka menghilangkan peran perempuan. Mendiskreditkan nilai-nilai dan peran perempuan dalam ajaran mereka. Meski tentu, ajaran Yahudi yang dibawa pertama oleh Nabi Musa adalah untuk penyembahan mutlak kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa, akan tetapi penafsiran sepeninggalannya terus berubah. Kitab Taurat ditulis 600 tahun setelah zaman Nabi Musa yang hidup tahun 1300 SM. Penulisan baru selesai pada tahun 700 SM.
Dalam keyakinan Bangsa Ibrani, perempuan dianggap sebagai kutukan dan tidak akan bisa mewarisi apapun sebab ia tak punya kepemilikan mutlak. Ia disamakan dengan barang, bisa diwariskan kepada saudara laki-laki. Bahkan seorang bapak berhak untuk menjual putrinya. Ketika seorang perempuan menikah, ia mutlak menjadi milik laki-laki. Bahkan dalam Talmud, yakni catatan-catatan dalam kitab Yahudi mengharamkan seorang laki-laki untuk melihat tumit perempuan selain istrinya, dan juga haram untuk menyentuhnya atau berbicara dengannya.
Lalu mulai ke sejarah Yunani, dan Dr. Ayyub hanya memulai sejak masa Pericles (495-429 SM), seorang negarawan dan orator unggul yang hidup pada abad kelima sebelum masehi. Di masa yang sama, juga tersebar dan masyhur karya-karya Sopochles dan puisi-puisi karya Homeros yang disebut dengan Illiad dan Odisseia.
Dewa-dewa Yunani kuno yang ditemukan menunjukkan sifat-sifat yang berpaduan antara dewa dengan manusia. Hal yang membedakan adalah bahwa dewa-dewa Yunani kuno itu memiliki sifat keabadian. Begitu juga ditemukan dewi-dewi Yunani kuno yang mereprensentasikan peran penting perempuan pada masa itu. Bukti tersebut diperkuat oleh Antigone, sebuah manuskrip yang berkisah tentang tragedi yang ditulis oleh Sophokles sebelum tahun 442 SM. Naskah tersebut membicarakan tentang peran penting perempuan dalam periode kebangkitan peradaban Yunani.
Antigone tidak bercerita tentang bagaimana dulu perempuan bebas berekspresi dan terpenuhi hak-haknya, justru membicarakan bagaimana dulu penganiayaan terjadi kepada perempuan. Banyak penulis yang menemukan bahwa penggunaan hijab pada masa itu sudah dilakukan oleh para perempuan sebagai bentuk perlindungan diri. Fakta-fakta tersebut tidak merepresentasikan peradaban Yunani sepenuhnya.
Diceritakan bahwa perlakuan kepada seorang perempuan pada masa peradaban Yunani berbeda di setiap kerajaan. Misal, salah satunya adalah peraturan tentang pelarangan kepada perempuan yang tidak keluar rumah atau duduk dengan laki-laki, para perempuan pun diharamkan untuk membaca dan mempelajari kebudayaan. Mereka pun dianggap sebagai barang yang bisa dimiliki dan diwariskan. Sebuah kota di Yunani menggambarkan para perempuan saat itu menggunakan pakaian yang juga menutupi wajahnya kecuali matanya.
Sedangkan para perempuan di kota Sparta, salah satu kota di peradaban Yunani Kuno dan dihuni oleh bangsa Doria menikmati hak-hak mereka. Mereka mendapatkan pendidikan militer dan ilmu pengetahuan. Akan tetapi Aristoteles akhirnya mengkritisi fenomena itu. Ia menganggap jika wanita diberi kebebasan, Sparta akan hancur. Setelah itu Yunani mengalami kemunduran, pelecehan seksual di terjadi di mana-mana dan para perempuan menggunakan hijab untuk melindungi diri mereka dari gangguan laki-laki.
Kita bisa melihat bahwa penggunaan hijab pada masa Yunani, tepat di masa-masa kemundurannya adalah untuk melindungi wanita dari pelecehan seksual. Dan meskipun dalam teks agama Yahudi tidak ditemukan oleh Dr. Ayyub mengenai hijab, ia tetap menyinggung bagaiaman posisi perempuan dalam kitab Taurat yang dtulis 600 tahun kemudian.