Ikuti Kami

Kajian

Nyai Ahmad Dahlan, Emansipator Pendidikan Indonesia

Nyai Ahmad Dahlan
republika.co.id

BincangMuslimah.Com – Biografi singkat ini menceritakan seorang ulama perempuan bernama Nyai Ahmad Dahlan. Beliau memiliki nama kecil Siti Walidah Binti Kiai Penghulu Haji Ibrahim bin Kiai Muhammad Ali Ngraden Pengkol. Ayahnya biasa dipanggil dengan nama Kiai Fadhil dan ibunya biasa dipanggil dengan Nyai Mas. Sejak kecil Siti Walidah berada dalam lingkungan agamis tradisional.

Hal ini menjadi alasan Siti Walidah tidak pernah mengenyam pendidikan formal dan beliau hanya dididik oleh kedua orang tuanya. Beliau diajarkan berbagai aspek tentang agama Islam termasuk bahasa Arab dan Alquran. Sejak kecil beliau telah memiliki kemampuan berdakwah, sehingga beliau dipercaya ayahnya untuk membantu ayahnya mengajar  di Langgar Kiai Fadhil.(Riwayat Hidup Nyai Ahmad Dahlan Ibu Muhammadiyah  dan Aisyiyah Pelopor Pergerakan Indonesia, 1968. hal.8)

Mendirikan dan Membangun Kelompok Pergerakan Perempuan

Pada tahun 1889, Siti Walidah menikah dengan Muhammad Darwis yang lebih dikenal dengan nama Kiai Haji Ahmad Dahlan. Siti Walidah turut berkontribusi dalam mendampingi perjalanan dan perjuangan suaminya dalam mendirikan Muhammadiyah pada tahun 1912 M. Dari perjalanan dan perjuangan ini beliau belajar banyak dan mengenal banyak tokoh nasional, seperti Jenderal Soedirman, Bung Karno, Bung Tomo dan Kiai Haji Mas Mansyur.

Pada 1914, Nyai Ahmad Dahlan mendirikan pengajian yang diberi nama Sopo Tresno. Sebuah kelompok pengajian bagi para remaja perempuan terdidik di sekitar Kauman Yogyakarta. Pengajian tidak hanya  mengajarkan tentang agama tetapi juga mengajarkan tentang pentingnya pendidikan bagi masyarakat, karena sekolah yang dibangun oleh pemerintah kolonial di Jawa hanya bisa diakses para priyayi atau keturunan peranakan.

Nyai Ahmad Dahlan mulai menyebarkan isu-isu perempuan dengan mengorelasikan ayat-ayat Alquran. Beliau memulai dengan membahas tafsiran Surah Al-Ma’un. Surah ini sengaja diajarkan untuk mengasah kepekaan muridnya untuk peka pada fenomena kemiskinan yang hampir marak di kalangan umat muslim. Pengajian ini berkembang pesat hingga ke Lempuyangan, Karangkajen, dan Pakualaman. Pengajian ini dimulai setelah ibadah shalat Ashar dan kemudian dikenal dengan nama Wal’ Ashri.

Pengajian ini juga diikuti oleh para buruh batik di Kauman yang merupakan kelompok marjinal dan sulit mengakses pendidikan. Tidak hanya  belajar agama, pengajian ini juga mengajarkan kepada buruh  cara menulis dan membaca. Pada 1923 pengajian Sopo Tresno dan Wal’A shri diganti menjadi konsep “Aisyiyah” lembaga khusus perempuan. (Perjuangan dan pengabdian Muhammaadiyah hal.63-65).

Baca Juga:  Lies Marcoes, Antropolog Gender Muhammadiyah

Kepemimpinan Nyai

Pada 1923, Kiai Ahmad Dahlan meninggal dunia, Nyai Ahmad Dahlan  tetap aktif di Muhammadiyah dan Aisyiyah. Pada 1926, Nyai Ahmad Dahlan memimpin konferensi Kongres Muhammadiyah ke-15 di Surabaya. Beliau menjadi orang pertama yang memimpin konferensi seperti itu.

Sebagai respon konferensi banyak cabang perempuan yang bergabung ke dalam Aisyiyah, beliau membuka cabang lainnya di pulau-pulau lain di Indonesia. Nyai Ahmad Dahlan memimpin organisasi ini hingga 1934. Namun pada kepemimpinan Jepang, Aisyiyah dilarang oleh Militer Jepang di Jawa dan Madura pada 10 September 1943.

Beliau kemudian bekerja di sekolah-sekolah dan berjuang untuk menjaga dan mendidik siswa dari paksaan untuk menyembah matahari dan menyanyikan lagu-lagu Jepang. Selama berlangsungnya masa revolusi nasional Indonesia, beliau memasak sup dari rumahnya bagi para tentara dan mempromosikan dinas militer di antara mantan murid-muridnya. Beliau juga berkontribusi dalam diskusi tentang perang bersama Jenderal Soedirman dan Presiden Soekarno.

Konsep Pendidikan Perempuan Nyai Ahmad Dahlan

Konsep pendidikan yang dibawa oleh Nyai Ahmad Dahlan ialah mengentaskan keterbelakangan kaum perempuan dengan pendidikan itu sendiri. Konsep pendidikan yang digagas adalah bahwa perempuan muslimah tak hanya tahu urusan rumah tangga, namun juga tugas mereka dalam kewajiban bernegara dan bermasyarakat. Pendidikan ini didukung dengan dibangunnya sekolah-sekolah putri dan asrama yang mengajarkan keaksaraan dan pendidikan Islam bagi perempuan.

Tak hanya itu, Nyai Ahmad Dahlan juga menolak kawin paksa. Berbeda dengan adat dan tradisi Jawa yang sangat patriarkis, Nyai Ahmad Dahlan menyatakan bahwa perempuan adalah mitra dari seorang suami. Pada tahun 1921, beliau menjadi ketua Aisyiyah yang pertama, beliau dipilih dalam kongres ke-5 Aisyiyah di Yogyakarta. Pada masa awal kepemimpinannya, beliau berfokus pada kegiatan pemberian dakwah di seluruh pulau Jawa.

Baca Juga:  Analisis Kritik Sastra Feminis Kisah Perempuan dalam Al-Qur`an

Kemudian pada tahun kedua kepemimpinannya, Nyai Ahmad Dahlan berfokus pada pendirian masjid perempuan. Tahun berikutnya beliau memusatkan kegiatan organisasi kearah pendidikan keagamaan dan kursus-kursus kesehatan mental. Pada tahun 1924, beliau terpilih untuk yang keempat kalinya. Pada tahun ini, beliau memusatkan perhatiannya pada pendidkan formal dan non formal. Pada yahun 1925, 1926 dan 1930 beliau kembali menjabat. Pada masa itu tidak ada program kerja baru, beliau hanya membuat majalah yang membantu dan memajukan perempuan yakni majalah “Suara Aisyiyah’.

Konsep pendidikan perempuan yang diusung beliau sangat relevan dengan konsep pada saat ini. Di mana pola pikir manusia semakin berkembang dan cenderung terbuka dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Apresiasi kepada perempuan semakin meningkat, karena sudah banyak terlihat dari sektor pendidikan dan kedokteran yang didominasi oleh perempuan yang memang ahli di bidangnya. Dalam hal ini kaum perempuan bisa disebut sebagai mitra dalam pembangunan masyarakat, bangsa dan negara.

Dalam perspektif teori gender, pemikiran Nyai Ahmad Dahlan ini memperjuangkan hak perempuan untuk  memperoleh pendidikan yang setara dengan kaum laki-laki.  Beliau juga memperjuangkan hak perempuan dalam dunia pendidikan, dalam kehidupan berkeluarga, bernegara. Pendidikan bagi kaum perempuan pada masa beliau merupakan suatu hal yang langka, di mana kaum perempuan tidak diperbolehkan untuk bersekolah layaknya kaum laki-laki. Jika pun ada anak perempuan yang bersekolah, pasti berasal dari kaum priyayi. (Aisyiyah Pelopor Pergerakan Indonesia, hal.50-55)

Rekomendasi

Pengalaman Saya Mendampingi Perempuan Inspirasi Indonesia Selama di Maroko

Jejak Dakwah Para Ulama Perempuan Indonesia  

sikap rasulullah perempuan yahudi sikap rasulullah perempuan yahudi

Mengenal Nyai Hj Chamnah; Tokoh Sufi Perempuan Tarekat Tijaniyah

sayyidah nafisah guru syafi'i sayyidah nafisah guru syafi'i

Aisyah binti Saad bin Abi Waqqash : Tabi’in Perempuan yang Menjadi Guru Para Ulama

Ditulis oleh

Mahasiswi UIN Jakarta dan volunter di Lapor Covid

Komentari

Komentari

Terbaru

Empat Kriteria Calon Pendamping Menurut Rasulullah, Mana yang Harus Didahulukan? Empat Kriteria Calon Pendamping Menurut Rasulullah, Mana yang Harus Didahulukan?

Empat Kriteria Calon Pendamping Menurut Rasulullah, Mana yang Harus Didahulukan?

Ibadah

Momentum Istimewa Dalam Bulan Zulkaidah Momentum Istimewa Dalam Bulan Zulkaidah

Momentum Istimewa Dalam Bulan Zulkaidah

Kajian

Tafsir Q.S An-Nisa' Ayat 135: Keadilan Bukan Ditentukan Oleh Sorotan Publik Tafsir Q.S An-Nisa' Ayat 135: Keadilan Bukan Ditentukan Oleh Sorotan Publik

Tafsir Q.S An-Nisa’ Ayat 135: Keadilan Bukan Ditentukan Oleh Sorotan Publik

Khazanah

Istri Pilih Karir keluarga Istri Pilih Karir keluarga

Parenting Islami : Nabi Menegur Sahabat yang Pilih Kasih kepada Anak, Ini Alasannya

Keluarga

Azan Namun Sedang Belajar: Lanjutkan Belajar atau Salat Dulu? Azan Namun Sedang Belajar: Lanjutkan Belajar atau Salat Dulu?

Azan Namun Sedang Belajar: Lanjutkan Belajar atau Salat Dulu?

Ibadah

Imam Nahe'i : Pentingnya Menghadirkan Pengalaman Perempuan dalam Penafsiran Al-Qur'an Imam Nahe'i : Pentingnya Menghadirkan Pengalaman Perempuan dalam Penafsiran Al-Qur'an

Imam Nahe’i : Pentingnya Menghadirkan Pengalaman Perempuan dalam Penafsiran Al-Qur’an

Kajian

fisik perempuan fisik perempuan

Perempuan dan Fisiknya (2)

Diari

fisik perempuan fisik perempuan

Perempuan dan Fisiknya (1)

Diari

Trending

Istri Pilih Karir keluarga Istri Pilih Karir keluarga

Parenting Islami : Nabi Menegur Sahabat yang Pilih Kasih kepada Anak, Ini Alasannya

Keluarga

Refleksi Lagu Bang Toyib dan Bang Jono dalam Kisah Pewayangan Refleksi Lagu Bang Toyib dan Bang Jono dalam Kisah Pewayangan

Refleksi Lagu Bang Toyib dan Bang Jono dalam Kisah Pewayangan

Diari

Sinopsis Film Rentang Kisah: Potret Muslimah yang Berdaya  

Diari

Empat Kriteria Calon Pendamping Menurut Rasulullah, Mana yang Harus Didahulukan? Empat Kriteria Calon Pendamping Menurut Rasulullah, Mana yang Harus Didahulukan?

Empat Kriteria Calon Pendamping Menurut Rasulullah, Mana yang Harus Didahulukan?

Ibadah

Bagaimana Islam Memandang Konsep Gender?

Kajian

Benarkah Rasulullah Menikahi Maimunah saat Peristiwa Umratul Qadha?

Kajian

Cara Membentuk Barisan Shalat Jama’ah Bagi Perempuan

Ibadah

Kisah Hakim Perempuan yang Menangani Kasus Poligami di Malaysia Kisah Hakim Perempuan yang Menangani Kasus Poligami di Malaysia

Kisah Hakim Perempuan yang Menangani Kasus Poligami di Malaysia

Muslimah Talk

Connect