BincangMuslimah.Com – Dalam kutipan film pendek “Tilik” yang sempat viral beberapa waktu lalu, rupanya ada banyak juga pelajaran yang kita ambil baik dari alur cerita maupun penokohannya. Salah satunya bagaimana cara mendidik anak cinta lingkungan, yang dihadirkan lewat gelak tawa khas bu Tejo – melengking dan cengingisan – itu, dalam sela tayangan pada saat bu Tejo berada di warung bersama ibu-ibu yang lain unuk berbelanja.
“iih hehehe nah ini udah bener nih, udah pake galon yang bisa di isi ulang. Tinggal gelasnya, masa pake gelas plastik sekali pakai,” ucapnya sambil memperlihatkan gelas plastik yang dimaksud kepada penjual di warrung tersebut.
Di sela-sela para ibu terus saja memasukkan barang atau bahan belanjaannya ke dalam plastik, bu Tejo pun langsung nyeletus, “Loh kok masih lanjut mlastikin nya?!” ujarnya dengan nada tinggi.
Para ibu pun terheran dan tertohok kaget dengan ucapan bu Tejo barusan. Dengan solutif ala bu Tejo, langsung menyodorkan totebag atau tas kain ke pedagang yang sedang menghitung barang belanjaan ibu-ibu tersebut.
“Pake ini looohh, nyooh,” katanya sambil memberikan tas kain berwarna hijau yang dipegangnya itu ke pemilik warung.
Ketika ibu pemilik warung sedang memindahkan barang belanjaan dari kantong plastik ke tas kain dari bu Tejo. Lantas para ibu dengan serempak dan sinis menanyakan apa perbedaannya antara kantong plastik atau kresek yang digunakan ibu-ibu tersebut dengan totebag atau tas kain dari bu Tejo itu?
Disaut dengan cepat, bu Tejo segera menjelaskan layaknya memberikan perkuliahan kepada pada rombongan ibu-ibu. “Ini itu (tas kain) bisa didaur ulang, gampang diuraikan dan tahan lama (bisa dipakai berulang kali). Jadi kalo sekampung pake ini (tas kain), kita nggak akan numpuk sampah. Sekarang coba bayangkan, misalnya kalo galon Cuma sekali pakai, berapa banyak galon yang harus dihabisakan dalam setahun, lima tahun, seratus tahun? Ha? Bisa jadi tempat peradaban sampah kampung kita nanti heh!! Hanya gara-gara orang yang gak mau pake barang yang bisa dipake ulang,” Jawabnya dengan muka sinis khas bu Tejo.
Tambahnya pada pemilik warung, “tas plastik sekali pake ini simpan aja ya, ngerusak!” Seruan bu Tejo tentu saja berlandaskan, selain beralas pada kepeduliaannya terhadap linkungan dan generasi penerus.
Hal ini diamini oleh ajaran agama misalnya melalui kutipan ayat sebagai konsensus tertinggi yang manusia miliki bersama Tuhan, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya berikut ini:
“(56) Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik, berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan. (57) Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa kabar gembira, mendahului kedatangan rahmat-Nya (hujan), sehingga apabila angin itu membawa awam mendung, kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu kami turunkan hujan di daerah itu. Kemudian kami tumbuhkan dengan hujan itu berbagai macam buah-buahan seperti itulah kami membangkitkan orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran. (58) Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan izin tuhan, dan tanah yang buruk, tanaman-tanamannya yang tumbuh merana. Demikianlah kami menjelaskan berulang-ulang tanda-tanda (kebesaran kami) bagi orang-orang yang bersyukur.” (QS. Al A’raf 56-58)
Mendidik anak agar cinta lingkungan berangkat dari ajaran keagamaan yang tertuang di kitab suci. Bekal pengetahuan lingkungan juga harus disertakan dalam paket bekal keagamaan dan pendidikan yang harus kita wariskan kepada generasi berikutnya. Mengingat dan berefleksi dengan kutipan ayat diatas, kita diingatkan akan keadaan lingkungan kita, bumi kita, semakin dibajak dan terjajah dengan berlangsungnya kehidupan manusia.