BincangMuslimah.Com – Buku ini dihadirkan dalam bentuk penyajian sejarah. 233 halaman buku ini, sudah termasuk kata pengantar dan lain-lain, menghadirkan 3 bab utama dalam buku “Relasi Mubadalah Muslim dengan Umat Berbeda Agama” tentang bagaimana aktivitas Nabi Muhammad sebagai pemimpin negara dan agama, sebagai pribadi Muhammad sendiri, dan refleksi ayat-ayat Alquran terkait pesan cinta dan kedamaian.
Faqihuddin Abdul Kodir mengajak pembaca untuk melihat Nabi Muhammad sebagai teladan yang menciptakan perdamaian, turut serta melakukan advokasi bersama orang-orang, atau bahkan mempelopori suatu gerakan tertentu demi tercapainya keadilan sosial. Kisah yang tidak hanya terjadi di masa Nabi Muhammad setelah mendapat wahyu, tapi sejak sebelumnya.
Dari membaca buku ini, kita akan melihat Nabi Muhammad sebagai sosok yang utuh, sejak belia sudah memiliki karakter yang mulia. Itu semua tentu karena Allah memang menghadirkan Nabi Muhammad sebagai penghantar rahmat sejak lahir ke dunia.
Di bab pertama, Faqihuddin menyajikan cerita-cerita saat Nabi Muhammad masih belia, sebelum mendapat risalah kenabian. Muhammad digambarkan sebagai sosok yang jujur, itu mengapa ia dijuluki al-Amin sebelum mendapatkan risalah. Seluruh penduduk tanah Arab mengakui kemuliaan akhlaknya.
Adapun kisah Muhammad yang turut mengadvokasi orang-orang yang terzalimi sudah terjadi sebelum Muhammad mendapat risalah adalah saat seorang laki-laki Yahudi dari suku Zubaid mengunjungi Mekkah. Di Mekkah, barang dagangan yang ia bawa dirampas oleh Ashi bin Wail, salah satu pribumi dari suku Quraisy.
Laki-laki Yahudi dari suku Zubaid tersebut kemudian meminta bantuan kepada penduduk Mekkah. Ia terus menceritakan kejadian yang menimpanya kepada orang-orang yang ia temui di Kakbah. az-Zubair bin Abdul Muthalib, salah seorang paman Muhammad tersentuh dengan kejadian itu. Ia hendak menolong laki-laki tersebut tapi tidak mungkin seorang diri.
Kemudian az-Zubair berinisiatif mengajak penduduk Mekkah untuk melakukan dukungan kepadanya dan menyusun semacam perjanjian yang perlindungan dan advokasi korban-korban terzalimi di Mekkah dari suku manapun. Muhammad menjadi salah satu orang yang hadir dan mendukung gerakan itu. Saat itu, usianya baru 22 tahun.
Lalu Faqihuddin mengajak pembaca untuk melihat sosok Muhammad sebagai pemimpin negara dan agama. Konstitusi Madinah disebut sebagai perjanjian perdamaian antar umat pertama di dunia. Isinya tentang prinsip-prinsip hak dan kewajiban untuk saling menghargai dan menghormati. Kala itu, Madinah sebagai komunitas atau sebut saja negara, dipimpin oleh Nabi Muhammad pasca hijrah. Di dalamnya, hidup berdampingan orang-orang muslim dan non muslim. Nabi Muhammad menghendaki terjadinya perdamaian, tidak ada paksaan dalam memeluk Islam, dan tetap saling menolong satu sama lain saat salah satu pihak terzalimi, sekalipun ia dari kalangan non muslim.
Di bab berikutnya, buku ini menceritakan kisah Nabi Muhammad sebagai Muhammad itu sendiri. Melihat lebih dekat, mengenali bahwa Muhammad diciptakan sempurna dengan akhlak yang luhur. Salah satu yang populer adalah kisah Nabi Muhammad yang berdiri saat ada jenazah Yahudi yang dihantarkan menuju ke pemakaman. Sahabat bertanya mengapa berdiri, padahal itu adalah jenazah orang Yahudi. Ia menjawab, “dia juga manusia.”
Kisah lain ada dari seorang muslim bernama Thu’mah bin Ubairiq yang mencuri baju besi di rumah pamannya. Baju tersebut adalah barang yang dititipi oleh seseorang kepada pamannya.
Sang paman menyadari barang tersebut hilang dan mencurigai tingkah Thu’mah. Lantas Thu’mah memindahkan baju tersebut ke rumah seorang Yahudi bernama Zaid bin Samin agar orang-orang menyangka bahwa Zaid yang mencuri baju tersebut. Tibalah investigasi oleh orang-orang dan menemukan baju tersebut berada di rumah Zaid. Zaid tidak terima, bahkan sang pelaku asli juga turut menuduh Zaid.
Orang-orang kemudian mengadukan peristiwa itu pada Rasulullah. Zaid tidak terima dan melakukan pembelaan diri dengan meminta kepada Rasulullah agar melakukan penyelidikan lebih dalam. Nabi kemudian menemukan bahwa Thu’mah, seorang muslim, adalah pencurinya. Zaid dibebaskan. Tapi setelah Thu’mah diketahui sebagai pelaku, ia kemudian melarikan diri keluar Madinah hingga tidak kembali.
Kisah ini menjadi bukti bahwa Nabi sangat konsisten untuk membela siapapun yang terzalimi tanpa memandang suku dan agamanya.
Di bab terakhir, Faqihuddin menyajikan ayat-ayat Alquran yang menyuratkan pesan-pesan perdamaian. Menghadirkan refleksinya dan menelusuri hikmah dari setiap peristiwa. Ia juga menghadirkan ayat-ayat semangat mubadalah dengan pemeluk agama lain seperti dari surat al-An’am ayat 108,
وَلَا تَسُبُّوا الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ فَيَسُبُّوا اللّٰهَ عَدْوًاۢ بِغَيْرِ عِلْمٍۗ كَذٰلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ اُمَّةٍ عَمَلَهُمْۖ ثُمَّ اِلٰى رَبِّهِمْ مَّرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ
Janganlah kamu memaki (sesembahan) yang mereka sembah selain Allah karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa (dasar) pengetahuan. Demikianlah, Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah tempat kembali mereka, lalu Dia akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan.
Begitu juga surat al-Anbiya ayat 107 yang menegaskan bahwa Nabi Muhammad adalah pembawa rahmat bagi seluruh makhluk, bukan hanya yang beriman,
وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ
Kami tidak mengutus engkau (Nabi Muhammad), kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam.
Demikian ulasan buku “ Relasi Mubadalah Muslim dengan Umat Berbeda Agama” yang layak dijadikan rujukan untuk mempelajari sejarah Nabi Muhammad dan mengetahui tindak lakunya dengan non muslim.