Ikuti Kami

Resensi

Fiqh Perempuan: Refleksi Kiai atas Tafsir Wacana Agama dan Gender

fiqh perempuan agama gender
Cover buku Fiqh Perempuan.

BincangMuslimah.Com – Islam kerap kali menjadi legitimasi atas tindakan subordinasi perempuan. Pengkungkungan terhadap perempuan yang dinarasikan oleh beberapa aktivis dakwah dari kelompok tertentu, menjadikan nash baik Alquran dan Hadis sebagai sumber hujjah mereka. KH. Husein Muhammad atau yang kerap disapa Buya Husein, melalui “Fiqh Perempuan, melakukan refleksi atas tafsir wacana agama dan gender sekaligus menghadirkan tafsir yang lebih segar.

Kalau kita mau jujur, memang benar, tidak sedikit ulama dari kalangan klasik melahirkan tafsir yang bersifat patriarki. Produk-produk fikih yang lahir pada masa itu seringkali meminggirkan kaum perempuan. Namun, sebagaimana yang dijelaskan oleh Buya, fikih merupakan produk yang sifatnya dinamis. Ia berubah tergantung konteks sosial.

Pendekatan terhadap nash baik Alquran maupun hadis harus dilakukan secara holistik. Artinya, pendekatan memaknai dalil harus dari segi konteks sosial pada masa itu turunya dalil. Sebab ayat dan hadis tidak lahir di ruang hampa, keduanya merupakan sumber ajaran agama yang menjawab persoalan manusia. Maka, hal yang perlu menjadi sorotan adalah pesan dan nilai yang hendak disampaikan melalui keduanya. Untuk itulah, penerapan ushul fikih yang tepat akan melahirkan produk fikih yang tetap sampai pada tujuan maslahat dan keadilan.

Dalam 336 halaman yang ditulis oleh Buya, ada tiga bab fikih yang dibahas dan berkaitan dengan perempuan. Ketiganya adalah fikih ibadah, munakahat (pernikahan), dan mu’amalah-siyasah (sosial dan politik). Sebelum masuk pada tiga bab tersebut, Buya terlebih dahulu menuliskan paradigma mengenai gender. Buya hendak mengajak para pembaca untuk terlebih dahulu memahami gender dan menengok penafsiran ‘baru’ dengan kacamata gender.

Pada tiap bab, Buya membahasa beberapa isu krusial yang seringkali diperdebatkan. Misal, pada bab fikih ibadah, Buya membahas tentang status perempuan sebagai imam shalat. Narasi ini, sempat ramai saat kemunculan Amina Wadud, ulama perempuan asal Amerika yang menjadi imam shalat dengan jama’ah laki-laki.

Baca Juga:  Resensi Buku "Relasi Mubadalah Muslim dengan Umat Berbeda Agama"

Buya mencari jalan tengah dengan menghadirkan hadis-hadis serta penjelasan para ulama mengenai teks dan sanadnya. Tidak ada nash yang secara eksplisit membolehkan, akan tetapi, beberapa hads memang menimbulkan. Buya juga menghadirkan banyak penafsiran dari ulama berbagai kelompok dan zaman. Meskipun, dalam isu kebolehan perempuan sebagai imam shalat lebih banyak ditentang, Buya tidak bermaksud menentang pendapat para ulama terdahulu. Buya berusaha menarik benang merah dari larangan atau pemakruhan perempuan menjadi imam shalat.

Illat atau alasan pelarangan perempuan menjadi imam adalah timbulnya fitnah, kerusakan yang terjadi. Pada titik inilah, Buya melakukan refleksi. Jikalau fitnah itu dijamin tidak akan terjadi, bisakah kebolehan itu berlaku? Belum banyak ulama yang secara eksplisit yang membolehkan hal itu.

Dalam bab pernikahan pun, Buya merefleksikan dalil-dalil yang berkaitan dengan isu terkini seperti relasi seksual dalam pernikahan. Buya menghadirkan konsep “Mu’asyarah bil Ma’ruf” sebagai konsep paling utama dalam relasi seksual suami dan istri. Ini yang kerapkali diabaikan oleh masyarakat tentang hubungan suami istri. Perempuan sering mendapat ancaman siksaan bahkan melegitimasi agama jikalau sedang mengalami kondisi psikis yang tidak baik. Konsep Mu’asyarah bil Ma’ruf juga bisa disamakan dengan “consent” yang menjadi pertimbangan di antara keduanya dalam melakukan relasi seksual.

Terakhir, bab fikih sosial politik membahas isu-isu kepemimpinan perempuan, peran perempuan di ranah politik, dan kasus kekerasan seksual. Dalam isu kepemimpinan perempuan, hadis yang dibahas harus melihat konteks sosial pada kala itu. Ayat dan hadis yang turun pada masa Nabi seringkali justru memberikan gambaran kepada kita tentang nilai patriarki yang sangat melekat. Maka kemampuan dan kecerdasan perempuan yang disebut-sebut sangat jauh terbelakang dari laki-laki diakibatkan oleh kesempatan yang tak sama.

Baca Juga:  Please Look After Mom (Ibu Tercinta): Kisah Penyesalan Usai Ibu Menghilang

Kebanyakan, para ulama fikih klasik melarang kepemimpinan perempuan menarasikan tentang kemampuan akal dan kekuatan perempuan yang berada di bawah laki-laki. Tapi hal itu terbantahkan oleh realita saat ini. Keunggulan perempuan dalam hal kekuatan akal, karakter, bahkan kemampuan fisik sudah setara bahkan beberapa lebih unggul. Hal itu karena era modern ini, perempuan sudah banyak memiliki kesempatan yang sama. Meski tak bisa menutup mata, sebagian perempuan masih mengalami ketertinggalan akibat lingkungan yang patriarki.

Menyoal kekerasan seksual yang dibahas dalam buku ini. Buya menghadirkan pendapat ulama yang mengkategorikan kekerasan seksual sebagai kejahatan publik atau disebut dengan hirabah yang hukumannya tercantum dalam surat al-Ma’idah ayat 33:

اِنَّمَا جَزٰۤؤُا الَّذِيْنَ يُحَارِبُوْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ وَيَسْعَوْنَ فِى الْاَرْضِ فَسَادًا اَنْ يُّقَتَّلُوْٓا اَوْ يُصَلَّبُوْٓا اَوْ تُقَطَّعَ اَيْدِيْهِمْ وَاَرْجُلُهُمْ مِّنْ خِلَافٍ اَوْ يُنْفَوْا مِنَ الْاَرْضِۗ ذٰلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِى الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِى الْاٰخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيْمٌ

Artinya:  Hukuman bagi orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di bumi hanyalah dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka secara silang, atau diasingkan dari tempat kediamannya. Yang demikian itu kehinaan bagi mereka di dunia, dan di akhirat mereka mendapat azab yang besar.

Dari semua isu yang dibahas, Buya selalu menuliskan pendekatan non-hukum yang berprinsip pada nilai kemanusiaan. Artinya, Islammemang dihadirkan untuk menjadi sumber ketentraman dan kemaslahatan bagi semua pihak, baik itu laki-laki maupun perempuan. Pendekatan yang bernilai kemanusiaan akan melahirkan narasi kegamaan yang adil gender.

Rekomendasi

Ditulis oleh

Sarjana Studi Islam dan Redaktur Bincang Muslimah

Komentari

Komentari

Terbaru

Metode Nabi Muhammad Metode Nabi Muhammad

Tiga Langkah Membina Generasi Berkualitas bagi Perempuan Karir

Keluarga

Tiga Hal Ini Perlu Ditekankan agar Pernikahan Menjadi Sakinah

Keluarga

makmum fardhu orang sunnah makmum fardhu orang sunnah

Hukum Menjadi Makmum Shalat Fardhu kepada Orang yang Shalat Sunnah

Kajian

Laksminingrat tokoh emansipasi indonesia Laksminingrat tokoh emansipasi indonesia

R.A. Lasminingrat: Penggagas Sekolah Rakyat dan Tokoh Emansipasi Pertama di Indonesia

Muslimah Talk

panduan melaksanakan puasa syawal panduan melaksanakan puasa syawal

Panduan Melaksanakan Puasa Syawal

Ibadah

beberapa ibadah bulan syawal beberapa ibadah bulan syawal

Berikut Beberapa Ibadah yang Bisa Dilakukan di Bulan Syawal

Ibadah

kartini sikap kritis beragama kartini sikap kritis beragama

Raden Ajeng Kartini dan Sikap Kritis dalam Beragama

Khazanah

jiwa kartini setiap perempuan jiwa kartini setiap perempuan

Jiwa Kartini Ada di Setiap Diri Perempuan

Muslimah Talk

Trending

doa terhindar dari keburukan doa terhindar dari keburukan

Doa yang Diajarkan Rasulullah kepada Aisyah agar Terhindar Keburukan

Ibadah

Surat Al-Ahzab Ayat 33 Surat Al-Ahzab Ayat 33

Tafsir Surat Al-Ahzab Ayat 33; Domestikasi Perempuan, Syariat atau Belenggu Kultural?

Kajian

Laksminingrat tokoh emansipasi indonesia Laksminingrat tokoh emansipasi indonesia

R.A. Lasminingrat: Penggagas Sekolah Rakyat dan Tokoh Emansipasi Pertama di Indonesia

Muslimah Talk

Mahar Transaksi Jual Beli Mahar Transaksi Jual Beli

Tafsir Surat An-Nisa Ayat 4; Mahar Bukan Transaksi Jual Beli

Kajian

Doa berbuka puasa rasulullah Doa berbuka puasa rasulullah

Beberapa Macam Doa Berbuka Puasa yang Rasulullah Ajarkan

Ibadah

Hukum Sulam Alis dalam Islam

Muslimah Daily

Doa Setelah Shalat Witir

Ibadah

kisah yahudi maulid nabi kisah yahudi maulid nabi

Enam Hal Penting yang Perlu Digarisbawahi tentang Poligami Rasulullah

Kajian

Connect