Ikuti Kami

Khazanah

Kisah Umar bin Khattab dan Perempuan yang Merebus Batu

Kisah Umar bin Khattab

BincangMuslimah.Com – Kisah Umar bin Khattab selalu menarik diulik. Salah satunya, tatkala Umar bertemu dengan perempuan yang kelaparan, sehingga ia  harus merebus batu demi menenangkan anaknya. 

Berkenalan dengan Sosok Umar bin Khattab

Umar bin Khattab merupakan sahabat senior Rasulullah saw. Umar dikenal sebagai sosok paling keras dibandingkan sahabat Nabi yang lain. Bahkan, beliau ditakuti oleh jin dan setan karena ketegasan sekaligus keberaniannya. Lebih hebat lagi, Umar merupakan sosok yang memiliki keistimewaan, yaitu ‘diberi ilham’ oleh Allah Swt. sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw.,

لَقَدْ كَانَ فِيْمَا قَبْلَكُمْ مِنَ الْأُمَمِ نَاسٌ مُحَدَّثُوْنَ, فَإِنْ يَكُنْ فِيْ أُمَّتِيْ أَحَدٌ فَإِنَّهُ عُمَرُ 

Artinya: “Sungguh sebelum kalian terdapat orang yang diberi ilham oleh Allah, jika dia umatku maka orang tersebut adalah Umar.” (HR. Bukhari)

Sabda Nabi tersebut benar-benar terbukti pada saat Umar telah menjadi khalifah. Saat itu, Umar sedang berkhutbah dan di pertengahan khutbahnya beliau berteriak secara lantang, “naik ke gunung, naik ke gunung”. 

Ternyata, teriakan beliau itu merupakan petunjuk untuk Sariyah (komandan perang kaum muslimin) untuk segera menaiki gunung agar selamat dari musuh. Padahal, Sariyah pada waktu itu sedang berperang dengan jarak yang sangat jauh. Tetapi, suara Umar terdengar hingga medan perang. Itulah bukti bahwa Umar ‘diberi ilham’ oleh Allah Swt.

Tatkala Umar Bertemu Perempuan yang Merebus Batu

Aslam, pembantu khalifah Umar bin Khattab bercerita:

Suatu ketika aku sedang bersama Sayyidina Umar pergi ke Kota Hirah yang terletak di dekat Kota Madinah. Dari kejauhan di atas gunung, tampak api unggun menyala. Sayyidina Umar berkata kepadaku, “Mungkin itu adalah sebuah kafilah yang kemalaman dan belum sempat memasuki kota. Mereka terpaksa menunggu di luar kota. Mari kita lihat bagaimana keadaan mereka.”

Baca Juga:  Sultanah Nahrisyah, Pemimpin Perempuan dari Samudera Pasai

Setelah sampai di tempat nyala api tersebut, tampaklah seorang perempuan dengan beberapa anak kecil di sekelilingnya sedang menangis meronta-ronta. Sementara itu, perempuan tersebut sedang merebus air dalam sebuah kuali di atas tungku yang menyala.

Setelah Sayyidina Umar memberi salam dan meminta izin untuk mendekat, beliau bertanya, “Mengapa anak-anak ini menangis?”

“Mereka menangis karena tidak dapat menahan rasa lapar”, jawab wanita itu.

“Apa yang sedang kau masak di kuali itu?”

“Aku memasak air untuk mengelabui mereka agar mereka senang karena menyangka bahwa saya sedang memasakkan makanan untuk mereka, sehingga mereka dapat tidur dan melupakan rasa laparnya. Semoga Allah menghukum khalifah yang tidak mau tahu kesusahanku ini.”

Dalam buku Kisah dan Hikmah, Dhurorudin Mashad menceritakan bahwa ibu anak-anak itu tidak memasak air, melainkan memasak sebongkah batu. Jadi, dengan ia memasak batu tujuannya untuk menghibur anaknya agar mengira ibunya itu memasakkan makanan untuknya.

Sayyidina Umar menangis seraya berkata, “Semoga Allah merahmatimu. Bagaimana mungkin Khalifah Umar dapat mengetahui keadaanmu?

“Sebagai seorang khalifah, ia harus tahu keadaan kami”, jawab sang ibu.

Aslam melanjutkan ceritanya.

Sayyidina Umar kemudian mengajakku kembali ke Madinah. Beliau mengambil sekarung gandum, kurma, minyak, beberapa potong pakaian, dan beberapa dirham uang dari baitul mal. Ia penuhi isi karung tersebut.

Setelah karung itu penuh beliau berkata kepadaku, “Wahai Aslam, letakkan karung ini di pundakku.”

“Biarkan saya yang membawanya, wahai Amirul Mukminin”, jawabku.

“Tidak. Letakkan karung ini di pundakku.”

Dua tiga kali aku menawarkan diri dengan sedikit memaksa beliau, tetapi beliau justru berkata, “Apakah engkau mau memikul dosa-dosaku kelak di hari kiamat? Biarlah aku sendiri yang memikul karung ini sebab aku sendirilah yang harus bertanggung jawab.”

Baca Juga:  Zainab binti Jahsy, Perempuan yang Dinikahi Nabi Saw atas Wahyu Allah

Dengan berat hati, kuletakkan karung tersebut di pundak beliau. Kemudian, dengan tergesa-gesa, beliau membawa karung itu ke atas gunung menuju kemah perempuan tua tadi. Aku berjalan menemaninya.

Sesampainya di sana, beliau langsung memasukkan tepung gandum tersebut ditambah dengan sedikit kurma dan minyak ke dalam kuali dan mengaduknya. Beliau sendiri yang mengaduk dan hingga kulihat asap perapian itu mengenai jenggotnya. Ia masak makanan itu hingga matang dan kemudian dengan tangannya yang penuh berkah, beliau hidangkan makanan tersebut kepada keluarga itu.

Sayyidina Umar merasa sangat senang dan tersenyum melihat mereka makan. Selesai makan, anak-anak itu bermain-main dengan riangnya, sedangkan si ibu nampak sangat bahagia.

Ia berkata, “Semoga Allah membalas kebaikanmu. Seharusnya, engkaulah yang menjadi khalifah, bukan Umar.”

Untuk menyenangkan hati ibu tersebut, Sayyidina Umar tidak membuka identitas dirinya dan berkata, “Jika engkau pergi menjumpai Umar maka akan kau temui pula aku di sana.”

Setelah itu, Sayyidina Umar duduk di tanah. Setelah beberapa lama duduk, ia kemudian meninggalkan mereka.

Beliau kemudian berkata kepadaku, “Wahai Aslam, tahukah engkau, mengapa aku duduk? Aku ingin menyaksikan mereka tertawa setelah sebelumnya aku melihat mereka menangis kelaparan.”

Dari kisah di atas, dapat kita ambil dua hikmah. Pertama, seorang pemimpin harus terjun ke masyarakat, hingga paling pelosok. Tidak ada sekat antara pemimpin dan masyarakat. Kedua, seorang pemimpin harus mengutamakan kepentingan rakyatnya dari pada kepentingan keluarganya.

Kisah tersebut diambil dari buku Sangu Urip, Lirboyo.

Demikianlah kisah Umar bin Khattab dan wanita lapar beserta hikmahnya. Semoga bermanfaat. Wallahu A’lam.

Rekomendasi

Ditulis oleh

1 Komentar

1 Comment

Komentari

Terbaru

Anjuran Bagi-bagi THR, Apakah Sesuai Sunah Nabi?

Video

QS At-Taubah Ayat 103: Manfaat Zakat dalam Dimensi Sosial QS At-Taubah Ayat 103: Manfaat Zakat dalam Dimensi Sosial

QS At-Taubah Ayat 103: Manfaat Zakat dalam Dimensi Sosial

Kajian

Sedang Haid, Apa Tetap DiAnjurkan Mandi Sunnah Idulfitri Sedang Haid, Apa Tetap DiAnjurkan Mandi Sunnah Idulfitri

Sedang Haid, Apa Tetap DiAnjurkan Mandi Sunnah Idulfitri

Ibadah

Anjuran Saling Mendoakan dengan Doa Ini di Hari Raya Idul Fitri

Ibadah

Bolehkah Menggabungkan Salat Qada Subuh dan Salat Idulfitri? Bolehkah Menggabungkan Salat Qada Subuh dan Salat Idulfitri?

Bolehkah Menggabungkan Salat Qada Subuh dan Salat Idulfitri?

Ibadah

kisah fatimah idul fitri kisah fatimah idul fitri

Kisah Sayyidah Fatimah Merayakan Idul Fitri

Khazanah

Kesedihan Ramadan 58 Hijriah: Tahun Wafat Sayyidah Aisyah Kesedihan Ramadan 58 Hijriah: Tahun Wafat Sayyidah Aisyah

Kesedihan Ramadan 58 Hijriah: Tahun Wafat Sayyidah Aisyah

Muslimah Talk

Kapan Seorang Istri Dapat Keluar Rumah Tanpa Izin Suami? Kapan Seorang Istri Dapat Keluar Rumah Tanpa Izin Suami?

Ummu Mahjan: Reprentasi Peran Perempuan di Masjid pada Masa Nabi

Muslimah Talk

Trending

Ini Tata Cara I’tikaf bagi Perempuan Istihadhah

Video

Ketentuan dan Syarat Iktikaf bagi Perempuan

Video

tips menghindari overthingking tips menghindari overthingking

Problematika Perempuan Saat Puasa Ramadhan (Bagian 3)

Ibadah

Tuan Guru KH Zainuddin Abdul Madjid Tuan Guru KH Zainuddin Abdul Madjid

Tuan Guru KH Zainuddin Abdul Madjid: Pelopor Pendidikan Perempuan dari NTB

Kajian

malam jumat atau lailatul qadar malam jumat atau lailatul qadar

Doa Lailatul Qadar yang Diajarkan Rasulullah pada Siti Aisyah

Ibadah

Anjuran Saling Mendoakan dengan Doa Ini di Hari Raya Idul Fitri

Ibadah

mengajarkan kesabaran anak berpuasa mengajarkan kesabaran anak berpuasa

Parenting Islami : Hukum Mengajarkan Puasa pada Anak Kecil yang Belum Baligh

Keluarga

Puasa Tapi Maksiat Terus, Apakah Puasa Batal?

Video

Connect