BincangSyariah.com – Kehidupan tidak selalu berjalan mulus dan lurus. Badai kehidupan tak mengenal tempat dan waktu untuk singgah. Tidak ada manusia di dunia ini terbebas dari yang namanya ujian, entah itu ujian berupa kesengsaraan hidup maupun kesenangan duniawi.
Lantas, mengapa kesenangan disebut sebagai ujian? Iya, kesenangan termasuk ujian karena Allah ingin tahu bagaimana sikap kita dalam menghadapi nikmat itu, apakah dengan syukur atau justru kufur?
Memaknai ujian sebagai sebuah nikmat bukanlah hal yang mudah, itulah yang dirasakan oleh orang-orang yang menerapkan sabar dalam hidupnya. Karena sulit dilakukan maka Allah memberikan pahala yang jauh lebih besar bagi pelaku sabar. Tak tanggung-tanggung, Dia memberikan balasan tempat yang tinggi di dalam surga. Allah berfirman dalam QS. Al-Furqan [25]:75,
اُولٰۤىِٕكَ يُجْزَوْنَ الْغُرْفَةَ بِمَا صَبَرُوْا وَيُلَقَّوْنَ فِيْهَا تَحِيَّةً وَّسَلٰمًاۙ
Artinya: “Mereka itu akan diberi balasan dengan tempat yang tinggi (dalam surga) atas kesabaran mereka serta di sana mereka akan disambut dengan penghormatan dan salam.”
Ujian adalah sebuah keniscayaan dalam kehidupan. Jangankan seorang mukmin, orang kafir pun mendapatkan musibah dan kesulitan. Meskipun begitu, hendaklah kita tidak meminta untuk diberi ujian oleh Allah Swt.
Jika Allah menguji kita, ujian tersebut pasti sesuai dengan kemampuan kita karena Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Namun, jika kita yang meminta untuk diuji maka ujian yang datang boleh jadi di luar kemampuan kita karena Allah Maha Kuasa lagi Maha Perkasa.
Arti dan Tingkatan Sabar
Dalam bahasa Arab, sabar berasal dari صَبْرٌ, yang berarti menahan, mencegah, atau tabah. Sedangkan secara istilah, sabar adalah menahan diri dari sifat kegundahan dan rasa emosi, kemudian menahan lisan dari keluh kesah, serta menahan anggota tubuh dari perbuatan yang tidak terarah.
Sabar sendiri memiliki tiga tingkatan, antara lain sabar dalam menghadapi musibah, sabar dalam menjalankan ketaatan, dan sabar dari perbuatan maksiat, yang mana Allah akan mengangkat derajat para pelaku sabar sesuai tingkatannya
Zaman sekarang orang sabar sulit ditemukan, semua dituntut serba cepat dan instan. Saat ada pembagian sembako, orang tergesa-gesa dan berebut untuk mengambilnya. Saat di stasiun kereta api, langkah orang terlihat terburu-buru mengejar kereta api untuk mendapatkan tempat duduk. Sabar juga dibutuhkan saat kita menunggu teman, sabar mampu melarutkan kebosanan menunggu orang yang kita nantikan kehadirannya, dengan bersabar hati akan tenang ketika kita harus kehilangan orang yang kita sayangi.
Banyak hal dalam hidup ini yang membutuhkan kesabaran. Maka, perilaku sabar harus kita tanamkan kuat dalam diri masing-masing, seperti yang dilakukan Rasulullah saw.
Kisah Kesabaran Rasulullah
Kesabaran Rasulullah yang luar biasa bisa kita kulik dari beberapa kisah dan riwayat. Dikisahkan dalam Sirah Nabawiyah, ketika Nabi berjalan di Madinah, beliau bertemu dengan nenek yang sedang membawa kayu. Nabi berkata: ”Saya bantu nek.” Lantas dibantulah si nenek, dibawakannya kayu itu oleh Nabi.
Selama perjalanan, nenek itu bercerita, “Wahai anak muda, betapa baiknya engkau. Kamu tahu di sana ada yang bernama Muhammad, jangan sampai engkau bergabung dengannya karena dia adalah seorang penyihir, dia pembohong, dia orang jahat.” Nenek tersebut terus mencaci Nabi tanpa tahu bahwa yang menolongnya adalah orang yang dibicarakan. Nabi pun hanya tersenyum mendengar cerita si nenek.
Sesampainya di rumah si nenek, ia bertanya, “Siapa namamu, kok baik hati sekali?” Seraya tersenyum Nabi menjawab, “Nama Saya Muhammad”. Terkejutlah si nenek seraya memastikan, “Benar engkau Muhammad, Muhammad yang Nabi itu?”. Masih dengan senyum yang merekah Nabi menjawab, “Benar”. Mendengar pengakuan tersebut, si nenek langsung menangis dan menyatakan diri untuk bersyahadat dan masuk Islam.
Cerita tersebut menunjukkan betapa sabarnya Nabi meskipun dihujat dan dicaci di depan muka. Nabi tidak marah dan justru tersenyum serta menunjukkan sifat yang sangat terpuji. Hal itu membuat si nenek langsung menangis setelah mendengar kebenarannya.
Betapa indahnya apabila kita mampu menerapkan sikap sabar dalam kehidupan kita, sebagaimana dawuh KH. Moch. Imam Chambali, “sabar itu indah, ikhlas itu mujarab, dan istiqomah itu karamah.” Dengan bersabar, Allah akan merahmatinya dengan kasih sayang, memberikan petunjuk dan keberuntungan.
Nabi Muhammad sebagai teladan bagi setiap muslim memiliki sifat sabar yang luar biasa. Tingkat kesabaran Rasulullah saw. mungkin tidak tertandingi oleh manusia siapa pun. Namun demikian, kita sebagai umat beliau senantiasa berusaha meniru dan meneladani sifat kesabaran beliau. Sebab sabar juga termasuk salah satu sifat yang sangat mulia di hadapan Allah Swt.
Memang semua berawal dari keterpaksaan, membutuhkan kesabaran untuk menaati apa yang Allah perintahkan. Rasanya berat untuk melaksanakan shalat Subuh, terlalu sibuk rasanya untuk membuka lembaran Alquran, hingga merasa cukup dengan yang wajib hingga tak mau melakukan yang sunah.
Namun, terkadang seseorang itu merasa berat bersabar menjauhi maksiat daripada bersabar menjalankan ketaatan. Bisa jadi orang bisa bersabar melakukan shalat malam semalam suntuk, namun ia tidak bisa bersabar jika diminta meninggalkan perkara-perkara yang disenanginya. Menolak lemah, menolak lelah, menolak menyerah, inilah sabar yang sesungguhnya.
Oleh karena itu, kita perlu menata niat murni karena Allah dalam melakukan segala hal. Dengan meniatkan karena Allah, insyaalah kita akan mendapat ridha-Nya.
Penulis: Rizka Auliatun Nadia, Peserta Kelas Menulis Bincang Syariah X Bincang Muslimah