BincangMuslimah.Com – Nabi Muhammad Saw diutus ke alam semesta untuk membawa dan menyampaikan risalah Islam yang salah satu tujuannya adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia sebagaimana yang beliau nyatakan:
إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلَاقِ
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan keshalihan akhlak”. (HR. Ahmad)
Salah satu hal yang diajarkan Rasulullah Saw kepada umatnya adalah etika sopan santun dalam bermu’amalah yakni senantiasa saling menghormati dan menyayangi. Orang yang lebih tua sudah seyogyanya bisa menyayangi dan memberi teladan kepada mereka yang lebih muda. Adapun orang yang lebih muda, sudah seyogyanya menghormati orang yang lebih tua.
Rasulullah Saw bersabda:
“Bukan termasuk bagian dari kami orang yang tidak menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda”. (HR. Ahmad)
Menghormati orangtua dan guru merupakan salah satu bentuk bakti kepada mereka. Di antara tatakrama yang Rasulullah Saw ajarkan saat bermu’amalah dengan orangtua dan guru adalah tidak meninggikan suara di hadapan mereka, mendengarkan dengan seksama apa yang mereka sampaikan, memenuhi panggilan mereka, mematuhi perintah mereka, dan sebagainya.
Contoh lain dari bentuk menghormati orangtua adalah tidak memanggil mereka dengan nama mereka secara langsung. Alangkah baiknya jika seorang anak memanggil orangtuanya dengan sapaan; “Wahai Ayah, duhai ibu” dan semisalnya. Hal ini tentunya akan terdengar lebih lembut dibanding saat ia memanggil mereka dengan namanya; “Wahai fulan, wahai fulanah”.
Dalam sebuah riwayat dari Abu Hurairah diceritakan bahwa Rasulullah Saw melihat seorang laki-laki yang tengah bersama anaknya, kemudian Rasulullah Saw bertanya kepada si anak: “Siapa dia?”. Si anak menjawab: “Bapakku”. Lalu beliau berkata: “Janganlah engkau berjalan di depannya, janganlah engkau melakukan sesuatu yang bisa menyinggung perasaannya, dan janganlah engkau duduk sebelum dia duduk, serta janganlah engkau memanggilnya dengan namanya”.
Dalam riwayat lain di kitab Ibnu al-Sinni disebutkan:
مِنَ العُقُوقِ أَنْ تُسَمَّي أَبَاكَ بِاسْمِهِ ، وَأَنْ تَمْشِيَ أَمَامَهُ فِي طَرِيْقٍ
“Di antara bentuk durhaka adalah memanggil bapakmu dengan nama panggilannya dan berjalan di depannya”.
Peringatan yang tersurat dalam riwayat tersebut tak lain adalah untuk memberikan pengajaran tentang tatakrama dan etika seorang anak kepada orangtuanya. Juga sudah menjadi tugas seorang anak untuk berlaku baik kepada orangtuanya, sebagaimana yang telah Allah Swt perintahkan:
وبِالْوالِدَيْنِ إِحْساناً
“Dan berbuat baiklah kepada kedua orangtua”. (An-Nisa: 36)
Tak sebatas kepada orangtua yang telah melahirkan dan membesarkan kita. Namun kita juga harus menghormati guru yang telah mengajari kita; termasuk di antaranya adalah tidak memanggil mereka dengan nama panggilannya sebagaimana disebutkan oleh Al-Nawawi dalam kitab Al-Adzkar. Karena bagaimanapun kedua orangtua; ayah dan ibu adalah orangtua biologis, sedangkan guru adalah orangtua ideologis. Pun keberkahan ilmu ada di rida dan keikhlasan seorang guru.
Wallahu a’lam.