BincangMuslimah.Com – Seperti yang kita ketahui, bahwasannya perempuan mempunyai fitrah untuk menyukai hal-hal yang cantik dan indah, terutama untuk dirinya sendiri. Untuk itu, mereka memanjakan diri dengan hal-hal yang membuatnya semakin terlihat cantik, salah satunya yaitu dengan menghias kuku mereka.
Menghias kuku bukanlah hal baru yang dilakukan perempuan sekarang. Jauh sebelum itu, para perempuan Arab dahulu menghias kuku dengan bahan-bahan alami yang berasal dari tanaman, seperti daun inai atau daun pacar kuku. Seiring perkembangan zaman, menghias kuku dengan daun inai kini bergeser ke bahan-bahan kimia yang lebih beragam dan bisa tahan lama. Seni menghias kuku ini disebut dengan nail art, dengan desain dan warna yang lebih beragam.
Bahan cat kuku yang cukup populer saat ini menggunakan bahan kimia seperti gel. Selain tersedia dengan lebih banyak berbagai jenis, varian gel dipilih karena dapat bertahan lebih lama, sekitar 10-14 hari. Umumnya, cat kuku yang berbahan kimia membentuk lapisan yang kedap air. Lalu, apakah sah jika seseorang shalat masih dalam keadaan memakai nail art?
Dalam Alquran surat al-Maidah ayat 6, dijelaskan beberapa anggota wudu yang wajib dibasuh. Salah satunya adalah tangan.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا قُمْتُمْ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ فَٱغْسِلُوا۟ وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى ٱلْمَرَافِقِ وَٱمْسَحُوا۟ بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى ٱلْكَعْبَيْنِ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki. (Q.S. Al-Maidah;6).
Pada dasarnya, satu syarat dari sahnya wudu adalah sampainya air pada anggota tubuh yang wajib dibasuh. Jika tidak sampainya air pada bagian anggota tubuh yang wajib dibasuh, maka tidak sah wudu tersebut yang menyebabkan shalat tidak sah. Dari ayat di atas, bahwasannya narasi فَٱغْسِلُوا۟ berarti membasuh ke seluruh wajah dan tangan sampai ke siku, makna membasuh di situ dengan air yang mengali yang mana kuku termasuk bagian tangan yang wajib terbasuh.
قال النواوي: إذا كان على بعض أعضائه شمع، أو عجين، أو حناء وأشباه ذلك، فمنع وصول الماء إلى شيء من العضو لم تصح طهارته، سواء كثر ذلك أم قل، ولو بقى علي اليد وغيرها أثر الحناء ولونه دون عينه، أو أثر دهن مائع بحيث يمس الماء بشرة العضو ويجرى عليها لكن لا يثبت صحت طهارته
Artinya: “Menurut Imam Nawawi, apabila ada bagian anggota tubuh yang wajib dibasuh ketika bersuci terkena lilin, adonan kue, kutek, atau bahan lainnya yang mencegah menghalangi wudu, maka tidak sah dalam bersuci. Baik hal tersebut sedikit maupun banyak, bahkan sisa-sisa yang masih menempel dan menghalangi air dan anggota brsuci, maka tidak sah.”
Kemudian, pendapat Imam Nawawi dikuatkan lagi dalam Kitab ‘Ibnu Aqil’ dalam kaidah-kaidah asal, Ibnu Ruzain, Syekh Taqiyuddin, menegaskan bahwa sesuatu yang menghalangi terbasuhnya air wudu pada anggota badan yang wajib wudu, maka hukumnya tidak sah wudu tersebut, juga tidak sah pada sholatnya.
قال المرادي في الإنصاف: لو كان تحت أظفاره يسير وسخ يمنع وصول الماء إلى ما تحته لم تصح طهارته
Artinya: “dalam kitabnya ‘Al-Insaf’, Al-Mawardi berkata, bahwasannya jika ada sdikiit kotoran yang menempel di bawah kukunya, yang menghalangi masuknya air, maka wudu tersebut tidak sah.”
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa peluang keabsahan wudu menggunakan kutek (yang membentuk lapisan di atas kuku) sangat kecil. Sehingga perlu diperhatikan kembali untuk shalat memakai nail art yang bahannya menyerap ke kuku atau tidak. Untuk itu, sebagaimana pesan Rasulullah, untuk meninggalkan keraguan dan mengambil sesuatu yang jelas.