Ikuti Kami

Kajian

Perlunya Memahami Ayat Muhkamat dan Mutasyabihat

Ayat Muhkamat dan Mutasyabihat

BincangMuslimah.Com – Ayat al-Qur’an dibagi menjadi dua kategori, yakni ayat muhkamat dan ayat mutasyabihat. Allah berfirman:

هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ [آل عمران: 7]

Artinya: “Dialah (Allah) yang menurunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu (Nabi Muhammad). Di antara ayat-ayatnya ada muhkamat yang itulah pokok-pokok isi Kitab (Al-Qur’an) dan kategori lainnya adalah mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya ada kecenderungan pada kesesatan, mereka mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah (kekacauan dan keraguan) dan untuk mencari-cari takwilnya.” (QS. Ali Imran: 7)

Dalam firman Allah tersebut, ayat muhkamat diperintah untuk dijadikan rujukan utama dalam memahami ayat mutasyabihat. Ada beberapa definisi istilah muhkamat-mutasyabihat, namun yang populer dipakai para ulama dan cocok dengan konteks ayat terbut sebagaimana didefinisikan oleh al-Jassash dalam kitabnya yang berjudul Ahkam al-Qur’an. Dia mendefinisikan ayat Muhkamat sebagai:

اللَّفْظُ الَّذِي لَا اشْتِرَاكَ فِيهِ وَلَا يَحْتَمِلُ عِنْدَ سَامِعِهِ إلَّا مَعْنًى وَاحِدًا

Artinya: “Kata yang tidak mempunyai beragam makna dan ketikda didengarkan tidak memungkinkan kecuali hanya satu makna saja.” (al-Jassash, Ahkam al-Qur’an, II, 280)

Adapun mutasyabihat adalah:

اللَّفْظُ الْمُحْتَمِلُ لِلْمَعَانِي الَّذِي يَجِبُ رَدُّهُ إلَى الْمُحْكَمِ

Artinya: “Kata yang mengandung beberapa makna sekaligus yang wajib dirujukkan kepada ayat muhkamat.” (al-Jassash, Ahkam al-Qur’an, II, 282)

Dengan kata yang senada, Imam Nawawi mendefinisikan Muhkam-Mutasyabih sebagai berikut:

الصَّحِيحُ أَنَّ الْمُحْكَمَ يَرْجِعُ إِلَى مَعْنَيَيْنِ أَحَدُهُمَا الْمَكْشُوفُ الْمَعْنَى الَّذِي لَا يَتَطَرَّقُ إِلَيْهِ إِشْكَالٌ وَاحْتِمَالٌ وَالْمُتَشَابِهُ مَا يَتَعَارَضُ فِيهِ الِاحْتِمَالِ

Artinya: “Definisi yang sahih adalah bahwasanya muhkam mempunyai dua makna, salah satunya adalah kata yang maknanya terang yang tidak menimbulkan kemusykilan dan kemungkinan lain. Adapun mutasyabih adalah apa yang masih memuat beberapa kemungkinan makna.” (al-Nawawi, Syarh al-Nawawi ‘ala Muslim, XVI, 217)

Baca Juga:  Nafisah: Sosok Guru Perempuan Imam Syafii

Kemudian, istilah mutasyabihat ketika dimutlakkan penyebutannya mengacu pada ayat-ayat sifat yang makna leksikalnya seolah mengesankan adanya arah bagi Allah dan seolah ada keserupaan antara Allah dengan makhluk. Imam Nawawi menjelaskan:

وَيُطًلقُ عَلَى مَا وَرَدَ فِي صِفَاتِ اللَّهِ تَعَالَى مِمَّا يُوهِمُ ظَاهِرُهُ الْجِهَةَ وَالتَّشْبِيهَ وَيَحْتَاجُ إِلَى تَأْوِيلٍ

Artinya: “Istilah Mutasyabih kemudian dimutlakkan atas teks sifat-sifat Allah Ta’ala yang seolah mengesankan adanya arah bagi Allah, keserupaan dengan makhluk dan masih membutuhkan takwil.” (al-Nawawi, Syarh al-Nawawi ‘ala Muslim, XVI, 218)

Ayat-ayat dengan ciri-ciri seperti itu semisal ayat yang secara literal menyebutkan bahwa Allah ada di arah atas, ada di langit, Allah punya tangan, wajah, mata, dan sebagainya adalah ayat—ayat mutasyabihat yang kerap dipergunakanoleh Ahli bid’ah mujassimah untuk menimbulkan fitnah (kekacauan) seolah Allah mempunyai badan yang terdiri dari organ-organ. Sesuai panduan Allah dalam firmannya yang dikutip di atas, seharusnya ayat semacam ini dirujukkan pada ayat-ayat muhkamat di bawah ini:

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ

Tidak ada satu pun yang menyerupai Allah” (QS asy-Syura: 11).

فَلَا تَضْرِبُوا لِلَّهِ الْأَمْثَالَ

Maka janganlah kamu mengadakan serupa-serupa bagi Allah” (QS an-Nahl: 74).

 هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيًّا

Allah tidak ada serupa bagi-Nya” (QS Maryam: 65).

وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ

Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia” (QS al-Ikhlash: 4).

Seluruh ayat Muhkamat di atas menegaskan bahwa Allah secara mutlak berbeda dari makhluk. Allah dan makhluk sama-sama ada, tapi keberadaannya mutlak berbeda sebab keberadaan Allah tanpa bentuk fisikal sedangkan keberadaan makhluk dengan bentuk fisikal. Allah dan makhluk sama-sama mendengar, melihat dan mengetahui tetapi makhluk bersifat demikian dengan memakai alat atau organ sedangkan Allah tanpa memakai organ atau pun alat apa pun. Demikian juga Allah mempunyai sifat-sifat khabariyah berupa yad (tangan), wajh (wajah), ‘ain (mata) dan seterusnya namun itu semua bukanlah dalam makna organ tubuh sebagaimana ketika semua itu disematkan kepada realitas makhluk.

Baca Juga:  Tafsir al-Ahzab Ayat 35: Kritik Ummu Salamah atas Ketiadaan Penyebutan Perempuan dalam Alquran

Ketika sudah jelas poin perbedaan mendasar antara Tuhan dan makhluk ini, maka tindakan selanjutnya adalah memilih mana yang lebih dibutuhkan oleh situasi dan kondisi antara posisi tafwidh (memasrahkan makna spesifiknya kepada Allah) sebagaimana dilakukan mayoritas salaf atau posisi takwil (menentukan makna spesifiknya sesuai kaidah bahasa) sebagaimana dilakukan mayoritas khalaf. Kedua pilihan ini adalah metode yang diakui oleh Ahlussunnah wal Jamaah.

Dengan demikian, yang tidak boleh dilakukan hanyalah dua, yakni: Pertama, memaknai ayat mutasyabihat tanpa merujuk pada ayat muhkamat sehingga menetapkan adanya sisi kesamaan antara realitas Tuhan dan realitas makhluk. Misalnya dengan mengatakan bahwa keberadaan Allah dan makhluk sama-sama fisikal; tangan, wajah dan mata Allah dan makhluk sama-sama organ, dan seterusnya. Kedua, mengikuti takwilan yang tidak dapat dibenarkan secara bahasa sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ibnu Hajar yang membagi ayat mutasyabihat menjadi dua macam seperti berikut:

قَالَ ابنُ حَجَرٍ: …. بِأَنَّ الْمُتَشَابِهَ عَلَى قِسْمَيْنِ: مَا لَا يَقْبَلُ تَأْوِيلًا قَرِيبًا …. وَمَا يَقْبَلُهُ …، وَمِنْ ثَمَّ اخْتَارَ بَعْضُ الْمُحَقِّقِينَ قَبُولَ التَّأْوِيلِ إِنْ قَرُبَ مِنَ اللَّفْظِ، وَاحْتَمَلَهُ وَضْعًا، وَرَدَّهُ إِنْ بَعُدَ عَنْهُ

“Mutasyabih ada dua jenis, yaitu: kata yang tidak mungkin ditakwil sama sekali dengan takwil yang dekat secara bahasa… dan kata yang masih menerima takwilan dekat … Karena itu, sebagian ulama peneliti  memilih membolehkan takwil apabila takwilannya dekat dari kata tersebut dan secara bahasa memang memungkinkan. Apabila takwilannya jauh, maka ditolak”. (Mulla Ali al-Qari, Mirqat al-Mafatih, I, 162)

Editor: Zahrotun Nafisah

Rekomendasi

Menjaga Keharmonisan Rumah Tangga Menjaga Keharmonisan Rumah Tangga

Tafsir Al-Baqarah 187: Kiat Menjaga Keharmonisan Rumah Tangga menurut Islam

Hubungan Gender dan Tafsir Agama Menurut Quraish Shihab

tiga peneliti sufi perempuan tiga peneliti sufi perempuan

Tafsir An-Nisa Ayat 1; Benarkah Perempuan Berasal dari Tulang Rusuk Laki-laki?

tafsir Basmalah Mafatih Al-Ghaib tafsir Basmalah Mafatih Al-Ghaib

Tafsir Keajaiban “Basmalah” dalam Kitab Mafatih Al-Ghaib (Bagian 4)

Ditulis oleh

Peneliti Bidang Akidah Aswaja Center NU JATIM, Wakil Sekretaris PCNU Jember dan dosen di IAIN Jember.

1 Komentar

1 Comment

Komentari

Terbaru

ajarkan kesetaraan laki-laki perempuan ajarkan kesetaraan laki-laki perempuan

Mengenal Lebih Jauh Macam-macam Pendekatan Gender

Kajian

Kisah cinta Zainab binti Rasulullah Kisah cinta Zainab binti Rasulullah

Kisah Cinta Sayyidah Zainab binti Rasulullah

Muslimah Talk

Hukum kremasi jenazah mualaf Hukum kremasi jenazah mualaf

Hukum Kremasi Jenazah Mualaf

Kajian

Rembuk Ide Rembuk Ide

El-Bukhari Institute Gelar Rembuk Ide, Bahas Moderasi Beragama untuk Gen Z

Berita

Bincang Thaharah; Wudhu Tidak Berurutan, Apakah Tetap Sah?

Video

Perbedaan Haji dan Umrah Perbedaan Haji dan Umrah

Tiga Perbedaan Haji dan Umrah

Ibadah

Syarat-syarat dikabulkannya doa Syarat-syarat dikabulkannya doa

Fungsi dan Syarat-syarat Dikabulkannya Doa  

Ibadah

Larangan bagi Perempuan Haid Larangan bagi Perempuan Haid

Larangan bagi Perempuan Istihadhah

Kajian

Trending

Doa keguguran Doa keguguran

Kehilangan Buah Hati Akibat Keguguran, Baca Doa yang Diajarkan Rasulullah Ini

Ibadah

masa iddah hadis keutamaan menikah masa iddah hadis keutamaan menikah

10 Hadis Tentang Keutamaan Menikah

Kajian

Tujuh Keutamaan Membaca Shalawat Tujuh Keutamaan Membaca Shalawat

Doa agar Terhindar dari Prasangka Buruk pada Allah

Ibadah

Mengenal Rufaidah al-Aslamiyah: Perawat Perempuan Pertama dalam Sejarah Islam

Muslimah Talk

Mandi junub dan haid Mandi junub dan haid

Empat Hal yang Perlu Diperhatikan Ketika Mandi Wajib

Ibadah

Resensi Buku Pernah Tenggelam Resensi Buku Pernah Tenggelam

Resensi Buku Pernah Tenggelam: Halu Berlebihan Menenggelamkan Keimanan?

Diari

Shafiyah binti Huyay Teungku Fakinah Shafiyah binti Huyay Teungku Fakinah

Kisah Bulan Madu Rasul dengan Shafiyah binti Huyay

Muslimah Talk

muslimah mencukur habis rambutnya muslimah mencukur habis rambutnya

Bolehkah Muslimah Mencukur Habis Rambutnya?

Kajian

Connect