BincangMuslimah.Com- Tanda bahwa haid telah selesai adalah tidak ada lagi darah yang keluar dan farji telah kering (jafaf). Tanda lainnya adalah adanya al-qashash al baydha’ atau keluar cairan putih bening atau tidak berwarna. Dalam fikih, setelah darah haid berhenti, perempuan wajib untuk bersuci.
Namun kapan waktu yang tepat untuk bersuci? mengingat terkadang seorang perempuan masih menunda-nunda bersuci dengan berbagai alasan. Misalnya tidak sempat bersuci, sakit, masih sedang bekerja atau bahkan masih ragu darah sudah benar-benar berhenti atau tidak.
Anjuran Segera Bersuci
Haid merupakan siklus alamiah perempuan yang menyebabkan adanya mani’ (penghalang) dari beberapa ibadah, seperti salat, tawaf, jima’ dan membaca Al-Qur’an. Haid merupakan hadas besar. Ketika haid telah berhenti; sehingga tidak ada lagi flek yang tersisa, perempuan wajib bersuci dengan mandi besar atau mandi junub. Setelah bersuci, baru perempuan boleh untuk melaksanakan ibadah.
Perintah bersuci ini terdapat pada Qs. An-Nisa ayat 34 :
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَقْرَبُوا الصَّلٰوةَ وَاَنْتُمْ سُكٰرٰى حَتّٰى تَعْلَمُوْا مَا تَقُوْلُوْنَ وَلَا جُنُبًا اِلَّا عَابِرِيْ سَبِيْلٍ حَتّٰى تَغْتَسِلُوْاۗ
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah mendekati salat, sedangkan kamu dalam keadaan mabuk sampai kamu sadar akan apa yang kamu ucapkan dan jangan (pula menghampiri masjid ketika kamu) dalam keadaan junub, kecuali sekadar berlalu (saja) sehingga kamu mandi (junub).”
Junub adalah keadaan yang mewajibkan seorang muslim melakukan mandi besar, seperti setelah jima’ bagi suami istri dan setelah berhenti haid bagi perempuan. Ayat ini jelas melarang seorang muslim yang dalam kondisi untuk menunaikan salat.
Perintah untuk bersuci sebelum melaksanakan salat tertulis pada Qs. Al-Maidah ayat 6 :
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا قُمْتُمْ اِلَى الصَّلٰوةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَاَيْدِيَكُمْ اِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوْا بِرُءُوْسِكُمْ وَاَرْجُلَكُمْ اِلَى الْكَعْبَيْنِۗ وَاِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوْاۗ
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu berdiri hendak melaksanakan salat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku serta usaplah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai kedua mata kaki. Jika kamu dalam keadaan junub, mandilah.”
Ayat ini berfokus pada perintah untuk thaharah atau bersuci ketika hendak melaksanakan salat. Bersuci dari hadas kecil adalah dengan berwudhu, sedangkan bersuci dari hadas besar adalah dengan mandi.
Bagaimana Ketentuan Menunda Bersuci dari Haid?
Ketika darah haid telah berhenti, dianjurkan segera bersuci. Namun terkadang perempuan ada di kondisi yang sedang tidak memungkinkan untuk langsung bersuci. Misalnya saat sedang bepergian, bekerja, sakit, atau terlalu larut malam untuk bersuci.
Al-Qur’an memang tidak menyebutkan secara terang-terangan terkait boleh atau tidaknya menunda bersuci dari haid. Namun hal ini bisa dipahami berdasarkan urgensi melaksanakan mandi wajib, yaitu sebagai syarat beribadah.
Mayoritas ulama dari mazhab Syafi’i, Maliki, dan Hanbali berpendapat bahwa menunda mandi suci setelah yakin tidak ada darah lagi hukumnya adalah boleh. Apapun alasan menundanya tidak menjadi perhitungan asal tidak sampai keluar atau selesai waktu salat selanjutnya. Contohnya jika seorang perempuan telah suci pada malam hari, maka dia boleh menunda hingga pagi sebelum habis waktu subuh. Sehingga setelah mandi dia dapat menjalankan salat subuh seperti biasa.
Dalam hal ini, Buya Yahya membahas juga terkait hari adat haid (hari kebiasaan haid) seorang perempuan setiap bulannya. Jika seorang perempuan biasanya haid selama 7 hari, lalu pada hari ke 6 darah sudah berhenti, jika masih ragu-ragu, maka boleh menunggu dan menunda bersuci hingga hari ke 7 sesuai hari adat haid.
Dengan catatan jika dalam masa menunda bersuci tersebut sudah tidak ada darah atau flek darah yang keluar, maka wajib mengganti atau qadha salat yang terlewat. Jika konsekuensinya tetap pada mengganti salat yang terlewat, maka lebih baik ketika darah sudah berhenti, hendaknya segera bersuci dan menjalankan salat dan ibadah lainnya lagi.
Ancaman bagi Orang yang Menunda Bersuci
Tentunya, menunda suci haid tidak boleh hanya karena sekadar malas untuk kembali beribadah. Atau bahkan menjadikan kondisi junub (belum bersuci) sebagai alasan untuk mangkir dari salat. Sebab jika ada salat yang terlewat; apalagi dengan sengaja, maka seorang muslim berdosa hingga dan memiliki kewajiban mengganti salatnya.
Satu hal yang perlu diingat agar tidak menunda-nunda bersuci adalah Qs. Al-Ma’un ayat 4-5 :
فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّيْنَۙ ۴ الَّذِيْنَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُوْنَۙ۵
“Maka celakalah bagi orang-orang yang salat; yaitu orang yang lalai terhadap salatnya”
Ayat di atas jelas menegaskan ancaman bagi seorang yang melalaikan salat. Sebagai seorang muslimah, bisa menjalankan ibadah seharusnya menjadi sebuah kenikmatan. Sehingga jika tidak ada kedaruratan tertentu, sebaiknya tidak menunda-nunda untuk bersuci. Segera bersuci dari haid dan segera melaksanakan salat adalah salah satu bentuk seorang muslimah menghindar dari ‘melalaikan’ salat.
