Ikuti Kami

Kajian

Mengenal Kesetaraan Gender Perspektif Yin dan Yang melalui Pemikiran Sachiko Murata

ajarkan kesetaraan laki-laki perempuan
http://www.lppslh.or.id/

BincangMuslimah.Com – Sampai sejauh ini, pemahaman tentang kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan masih banyak dipertentangkan oleh beberapa orang yang menganggap bahwa feminisme merupakan ladang bagi perempuan pecinta kebebasan, menjadi benih berkembangnya seks bebas, sebab tidak sejalan dengan ajaran agama Islam. Hal itu menjadi wajar dijadikan framing bagi beberapa golongan dalam upaya menumbuhkan sikap anti feminism dari kalangan yang fobia terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, apalagi ketika istilah “feminisme” berasal dari barat.

Sempat disinggung pada tulisan sebelumnya, bahwa feminis muslim menjadikan agama Islam sebagai patokan dalam melakukan kegiatan-kegiatan yang sifatnya memperjuangkan hak, serta atas dasar kemanusiaan. Tentu, hal itu menjadi keharusan yang tercantum dalam ajaran Islam untuk menegakkan keadilan dalam upaya memanusiakan manusia.

Apalagi perjuangan Nabi Muhammad SAW dalam persoalan hak-hak perempuan dan kemanusiaan tidak bisa ragukan. Membela hak perempuan yang diperbudak, memberikan kesempatan bagi perempuan untuk belajar, serta membela kaum tertindas menjadi bagian dari perjuangan Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul terakhir. Meski pada saat itu, kita belum mengenal istilah “ feminisme”, praktif yang diajarkan oleh Rasulullah SAW bisa menjadi bahan refleksi untuk sebuah perjuangan.

Sejalan dengan pemikiran tersebut, Sachito Murata, penulis perempuan yang berasal dari Jepang. Tercatat sebagai seorang perempuan non muslim pertama yang mendaftar masuk Fakultas Teologi dalam Program Yurispundensi (fiqh), dan berkesempatan secara langsung mempelajari hukum Islam dari beberapa otoritas terkemuka dibidangnya, diantaranya: Sayyid Hassan Iftikharzada Sabziwari, seorang ulama terdidik dalam bidang metodologi tradisional yang membantunya mengkaji beberapa teks tersulit dari Yurisprudensi (Fiqh dan prinsip-prinsip Yurisprudensi (Ushul Fiqh). Lewat Profesor Abu al- Toshihiko Izutsu sebagai pembimbingnya, Sachiko Murata berhasil menerjemahkan teks klasik abad ke-10 H / 16 M, tentang prinsip-prinsip Yurispundensi, ke dalam bahasa Jepang.

Baca Juga:  RUU PKS akan Dihapus dari Prolegnas 2020, Ini Respon Kalis Mardiasih

Dalam fase kehidupannya yang semangat mempelajari ajaran Islam, khususnya tentang kesetaraan gender, Sachiko murata mencoba menganalisis relasi gender melalui teori Kosmologi dan Teologi dalam Islam (mirip dengan teori kosmologi Cina yakni Yin dan Yang) dengan mengedepankan dengan teori emansipasinya Plotenus yaitu: mengungkapkan apa makna Kesatuan, makna Dualitas yang berasal dari Kesatuan dan dari dualitas menjadi kesatuan kembali.

Konsep dasar dalam pendekatan kosmos atau alam (penjelasan dari alam semesta) yang diejawantahkan Sachiko Murata, adalah dengan memunculkan statement bahwa semua yang diciptakan Tuhan di alam semesta ini berpasang-pasangan. Hal itu berlandaskan firman Allah QS. Ad-Dzariyat ayat 49.

Tuhan menciptakan bumi dan langit, air dan api, laki-laki dan perempuan. Hal itu semata-mata untuk menjadikan kita pelajaran bahwa keduanya saling membutuhkan antar yang satu dengan lain. Kelebihan dan kekurangan dalam konteks relasi laki-laki dan perempuan, menjadi bahan refleksi bagi kita bahwa kekuatan seperior dan inferior itu tidak bisa dijadikan patokan untuk setiap kehidupan. Ada beberapa fase dimana laki-laki superior, sebaliknya di fase yang lain, perempuan menjadi inferior. Sehingga keduanya saling mengisi satu sama lain.

Pendekatan yang dipakai untuk menjelaskan relasi gender, kadang-kadang terpengaruh oleh pemikiran Cina ajaran Taoisme (kosmologi alam) dalam Asia Timur. Dalam kosmologi Cina menjelaskan alam semesta dalam batasan lain dalam keselarasan alam semesta berubah setiap saat. Yin menginterpretasikan segala sesuatu yang bersifat lembut, pasif, dan interior, ia berwarna gelap, bertemperatur dingin dan bergerak ke bawah dimana unsur Yin adalah cair (yang selalu ditegaskan dalam Thaotching, air selalu mencari daratan yang lebih rendah).

Yin berkaitan dengan immaterial bumi dan nama-nama keindahan seperti: Jamal, Luthf, Rahmah. Sedangkan Yang menginterpretasikan sesuatu yang bersifat kuasa, aktif, ia berwarna putih, tinggi, dan meluas. Yang juga mengacu pada immateri dan energi dimana unsur Yang adalah api dan panas (nama-nama Keagungan Jamal, Qahr, Ghadab). Taoisme sering memperlakukan Yin lebih baik dari Yang, namun keduanya pada akhirnya termanifestasi melalui lingkaran kehidupan.

Baca Juga:  Relasi Muslim dan Non Muslim Menurut Syekh Yusuf Al-Qardhawi

Dalam toeri tersebut, “Tao” adalah Tuhan (Zat yang Esa menunjukkan makna kesatuan). Tao menciptakan kosmos ini dengan dua kualitas atau dualitas yaitu kualitas feminim (yin) dan kualitas maskulin (yang). Tuhan memiliki sifat Maskulin dan Feminim yang dipancarkan pada setiap manusia, baik lak-laki maupun perempuan yang dimanifestasikan melalui 99 nama Allah (Asmaulhusna).

Kita memahami bahwa perempuan yang dimanifestasikan dengan Yin karena kualitas feminism, sedangkan laki-laki dimanifestasikan dengan Yang karena kualitas maskulin merupakan manifestasi dari Tuhan sebagai sang pencipta. Keduanya memiliki potensi yang sama, memiliki kesempatan untuk memberdayakan dirinya dengan segala upaya dan cara yang dimiliki. Namun, akibat konstruk sosial yang terjadi di masyarakat, maka Yang lebih superioritas dibandingkan dengan Yin. Padahal, Tuhan menciptakan keduanya untuk bertakwa kepadaNya. Hanya takwa yang bisa jadi pembeda diantara keduanya.

Oleh karena itu, harus memunculkan relasi yang harmonis dengan tidak memuliakan salah satu dari keduanya, tetapi memuliakan keharmonisannya dengan menganggap sama derajat pria dan wanita. Relasi derajat yang sama tersebut menggambarkan kesetaraan gender, dimana kualitas manusia sama di hadapan Tuhan, yang membedakannya adalah tingkat ketaqwaan dan pengakuan ke-Esaan terhadap Allah, karena tidak ada Tuhan selain Allah (tauhid).

Rekomendasi

Resensi Buku Feminisme Muslim di Indonesia

Hubungan Gender dan Tafsir Agama Menurut Quraish Shihab

kartini sikap kritis beragama kartini sikap kritis beragama

Kartini dan Upaya Memperjuangkan Emansipasi

saras dewi gender lingkungan saras dewi gender lingkungan

Saras Dewi, Penulis Kesetaran Gender dan Lingkungan

Ditulis oleh

Mahasiswi Universitas Gajah Mada yang berasal dari Sampang, Madura. Saat ini tergabung dalam Komunitas Puan Menulis

Komentari

Komentari

Terbaru

Berbuat Baik terhadap Non-Muslim dalam Prinsip al-Quran

Muslimah Daily

Istri Menafkahi Suami, Dapatkah Pahala?

Muslimah Daily

Talak Menurut Hukum Islam atau Hukum Negara, Mana yang Berlaku??

Kajian

Ngidam, Haruskah Selalu Dipenuhi? Ngidam, Haruskah Selalu Dipenuhi?

Ngidam, Haruskah Selalu Dipenuhi?

Keluarga

Cara Mengatasi Orang yang Nyinyir Menurut Imam Syafi’i

Muslimah Daily

Menilik Hak Politik Penyandang Disabilitas dalam Pemilu

Kajian

Na’ilah Hasyim Sabri, Mufassir Perempuan Asal Palestina

Muslimah Talk

Pernikahan Mencegah Zina Pernikahan Mencegah Zina

Quraish Shihab: Pernikahan Anak Usia Dini Bukan Cara Bijak Mencegah Zina

Khazanah

Trending

Talak Menurut Hukum Islam atau Hukum Negara, Mana yang Berlaku??

Kajian

Baayun Maulud, Budaya Masyarakat Banjar saat Memperingati Hari Kelahiran Nabi

Kajian

Murtadha Muthahhari: Perempuan Butuh Kesetaraan, Bukan Keseragaman

Kajian

Khalil Gibran dan Cintanya yang Abadi

Diari

pembelaan al-Qur'an terhadap perempuan, Fathimah dari Nisyapur: Ahli Makrifat Terbesar   pembelaan al-Qur'an terhadap perempuan, Fathimah dari Nisyapur: Ahli Makrifat Terbesar  

Perempuan dalam Perspektif Filsafat Islam

Kajian

suami suara tuhan suami suara tuhan

Pengertian Keluarga Sakinah dan Makna Perkawinan dalam Islam

Keluarga

Cara Mengatasi Orang yang Nyinyir Menurut Imam Syafi’i

Muslimah Daily

Istri Menafkahi Suami, Dapatkah Pahala?

Muslimah Daily

Connect