BincangMuslimah.com – Islam adalah agama yang mulia dan memuliakan perempuan. Banyak ayat-ayat Alquran dan hadis-hadis Nabi saw yang menyebutkan tentang kemuliaan perempuan. Namun, terkadang kita menemukan ada hadis-hadis Nabi saw yang secara tekstual memberikan kesan misoginis atau tidak ramah perempuan. Salah satunya adalah hadis yang di dalamnya menyebutkan bahwa perempuan adalah pembawa sial. Lantas apakah benar Nabi saw mendiskriminasi perempuan melalui hadisnya? Mari simak artikel ini sampai tuntas.
Hadis Kesialan Ada pada Tiga Perkara
Ada beberapa kitab induk hadis yang menyebutkan hadis perempuan termasuk dalam tiga perkara pembawa sial. Imam al-Bukhari menyebutkan hadis ini secara berulang dalam Sahihnya, salah satunya ada pada kitab al-Jihad wa as-Siyar, bab Maa Yudzkaru min Syu’mi al-Faras (bab Penjelasan tentang Kesialan Kuda):
أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّمَا الشُّؤْمُ فِي ثَلَاثَةٍ فِي الْفَرَسِ وَالْمَرْأَةِ وَالدَّارِ
Artinya: Abdullah bin Umar ra berkata, aku mendengar Nabi saw bersabda, “Sesungguhnya kesialan ada pada tiga hal, pada kuda, wanita dan tempat tinggal”. (H.R. al-Bukhari)
Di lain tempat, Imam al-Bukhari juga menyebutkan hadis serupa dengan sedikit perbedaan redaksi. Yaitu dalam kitab an-Nikah, bab Maa Yuttaqa min Syu’mi al-Mar’ah:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ قَالَ: الشُّؤْمُ فِي الْمَرْأَةِ، وَالدَّارِ، وَالْفَرَسِ
Artinya: “Dari Abdullah bin Umar, bahwasannya Rasulullah saw bersabda: “Adakalanya kesialan itu ada pada wanita, rumah, dan juga kuda.” (H.R. al-Bukhari)
Selain Imam al-Bukhari, para Imam al-Kutub as-Sittah seperti Imam Muslim, Imam at-Tirmidzi, dan Imam an-Nasai juga mencantumkannya dalam kitabnya masing-masing dengan redaksi yang hampir sama. Jadi hadis yang terkesan misoginis ini memang diriwayatkan dalam kitab-kitab induk hadis.
Abu Hurairah Salah Memahami Hadis
Al-Asqalani dalam Syarh Fath al-Bari menyebutkan komentar Ibunda Aisyah ra terhadap hadis الشُّؤْمُ فِي ثَلَاثَةٍ yang diriwayatkan dari Abu Hurairah. Riwayat ini terdapat dalam Musnad milik Abu Dawud at-Thayalisi dari Makhul. Dalam riwayat tersebut dituturkan bahwa menurut Aisyah, Abu Hurairah tidak mendengar hadis tersebut secara lengkap. Hadis yang dikehendaki Rasulullah saw adalah:
قَاتَلَ اللهُ اليَهُوْدَ يَقُوْلُوْنَ الشؤم فِي ثَلَاثَةٍ
Artinya: “Allah memerangi kaum Yahudi yang mengatakan kesialan ada pada tiga perkara.”
Namun, Abu Hurairah hanya mendengar potongan terakhir dari ucapan Nabi tersebut. Sehingga pemahamannya tidak komprehensif. Akan tetapi, menurut al-Asqalani riwayat dari Makhul ini statusnya munqathi (terputus) sebab Makhul diragukan bertemu dengan Aisyah. (Lihat Fath al-Bari, jilid 6, kitab al-Jihad wa as-Siyar (56) bab 47, hadis no. 2858, cetakan Darul Hadis, h.71)
Maksud Hadis Kesialan Ada pada Tiga Perkara
Ada beberapa perspektif yang dijabarkan Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Syarh Fath al-Bari. Pertama, ia menukil pendapat Abdurrazaq dalam Mushannaf-nya bahwa penafsiran dari kesialan pada wanita adalah apabila ia mandul, kesialan pada kuda adalah apabila tidak bisa digunakan berperang, dan kesialan tempat tinggal adalah apabila memiliki tetangga yang tidak baik.
Kedua, al-Asqalani menukil dari Ibnu al-Arabi bahwa kesialan pada tiga perkara di atas bukanlah penyandaran terhadap zat perkara itu sendiri, melainkan sebab budaya yang mengakar pada masa itu. Masyarakat Arab saat itu percaya pada thiyarah, yakni nasib sial karena sesuatu. Maka, makna yang terkandung dalam hadis tersebut adalah kebolehan meninggalkan rumah, wanita, dan kuda apabila merasa tidak nyaman atau tidak cocok dan menggantinya dengan yang lain, agar hatinya tenang dan tidak terganggu oleh perasaan sial.
Adapun rumah, wanita, dan kuda yang dimaksud dalam hadis ini adalah rumah yang sempit, gelap, atau buruk tetangganya; wanita yang mandul, tidak saleh, atau tidak setia; dan kuda yang lemah, nakal, atau tidak bisa digunakan untuk berperang. (Lihat Fath al-Bari, jilid 6, kitab al-Jihad wa as-Siyar (56) bab 47, hadis no. 2858, cetakan Darul Hadis, h.70-73).
Ibnu Abdil Bar mengatakan bahwa hadis di atas telah di-naskh oleh ayat Q.S. Al-Hadid [57]: 22,
مَاۤ اَصَابَ مِنۡ مُّصِيۡبَةٍ فِى الۡاَرۡضِ وَلَا فِىۡۤ اَنۡفُسِكُمۡ اِلَّا فِىۡ كِتٰبٍ مِّنۡ قَبۡلِ اَنۡ نَّبۡـرَاَهَا ؕ اِنَّ ذٰ لِكَ عَلَى اللّٰهِ يَسِيۡرٌ (٢٢)
Artinya: “Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuz) sebelum Kami mewujudkannya. Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah.”
Dengan demikian, menurutnya makna hadis tersebut tidak berlaku lagi. Selain itu ada juga hadis dari Said bin Abi Waqas yang menyatakan bahwa wanita, tempat tinggal, dan kendaraan dapat mendatangkan keberkahan:
مِنْ سَعَادَةِ المَرْءِ المَرْأَةُ الصالحةُ والمَسْكَنُ الصالِحُ والمَرْكَبُ الهَنِيْءُ. ومِن شَقَاوَةِ المَرْءِ المرأةُ السُوْءُ والمَسْكَنُ السُوْءُ والمَرْكَبُ السُوْءُ
Artinya: “Di antara kebahagiaan anak Adam adalah istri yang salihah, tempat tinggal yang baik dan kendaraan yang baik. Sedangkan di antara kesengsaraan anak Adam adalah istri yang berakhlak buruk, tempat tinggal yang buruk dan kendaraan yang buruk.” (H.R. Ahmad)
Jadi, kesialan pada tiga perkara di atas bukanlah hal yang mutlak. Karena sejatinya, segala sesuatu bisa mendatangkan kebaikan dan keburukan. Dengan demikian, maka hadis ini bukanlah dalil bahwa perempuan pembawa sial dan tidak bermaksud mendiskriminasi perempuan. Akan tetapi, hadis ini adalah dalil untuk memberi kelonggaran dan kemudahan kepada orang yang merasa terganggu atau tersakiti oleh sesuatu yang dimilikinya, agar ia bisa mengubahnya dengan yang lebih baik atau lebih sesuai dengan keadaannya, tanpa harus merasa bersalah atau berdosa.
Wallahu’alam.