Ikuti Kami

Kajian

Hukum Menjual Barang Orang Lain

Hukum Menggadaikan Barang Pinjaman
www.freepik.com

BincangMuslimah.Com- Sudah kita ketahui bersama, uang memiliki peran penting dalam memenuhi kebutuhan manusia. Mulai dari lahir hingga meninggal, rasanya tidak ada aktivitas yang tidak terikat dengan uang. Banyak hal yang bisa dilakukan untuk mendapatkan pundi-pundi rupiah, salah satunya adalah berdagang atau jual beli. Agama Islam telah mengemas dan mengatur hal ini dengan sedemikian apiknya. Dalam pembahasan kitab kuning, para ulama fikih mengkodifikasikan pembahasan yang berkenaan dengan transaksi menjadi bab tersendiri, yakni bab muamalah.

Imam Abu Bakar Syatha Ad-Dimyati dalam kitabnya I’anah At-Thalibin menjelaskan bahwa tujuan muamalah di sini sama halnya ibadah, yakni meraih akhirat. Dengan demikian, ketika rumus telah merancang rumus muamalah dengan sebegitu epik dengan tujuan ukhrawi, sudah pasti jika tidak mengikuti rumus tersebut, tujuan ukhrawi tidak dapat tercapai. Terlebih transaksi yang telah dilakukan tidak disahkan oleh syariat.

Dalam jual beli, salah satu rumus yang telah ditetapkan adalah seorang penjual harus memiliki kekuasaan baik berupa kepemilikan, perwalian atau perwakilan atas komoditas yang diperdagangkan. Mirisnya, masih acap menemukan beberapa penjual yang menjual komoditas bukan miliknya. Seperti di pasar maling yang identik menjual barang hasil curian -meskipun tidak bisa megeneralisasi bahwa semua pedagang menjual barang orang lain-.

Hukum Menjual Barang Orang Lain

Dalam ilmu fikih, menjual barang orang lain memiliki istilah berupa Bai’ Al-Fudhuli. Dalam permasalahan ini, Imam As-Syafi’i memiliki dua sudut pandang yang berbeda. Fatwa  beliau saat di Baghdad yang kita kenal dengan qoul qodim, menyatakan bahwa tidak langsung menganggap transaksi ini batal melainkan mauquf atau berhenti (tidak sah atau batal). Hal ini sebagaimana Imam Nawawi menyampaikan dalam kitabnya:

Baca Juga:  Riffat Hassan: Perintah Berjilbab Tidak Bisa Dijadikan Alasan Domestikasi Perempuan

وَفِيْ القَدِيْمِ مَوْقُوْفٌ إِنْ أَجَازَ مَالِكُهُ نَفَذَ وَإِلَّا فَلَا

 Artinya: menurut pendapat qodim Imam As-syafi’i, menjual barang orang lain hukumnya mauquf, ketika orang yang memiliki komoditas tersebut memperbolehkan, maka transaksi tersebut sah, jika tidak, maka batal. “Imam Nawawi, Minhaj At-Thalibin halaman 95”

Sedangkan fatwa beliau saat berada di Mesir yang beristilah qoul jadid menganggap transaksi tersebut tidak sah. Pendapat ini berlandaskan hadis nabi yang berbunyi;

«لَا بَيْعَ إلَّا فِيمَا تَمْلِكُ»

Artinya: Tidak ada jual beli kecuali pada komoditas yang dimiliki oleh penjual.

Mengikuti pendapat jadid, ketidak absahan ini tidak hanya terjadi dengan penjualan  komoditas yang tidak dimiliki saja saja, melainkan juga membelinya. Imam Syamsuddin Ar-Ramli menjelaskan sebagai berikut;

(فَبَيْعُ الْفُضُولِيِّ) وَشِرَاؤُهُ وَسَائِرُ عُقُودِهِ فِي عَيْنٍ لِغَيْرِهِ أَوْ فِي ذِمَّةِ غَيْرِهِ كَقَوْلِهِ اشْتَرَيْت لَهُ كَذَا بِأَلْفٍ فِي ذِمَّتِهِ وَهُوَ مَنْ لَيْسَ بِوَكِيلٍ وَلَا وَلِيٍّ لِلْمَالِكِ (بَاطِلٌ)

Artinya: Menjual atau membeli barang orang lain dan jenis transaksi lainnya bila menggunakan barang orang lain atau membelinya dengan tanggungan mengatas namakan orang lain, seperti contoh seseorang membeli barang ini untuk Zaid seharga 1000 yang akan menjadi tanggungan Zaid dengan kondisi orang tersebut bukan merupakan wakil atau wali dari Zaid, maka hukumnya batal. “Syamsuddin Ar-Ramli, Nihayah Al-Muhtaj juz 3 halaman 403”

Keabsahan Menjual Komoditas Orang Lain

Dalam beberapa permasalahan, bisa saja mengabsahkan penjualan komoditas. Seperit pada permasalahan seorang anak menjual harta warisan dengan dugaan orang tuanya masih hidup. Namun, pada faktanya orang tua dari orang tersebut telah meninggal. Contoh lain ketika seseorang menjual barang orang lain dan ternyata dia telah mendapat izin untuk menjual barang tersebut sebelum melakukan transaksi. Dalam permasalahan seperti ini, menganggap transaksi ini sah karena pada kenyataannya orang tersebut menjual dengan dasar kekuasaan. Permasalahan ini tercakup dalam kaidah yang berbunyi;

Baca Juga:  Beberapa Cara Agar Terhindar dari Sikap Fanatik Menurut Alquran

لان الاعتبار في العقود بما في نفس الامر، لا بما في ظن المكلف

Artinya: Peninjauan pada permasalahan transaksi berkutat pada realitanya, bukan pada praduga yang dilakukan oleh mukalaf. “Abu Bakar Syattha, I’anah At-Tholibin juz 3 hal 12”

Sekedar mempertegas keterangan di atas, pada permasalahan transaksi yang menjadi titik tekan adalah realita buka prasangka. Maka ketika mengira menjual tanpa adanya kekuasaan, dan pada kenyataan orang yang memiliki barang telah memberikan kekuasaan, maka transaksi tersebut tetap berlaku. Karena yang menjadi pertimbangan adalah realita bukan prasangka.

Oleh: Siti Sariroh

Rekomendasi

Ditulis oleh

Komentari

Komentari

Terbaru

Konferensi Pemikiran Gus Dur Perdana, Hadirkan Pramono Anung, Mahfud MD, dan Sinta Nuriyah Konferensi Pemikiran Gus Dur Perdana, Hadirkan Pramono Anung, Mahfud MD, dan Sinta Nuriyah

Konferensi Pemikiran Gus Dur Perdana, Hadirkan Pramono Anung, Mahfud MD, dan Sinta Nuriyah

Berita

Benarkah Perayaan Maulid Nabi Bid’ah? Benarkah Perayaan Maulid Nabi Bid’ah?

Benarkah Perayaan Maulid Nabi Bid’ah?

Kajian

Jangan Sampai Terlewat! El-Bukhari Kembali Membuka Pendaftaran Sekolah Hadis 2025 Jangan Sampai Terlewat! El-Bukhari Kembali Membuka Pendaftaran Sekolah Hadis 2025

Jangan Sampai Terlewat! El-Bukhari Kembali Membuka Pendaftaran Sekolah Hadis 2025

Berita

Pasangan Bukan Tempat Rehabilitasi: Mengapa Hubungan Tidak Bisa Menggantikan Proses Pemulihan Diri Pasangan Bukan Tempat Rehabilitasi: Mengapa Hubungan Tidak Bisa Menggantikan Proses Pemulihan Diri

Pasangan Bukan Tempat Rehabilitasi: Mengapa Hubungan Tidak Bisa Menggantikan Proses Pemulihan Diri

Keluarga

Hak-Hak Anak Yang Harus Dipenuhi Orang Tua Menurut Imam Ghazali Hak-Hak Anak Yang Harus Dipenuhi Orang Tua Menurut Imam Ghazali

Hak-Hak Anak yang Harus Dipenuhi Orang Tua Menurut Imam Ghazali

Keluarga

Bagaimana Hukum Salat Pakai Sarung Tangan bagi Perempuan Bagaimana Hukum Salat Pakai Sarung Tangan bagi Perempuan

Bagaimana Hukum Salat Pakai Sarung Tangan bagi Perempuan

Ibadah

Raya, Balita Sukabumi yang Tak Selamat Karena Cacingan Akut: Saat Kemiskinan Mengalahkan Hak Hidup Anak Raya, Balita Sukabumi yang Tak Selamat Karena Cacingan Akut: Saat Kemiskinan Mengalahkan Hak Hidup Anak

Raya, Balita Sukabumi yang Tak Selamat Karena Cacingan Akut: Saat Kemiskinan Mengalahkan Hak Hidup Anak

Muslimah Talk

Benarkah Islam Agama yang Menganjurkan Monogami?

Kajian

Trending

Doa yang Diajarkan Nabi kepada Abu Bakar untuk Diamalkan Sehari-hari

Ibadah

Benarkah Islam Agama yang Menganjurkan Monogami?

Kajian

Rahmah El-Yunusiyah: Pahlawan yang Memperjuangkan Kesetaraan Pendidikan Bagi Perempuan

Muslimah Talk

Benarkah Perayaan Maulid Nabi Bid’ah? Benarkah Perayaan Maulid Nabi Bid’ah?

Benarkah Perayaan Maulid Nabi Bid’ah?

Kajian

Kenapa Harus Hanya Perempuan yang Tidak Boleh Menampilkan Foto Profil?

Diari

maria ulfah kemerdekaan indonesia maria ulfah kemerdekaan indonesia

Maria Ulfah dan Kiprahnya untuk Kemerdekaan Indonesia

Khazanah

Dunia Membutuhkan Sains dan Sains Membutuhkan Perempuan

Muslimah Daily

Nor “Phoenix” Diana: Gadis Pemalu Menjadi Pegulat Berhijab Pertama di Dunia Nor “Phoenix” Diana: Gadis Pemalu Menjadi Pegulat Berhijab Pertama di Dunia

Nor “Phoenix” Diana: Gadis Pemalu Menjadi Pegulat Berhijab Pertama di Dunia

Muslimah Talk

Connect