BincangMuslimah.Com – Kodrat seorang wanita ketika menjadi istri adalah mengandung, melahirkan, dan menyusui anaknya. Lalu bagaimana hukumnya seorang istri yang meminta upah menyusui anaknya kepada suaminya?
Syekh Ali Jum’ah, salah satu ulama yang menjadi mufti Al-Azhar Kairo Mesir di dalam kitab Fatawa Ashriyah telah menjawab hal ini. Beliau mengatakan bahwa seorang istri mengerjakan tugas-tugas rumah tangga seperti menyusui anak dan merawatnya, melayani suami, dan menjaga rumah merupakan tradisi yang biasa dipraktikkan oleh semua istri di dunia ini, dari dulu hingga sekarang. Semua itu mereka kerjakan tanpa upah.
Sedangkan masalah upah atas semua yang dikerjakan oleh istri tersebut menurut Syekh Ali Jum’ah adalah hal yang tidak dikenal atau dipraktikkan oleh kalangan salafus shalih. Namun hal ini dilihat dari sisi realitas kehidupan masyarakat Muslim.
Adapun dari sisi hukum fiqih, Syekh Ali Jum’ah menjelaskan bahwa beberapa fuqaha’ berpendapat sang istri berhak menerima upah dari menyusui anaknya karena menyusui anak bukan kewajibannya. Bahkan, dia berhak menolak menyusui anaknya sehingga suami mesti memberi perempuan lain upah untuk menyusui anaknya.
Namun, beberapa fuqaha’ lainnya berpendapat bahwa sang istri wajib menyusui anaknya. Pendapat ini didasarkan pada firman Allah Swt. “Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anaknya selama dua tahun penuh.” (Q.S. Al-Baqarah/2: 233).
Secara umum, menurut Syekh Ali Jum’ah kaum Muslim hendaknya tidak perlu memperdebatkan masalah ini berlarut-larut, karena toh para fuqaha’ masih berbeda pendapat dalam memandangnya. Jika seorang ibu menyusui anaknya, menjaga rumahnya, dan melayani suaminya, maka insya Allah, Allah akan membalasnya dengan kebaikan dan memberinya pahala.
Selain itu, kasih sayang antara dirinya dan suami akan semakin awet dan rumah tangganya akan bertambah harmonis. Lalu, bagi sang suami, hendaknya dia memuji dan berterimakasih kepada istrinya atas hal tersebut, mempergauli istrinya dengan baik, menerima maafnya dan seterusnya.
Hanya saja, lanjut Syekh Ali Jum’ah jika keduanya sudah dalam keadaan pisah (cerai) atau sedang dalam proses perceraian di pengadilan, sang suami wajib memberi istrinya upah menyusui sekaligus nafkah. Wa Allahu A’lam bis Shawab.
Berdasarkan keterangan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa sebagian fuqaha’ berpendapat boleh bagi istri meminta upah menyusui kepada suaminya. Namun sebagian lainnya beranggapan bahwa menyusui adalah kewajiban bagi istri, sehingga tidak boleh baginya meminta upah. Sedangkan menurut Syekh Ali Jum’ah, seorang istri itu berhak dan wajib diberi upah menyusui ketika dicerai suaminya.
(Diolah dari buku Baiti Jannati: Jawaban Menuju Rumah Tangga Sakinah, terjemahan dari kitab Fatawa Ashriyah Dr. Ali Jum’ah, Mufti Al-Azhar, halaman 23-24.)
*Artikel ini pernah dimuat BincangSyariah.Com