BincangMuslimah.Com – Menghadiri resepsi pernikahan hukumnya wajib, sebagian ulama mengatakan sunnah. Berdasarkan hadis shahih riwayat Bukhari dan Muslim:
إذَا دُعِيَ أَحَدُكُمْ إلَى الْوَلِيمَةِ فَلْيَأْتِهَا
Artinya: Apabila salah satu dari kalian diundang ke walimah maka penuhilah undangan tersebut. (HR. Bukhari)
Begitu juga tekhs hadis lain menyebutkan.
شَرُّ الطَّعَامِ طَعَامُ الْوَلِيمَةِ يُدْعَى لَهَا الْأَغْنِيَاءُ وَتُتْرَكُ الْفُقَرَاءُ ، وَمَنْ لَمْ يُجِبْ الدَّعْوَةَ فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَرَسُولَهُ
Artinya: seburuk-buruknya makanan adalah makanan yang berada dalam pesta pernikahan dan di dalamnya diundang orang kaya sedangkan orang fakir ditinggalkan. Dan barang siapa yang tidak memenuhi undangan maka ia telah melakukan maksiat kepada Allah dan Rasulnya.
Dalam Mughni al-Muhtaj disebutkan bahwa sebagian ulama mengatakan, memenuhi undangan pernikahan hukumnya fardhu kifayah, artinya kewajibannya dilimpahkan kepada sebagian kelompok masyarakat saja bukan tiap individu. Sebagian ada pula yang mengatakan bahwa menghadiri undangan pernikahan hukumnya sunnah tapi pendapat ini sedikit diikuti. Karena tujuan dari resepsi adalah untuk mensyiarkan pernikahan agar masyarakat tahu bahwa kedua pasangan telah sah sehingga tidak timbul tuduhan dan fitnah.
Namun bagaimana jika yang mengundang adalah orang non muslim? Terutama bagi warga perkotaan yang memiliki lingkaran pertemanan di dunia kerja. Seringkali terdapat orang non muslim di dalamnya. Kemudian saat memiliki hajat pernikahan, mereka mengundang rekan-rekan kerjanya termasuk yang muslim.
Syek Khatib Syirbini dalam Mughni al-Muhtaj pun mengemukakakan tidak wajibnya memenuhi undangan non-muslim karena dikhawatirkan terdapat makanan yang tidak halal dan tercampur dengan makanan halal lainnya.
فَلَوْ كَانَ كَافِرًا لَمْ تَجِبْ إجَابَتُهُ لِانْتِفَاءِ طَلَبِ الْمَوَدَّةِ مَعَهُ ، وَلِأَنَّهُ يُسْتَقْذَرُ طَعَامُهُ لِاحْتِمَالِ نَجَاسَتِهِ وَفَسَادِ تَصَرُّفِهِ
Artinya: jika seseorang yang mengundang adalah orang -non muslim maka tidak wajib untuk memenuhi undangan tersebut dikarenakan tidak ada unsur kedekatan (tali kasih) dengannya, dan khawatir tidak steril dari najis dan keharaman yang bukan sebab zatnya (seperti nafkah dari hasil perbuatan haram).
Namun jika memang tidak khawatir akan adanya makanan yang haram atau bercampur dengan yang haram maka diperbolehkan untuk hadir. Karena kita tinggal di negara mayoritas muslim maka biasanya non-muslim akan memberikan sajian khusus dengan wadah yang berbeda pula dari makanan yang tidak diperbolehkan untuk dikonsumsi oleh muslim. Wallahu a’lam bisshowaab.