BincangMuslimah.Com – Utang-piutang adalah salah satu bentuk muamalah yang diperbolehkan bahkan disunnahkan oleh syariat. Karena di dalam kegiatan ini terdapat unsur saling tolong-menolong dan mengurangi kesulitan orang yang membutuhkan.
Dalam literatur fikih, utang piutang disebut sebagai qardh. Qardh adalah memberikan utang kepada orang lain yang kemudian harus dilunasi pada saat jatuh tempo. Namun, beberapa kondisi menyebabkan pengutang tidak bisa melunasinya. Baik karena tidak mampu membayar atau bahkan enggan membayar utang dengan sengaja.
Utang Wajib Dibayar
Utang adalah tanggungan yang wajib dibayar. Bahkan, jika orang yang berutang meninggal dunia sebelum melunasi utangnya, ahli warislah wajib melunasi utang tersebut. Pelunasan ini bisa diambil dari harta warisan atau harta ahli waris sendiri jika harta yang ditinggalkan tidak cukup untuk melunasi.
Ketika utang tersebut tidak dilunasi, akan ada konsekuensi yang harus ditanggung oleh orang yang berutang. Namun, alasan orang tidak membayar utang berbeda. Itu juga akan memengaruhi konsekuensi yang akan diterima.
Untuk orang yang benar-benar tidak mampu membayar utang, ia akan mendapatkan keringanan untuk memperpanjang waktu pembayaran. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam Q.S. Al-Baqarah:[2]: 280,
وَاِنْ كَانَ ذُوْ عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ اِلٰى مَيْسَرَةٍ ۗ وَاَنْ تَصَدَّقُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
Artinya: “Jika dia (orang yang berutang itu) dalam kesulitan, berilah tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Kamu bersedekah (membebaskan utang itu) lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
Ayat ini sejatinya ditujukan kepada orang yang memberikan utang agar memberikan tenggang waktu ketika orang yang berutang tidak mampu melunasi utangnya. Anjuran semacam ini juga membuat orang yang berutang pun mendapat hikmah dari ayat tersebut.
Mengapa demikian? Ketika orang yang berutang belum mampu membayar utangnya, pemberi utang dianjurkan untuk menambah tenggang waktu pelunasan. Kemudian, jika ia membaskan utangnya maka hal tersebut akan dianggap sebagai sedekah.
Ancaman Enggan Membayar Utang
Perlu dibedakan antara orang yang tidak mampu membayar utang dan enggan membayar utang. Orang yang enggan membayar utang akan mendapatkan ancaman atas keteledorannya mengabaikan hak orang lain.
Pertama, jiwa (ruhnya) masih ditangguhkan. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud di dalam kitab Musnad Abi Dawud juz 4, halaman 143, nomor 2512,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ
Artinya: “Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda, jiwa (ruh) orang mukmin digantung sebab utangnya hingga utang tersebut dilunasi.”
Hadis ini menunjukkan bahwa amal ibadah seseorang belum bisa diproses dan masih ditangguhkan hingga urusan utang piutangnya selesai. Karena utang piutang adalah urusan antar manusia yang harus diselesaikan dengan dilunasi kepada manusia.
Kedua, amal kebaikannya akan menjadi kompensasi dari utang yang belum dilunasi. Sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Ibn Majjah di dalam kitab Sunan Ibn Majjah, juz 2, halaman 807, no. 2414,
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ دِينَارٌ أَوْ دِرْهَمٌ قُضِيَ مِنْ حَسَنَاتِهِ، لَيْسَ ثَمَّ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ
Artinya: Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa yang meninggal sedangkan ia masih memiliki tanggungan dinar atau dirham maka akan dilunasi menggunakan amal kebaikannya, (karena) di sana tidak ada dinar dan tidak pula dirham.”
Dari hadis tersebut disebutkan, ketika seseorang belum melunasi utangnya maka di akhirat kelak amal kebaikannya lah yang akan diberikan kepada orang yang memberikan utang. Ini sebagai bentuk pelunasan utangnya semasa di dunia.
Ketiga, pada hari kiamat dianggap sebagai pencuri saat menghadap Allah. Sebagaimana yang disebutkan oleh Abu al-Fada’ al-Bashri di dalam kitab Jami’ ak-Masanid wa al-Sunan al-Hadi juz 4, halaman 324, no. 5362,
عَنِ النَّبِىِّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: أَيُّمَا رَجلٍ يَدِينُ دَيْنًا وهُو يُجْمِعُ أَنْ لَا يُوَفِّيَهُ لَقِى الله سَارِقًا
Artinya: Dari Nabi saw, barang siapa yang berutang sedangkan ia berniat untuk tidak melunasi utang tersebut, maka ia akan menghadap Allah dalam keadaan sebagai pencuri.”
Demikianlah beberapa ancaman bagi orang-orang enggan membayar utang. Oleh karena itu, sudah seharusnya sebagai orang yang berutang untuk melunasi apa yang menjadi hak orang lain agar nantinya tidak termasuk ke dalam golongan orang-orang yang zalim.