BincangMuslimah.Com – Sujud tilawah adalah sujud yang dilakukan apabila mendengar atau membaca ayat-ayat sajdah dalam Alquran. Sujud tilawah hukumnya sunnah. Tapi, jika terhalang melakukan sujud tilawah karena sedang dalam keadaan tidak suci atau lainnya, bisakah sujud tilawah diganti dengan yang lain?
Beberapa ulama berbeda pendapat mengenai ini. Sebagian, terutama kalangan mazhab Syafi’iyyah, salah satunya Syekh Syihabuddin al-Qalyubi dalam Hasyiah ‘ala Syarh al-Mahally Beliau mengatakan sujud tilawah yang tidak bisa dilakukan karena halangan tertentu bisa diganti dengan mengucapkan lafaz tasbih, tahmid, tahlil, dan takbir.
يَقُومُ مَقَامَ السُّجُودِ لِلتِّلاوَةِ أَوْ الشُّكْرِ مَا يَقُومُ مَقَامَ التَّحِيَّةِ لِمَنْ لَمْ يُرِدْ فِعْلَهَا, وَلَوْ مُتَطَهِّرًا، وَهُوَ: سُبْحَانَ اللَّهِ, وَالْحَمْدُ لِلَّهِ, وَلا إلَهَ إلا اللَّهُ, وَاَللَّهُ أَكْبَرُ
Artinya: Hal yang kedudukannya atau derajatnya setara dengan sujud syukur atau tilawah adalah bacaan saat shalat Tahiyyah masjid bagi seseorang yang tidak bisa melakukannya meskipun dalam keadaan suci. Yaitu: Subhanallah wal Hamdulillah wa Laa Ilaaha Illaallaahu wallahu Akbar (Maha Suci Allah, Segala Puji bagi Allah, Tiada Tuhan Selain Allah, dan Allah Maha Besar.
Begitu juga Syekh Abdurrahman al-Jaziri dalam al-Fiqh ‘ala Madzahib al-Arba’ah menyebutkan,
ويقوم مقام سجود التلاوة ما يقوم مقام تحية المسجد فمن لم يرد فعل سجدة التلاوة قرأ : سبحان الله والحمد لله ولا إله إلا الله والله أكبر ولا حول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم أربع مرات فإن ذلك يجزئه عن سجدة التلاوة ولو كان متطهر
Artinya: Hal yang kedudukannya setara dengan sujud tilawah adalah bacaan yang dibaca saat shalat Tahiyyah masjid, maka sesiapa yang tidak melaksanakan sujud tilawah hendaklah membaca Subhanallah wal Hamdulillah wa Laa Ilaaha Illaallaahu wallahu Akbar (Maha Suci Allah, Segala Puji bagi Allah, Tiada Tuhan Selain Allah, dan Allah Maha Besar sebanyak empat kali karena itu cukup untuk menggantikan sujud tilawah walau dalam keadaan suci.
Sedangkan ulama lain, seperti Ibnu Hajar al-Haytami dalam al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubro saat ditanya mengenai keabsaahan pendapat mengenai pengganti bacaan sujud tilawah, beliau berpendapat bahwa hal itu tidak memiliki dasar dan dalil yang kuat.
Ada beberapa alasan Ibnu Hajar al-Haytami membantah pendapat itu. Pertama, tidak ada dalil yang jelas untuk membaca lafaz tersebut sebagai pengganti sujud sahwi. Bahkan makruh hukumnya. Adapun sebagian yang berpendapat bahwa hal tersebut juga berdasarkan pendapat Syekh Nawawi dalam kitabnya, Syarh ar-Rhaud yang mengutip pendapat Imam Ghozali bukanlah dimaksudkan demikian. Bacaan tersebut memang setara keutamaannya dengan dua rakat, tapi tidak bisa dijadikan dalil yang kuat.
Kedua, jika benar Rasulullah melakukan demikian tidaklah ditemukan qiyasnya. Ketiga, bacaan atau lafad tersebut adalah keutamaan dan kekhususan yang hanya didapatkan di dalam shalat Tahiyyat masjid, tidak selainnya.
Maka ulama yang tidak sependapat dengan Ibnu Hajar dan ulama lainnya menggantikan sujud tilawah dengan memberi isyarat berupa menundukkan kepala saja saat mendengar ayat sajdah.
Demikian perbedaan pendapat mengenai adanya atau tidak pengganti sujud tilawah. Tidaklah bermaksud menimbulkan pertikaian dari perbedaan ini, melainkan untuk memupukkan rasa saling menghargai dan menghormati. Wallahu a’lam bisshowab.