BincangMuslimah.Com – “Alhamdulillah kau memilih susu dari pada kharm (minuman keras), kau telah memilih yang fitrah, jika memilih minuman keras (miras) maka umatmu akan tersesat” begitu kata malaikat Jibril setelah menawarkan susu dan miras kepada Nabi Muhammad di malam Isra’.
Malam itu adalah hiburan bagi Nabi Muhammad karena telah melewati tahun yang penuh kesedihan (‘āmu al-huzni) dan berat, ditinggal istri tercinta Sayyidah Khadijah, ditinggal paman terkasih Abu Thalib dan ditolak penduduk Thaif yang pada mereka harapan Nabi pertama kali digantungkan.
Malam itu malaikat Jibril datang pada Nabi dengan seekor Burak (bentuk tubuhnya menyerupai keledai dan kuda) kemudian berjalan dari masjidil Haram ke Baitul Muqadda/Maqdis di Palestina, di sana Nabi salat dua rakaat dan Jibril menyuguhkan dua mangkuk, satu berisi susu dan yang lain berisi miras, dalam riwayat lain tiga mangkuk, air, susu dan miras.
Jibril menghidangkan jamuan itu agar Nabi Muhammad memilih antara keduanya. Nabi meminum susu dan meninggalkan miras. Tawaran ini ditanyakan ulang setelah Nabi sampai di langit ke tujuh/Sidratul Muntaha dan Nabi tetap memilih susu.
Dua penolakan Nabi pada miras dalam cerita Isra Mi’raj, tidak berarti mengharamkan miras sebab miras diharamkan beberapa tahun setelah hijrah ke Madinah. Sementara malam Isra Mi’raj terjadi pada tahun ke sepuluh kenabian (di Makkah), maka penolakan ini bukanlah berdasar pada aturan agama melainkan lebih pada fitrah (naluri) manusia.
Muhammad Al-Hadlramī (930) dalam Hadāikul al-Anwār mengutip alasan Abū Syuhbah tentang susu, susu sebagai simbol dari fitrah/pembawaan dasar manusia karena susu adalah makanan pertama yang dikonsumsi bayi dan menyentuh perutnya, susu adalah makanan yang diracik hanya oleh Allah, ia adalah asupan sempurna yang memenuhi semua unsur yang dibutuhkan tubuh, bahannya lembut, murni, bagus dan segar (labanan khāliṣan sāighan li asy-syāribīn).
Saya tidak sedang promosi susu merk apapun karena susu yang dimaksud dalam hadis itu adalah susu murni bukan buatan manusia. Saya hanya ingin mengatakan bahwa agama Islam adalah agama yang sesuai dengan watak atau sifat asli manusia, maka segala hal yang bertentangan baik itu merugikan, menyakitkan atau bentuk buruk yang lain, bukan bagian dari syariat agama ini.
Sedangkan miras sebaliknya, meski sebagian orang mengatakan minuman ini membuat pikiran tenang tapi itu bersifat sementara, alih-alih menyehatkan tubuh minuman ini justru berbahaya bagi diri secara zahir dan batin.
Alasan pembawaan manusialah yang membuat Nabi memilih susu dari pada khamr, namun penolakannya memiliki hikmah besar yang pada kemudian hari menjadi bagian dari syariat risalah yang ia bawa.
Syihābuddīn dalam Irsyādu as-Sārī mengatakan bahwa khamr adalah induk segala perbuatan keji dan mengundang keburukan yang lain. Mungkin pernah kita dengar, konon ada seorang ulama yang alim nan ahli ibadah, ia tidak pernah melakukan kesalahan syariat. Suatu ketika setan menggodanya untuk memilih antara tiga maksiat; membunuh, zina dan minum khamr, karena kebanyakan ahli surga adalah ia yang bertobat dari kesalahan.
Dengan pertimbangan singkat ia tergoda dan memilih minum khamr, menurutnya zina adalah maksiat besar, pun membunuh termasuk kabāir yang amat keji. Tak dinyana, setelah minum khamr ia linglung dan tergoda memerkosa perempuan penjual khamr. Ketika suaminya datang yang secara sontak menyerang ‘ulama’ itu maka terjadilah maksiat ketiga, ia membunuh. Lengkaplah tiga maksiat yang ditawarkan setan dan itu semua berawal dari minum khamr.
Cerita di atas merupakan bukti bahwa dampak buruk khamr tidak hanya pada pelanggaran agama melainkan terganggunya kesehatan. Khamr disinyalir mengandung alkohol yang dapat menurunkan kesadaran, karenanya perdebatan tentang minuman-minuman keras yang alkoholik dibahas secara panjang lebar oleh ulama fikih sebab sama-sama memabukkan dan memiliki unsur dan pengaruh yang mirip. Baiklah itu sudah dibahas oleh banyak sekali peneliti dan pakarnya.
Khamr atau yang kita sebut minuman keras benar-benar berpengaruh keras pada tubuh. Penelitian yang dilakukan oleh Kementrian Kesehatan RI sekurang-kurangnya minuman jenis ini berdampak 10 keburukan pada kesehatan; 1) Menyebabkan Kerusakan Saraf, 2) Menyebabkan Gangguan Jantung, 3) Mengganggu Sistem Metabolisme Tubuh, 4) Mengganggu Sistem Reproduksi, 5) Menurunkan Kecerdasan, 6) Menyebabkan Kenaikan Berat Badan, 7) Mengganggu Fungsi Hati, 8) Menyebabkan Tekanan Darah Tinggi, 9) Menyebabkan Ketidaknyamanan dalam Tubuh, dan 10) Memperpendek Usia Seseorang.
Melihat segala dampak yang dilahirkan dari minuman jenis itu, insting manusia normal akan menjauh dari meminumnya. Manusia telah dibentuk sedemikian rupa dengan segala perangkat keras dan lunaknya untuk condong pada kebaikan dan menolak keburukan. Ibn Qayyim al-Jauziyah mengatakan bahwa insting ini yang dimaksud dalam ayat
الَّذِيْ خَلَقَ فَسَوَّى وَالَّذِيْ قَدَّرَ فَهَدَى
“Yang menciptakan lalu menyempurnakan, Yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk” (QS. Al-A’lā [87]: 2-3).
Dari kecenderungan bawaan inilah lahir pertimbangan-pertimbangan sesuai kebutuhan masing-masing orang. Maka tak ayal jika Nabi lebih memilih susu dan meninggalkan khamr. Wallāhu a’lam.