Ikuti Kami

Ibadah

Hukum Iktikaf di Masjid Bagi Perempuan

Shalat isya sepertiga malam
Gettyimages.com

BincangMuslimah.Com – Iktikaf adalah berdiam diri di dalam masjid jami’ (masjid yang biasanya digunakan untuk shalat jumat) dengan ketentuan tertentu. Iktikaf berhukum sunnah dalam setiap waktu dan kesempatan. Dan iktikaf sangatlah dianjurkan dilakukan pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadan, karena dimaksudkan untuk mencari malam lailatul qadar. Malam yang lebih baik daripada seribu bulan.

Hal ini pun telah diajarkan oleh Nabi Saw. sebagaimana yang pernah disampaikan oleh istrinya, Aisyah ra:

 أن النبي صلى الله عليه وسلم كان يعتكف العشر الأواخر من رمضان حتى توفاه الله عز وجلّ ، ثمّ اعتكف أوزاجه من بعده متفق عليه.

“Bahwasannya Nabi saw. selalu  beriktikaf di sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadan sampai Allah memanggilnya, kemudian istri-istrinya meneruskan i’tikafnya setelah itu.” Muttafaqun ‘alaih.

Di dalam hadis tersebut, juga mengindikasikan dibolehkannya bagi perempuan untuk beriktikaf. Karena digambarkan bahwa para istri Nabi Saw. melakukan iktikaf sepeninggal Nabi Saw. Namun, di dalam kitab Ibanatul Ahkam syarh Bulughil Maram karya Sulaiman An Nuri dan Alawi Abbas al Maliki disebutkan bahwa dibolehkannya iktikaf bagi perempuan di dalam masjid dengan syarat telah mendapatkan izin dari suami dan jika terhindar dari fitnah.

Di dalam Shahih al Bukhari pun terdapat bab iktikafnya para perempuan. Di dalam bab tersebut beliau mengemukakan hadis riwayat Aisyah ra, sebagaimana berikut:

كان النبي صلى الله يعتكف في العشر الأواخر من رمضان، فكنت أضرب له خباء فيصلي الصبح ثم يدخله، فاستأذنت حفصة عائشة أن تضرب خباء، فأذنت لها فضربت خباء فلما رأته زينب بنت جحش ضربت خباء آخر، فلما أصبح النبي صلى الله عليه وسلم رأى الأخبية فقال: ماهذا؟ فأخبر، فقال النبي صلى الله عليه وسلم ألبر ترون بهن؟ فترك الاعتكاف ذلك الشهر، ثم اعتكف عشرا من شوال.

Baca Juga:  5 Hadis tentang Keutamaan Berwudhu, Apa Saja Itu?

Nabi Saw. biasa beriktikaf di sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadan. Aku mendirikan tenda untuk beliau. Kemudian beliau melaksanakan shalat Shubuh dan memasuki tenda tersebut. Hafshah meminta izin pada Aisyah untuk mendirikan tenda, Aisyah pun mengizinkannya. Ketika Zainab binti Jahsy melihatnya, ia pun mendirikan tenda lain.

Ketika di subuh hari lagi Nabi saw, melihat  banyak tenda, lantas diberitahukan dan beliau bersabda: “Apakah kebaikan yang kalian inginkan dari ini?” Beliaupun meninggalkan iktikaf pada bulan ini dan beliau mengganti dengan iktikaf pada sepuluh hari dari bulan Syawal.”

Ibnu Mundzir dan ulama’ lainnya sebagaimana yang telah dikutip oleh imam Ibnu Hajar di dalam Fathul Bari ketika mensyarahi hadis tersebut mengatakan bahwa perempuan tidak boleh iktikaf sampai meminta izin kepada suaminya. Jika perempuan tersebut beriktikaf tanpa meminta izin, maka suaminya boleh menyuruhnya keluar dari iktikaf.

Namun, jika telah diberi izin, suami tetap masih boleh melarangnya setelah itu. Sedangkan menurut ulama’ hanafiyah jika awalnya suami mengizinkan kemudian melarangnya, maka suami berdosa. Sementara menurut imam Malik tidak membolehkan seorang suami melakukan seperti itu.

Dan Ibnu Hajar rahimahullah pun menyatakan: “Jika perempuan ingin melaksanakan iktikaf di masjid, maka hendaknya menutupi diri (dari pandangan laki-laki). Disyaratkan bagi perempuan untuk berdiam diri di masjid selama tempat tersebut tidaklah menggangu (menyempitkan) orang-orang yang shalat.”

Jadi, kesimpulannya bagi perempuan diperbolehkan iktikaf di dalam masjid, khususnya pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadan. Namun, dengan syarat telah mendapatkan tiket izin dari suami atau mahramnya. Serta hendaknya keluarnya tidak sendirian, untuk menjaga diri dari fitnah dan agar aman dari bahaya, menutup aurat serta tidak menganggu kenyamanan jama’ah lainnya yang juga sedang khusyuk menjalankan ibadah.

Baca Juga:  Haruskah Imam Jamaah Perempuan Mengeraskan Bacaan dalam Shalat?

Namun, perempuan yang beriktikaf tersebut harus dalam keadaan suci dari haid, nifas dan janabat. Adapun bagi perempuan istihadah atau mengeluarkan darah penyakit. Maka dipetbolehkan baginya untuk beriktikaf, tetapi harus menggunakan softex atau pembalut kemaluan agar tidak mengotori masjid. Hal ini pun pernah dialami oleh salah satu istri Nabi saw. sebagaimana tergambar dalam hadis riwayat Aisyah berikut ini:

اعتكفت مع رسول الله صلى الله عليه وسلم امرأة متسحاضة من أزواجه فكانت ترى الحمرة والصفرة، فربما وضعنا الطست تحتها وهي تصلي.

Salah satu istri Nabi Saw. yang sedang istihadhah beriktikaf bersama Nabi Saw. Terkadang ia terlihat darah merah dan kuning, maka kamipun meletakkan baskom di bawahnya sedangkan ia shalat. (HR. Al Bukhari).

Demikianlah penjelasan hukum iktikaf bagi perempuan pada sepuluh terakhir di bulan Ramadan. Semoga di akhir bulan Ramadan ini kita dapat istiqamah dalam menjalankan ibadah iktikaf dan mendapatkan lailatul qadar. Wa Allahu A’lam bis Shawab.

Rekomendasi

Ditulis oleh

Redaktur Pelaksana BincangMuslimah.Com, Alumni UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Pondok Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darus-Sunnah

5 Komentar

5 Comments

  1. Pingback: Bolehkah Perempuan I'tikaf di Masjid? - ISLAMIPOS

  2. Pingback: Hukum Iktikaf di Masjid Bagi Perempuan | Alhamdulillah Shollu Alan Nabi #JumatBerkah - Ajeng .Net

  3. Pingback: Perjalanan Hagia Sophia, dari Gereja Hingga Jadi Museum dan Masjid | Alhamdulillah Shollu Alan Nabi #JumatBerkah - Ajeng .Net

  4. Pingback: Hukum Iktikaf di Masjid Bagi Perempuan | Alhamdulillah Sholli Ala Rosulillah – jumatberkah

Komentari

Terbaru

Raden Dewi Sartika Penggagas Sekolah Perempuan di Tanah Sunda

Khazanah

Islam kebebasan syeikh mutawalli Islam kebebasan syeikh mutawalli

Antara Islam dan Kebebasan Menurut Syeikh Mutawalli al-Sya’rawi

Kajian

korban kdrt dapat perlindungan korban kdrt dapat perlindungan

Di Zaman Rasulullah, Korban KDRT yang Melapor Langsung Dapat Perlindungan

Kajian

tetangga beda agama meninggal tetangga beda agama meninggal

Bagaimana Sikap Seorang Muslim Jika Ada Tetangga Beda Agama yang Meninggal?

Kajian

Muslimah Shalat Tanpa Mukena, Sah atau Tidak? Muslimah Shalat Tanpa Mukena, Sah atau Tidak?

Sahkah Muslimah Shalat Tanpa Mukena? Simak Penjelasan Videonya!

Video

doa tak kunjung dikabulkan doa tak kunjung dikabulkan

Ngaji al-Hikam: Jika Doa Tak Kunjung Dikabulkan

Kajian

rasulullah melarang ali poligami rasulullah melarang ali poligami

Kala Rasulullah Melarang Ali bin Abi Thalib untuk Poligami

Khazanah

puasa syawal kurang enam puasa syawal kurang enam

Puasa Syawal Tapi Kurang dari Enam Hari, Bagaimana Hukumnya?

Kajian

Trending

perempuan titik nol arab perempuan titik nol arab

Resensi Novel Perempuan di Titik Nol Karya Nawal el-Saadawi

Diari

Fatimah az zahra rasulullah Fatimah az zahra rasulullah

Sayyidah Sukainah binti Al-Husain: Cicit Rasulullah, Sang Kritikus Sastra

Kajian

Laksminingrat tokoh emansipasi indonesia Laksminingrat tokoh emansipasi indonesia

R.A. Lasminingrat: Penggagas Sekolah Rakyat dan Tokoh Emansipasi Pertama di Indonesia

Muslimah Talk

Nyai Khoiriyah Hasyim mekkah Nyai Khoiriyah Hasyim mekkah

Nyai Khoiriyah Hasyim dan Jejak Perjuangan Emansipasi Perempuan di Mekkah

Kajian

Teungku Fakinah Teungku Fakinah

Zainab binti Jahsy, Istri Rasulullah yang Paling Gemar Bersedekah

Kajian

Definisi anak menurut hukum Definisi anak menurut hukum

Definisi Anak Menurut Hukum, Umur Berapa Seorang Anak Dianggap Dewasa?

Kajian

nama bayi sebelum syukuran nama bayi sebelum syukuran

Hukum Memberi Nama Bayi Sebelum Acara Syukuran

Ibadah

Muslimah Shalat Tanpa Mukena, Sah atau Tidak? Muslimah Shalat Tanpa Mukena, Sah atau Tidak?

Sahkah Muslimah Shalat Tanpa Mukena? Simak Penjelasan Videonya!

Video

Connect