Ikuti Kami

Diari

Zainab Ats-Tsaqafiyyah, Perempuan Karir yang Menafkahi Keluarganya

Doa Yang Rasulullah Ajarkan Untuk Dibaca Selama Bulan Ramadan

BincangMuslimah.Com – Zainab ats-Tsaqafiyyah binti Abdullah bin Mu’awiyah merupakan perempuan bangsawan kaya raya dari Kabilah Tsaqif di Thaif. Ia diperistri sahabat Abdullah ibnu Mas’ud, seorang pembaca al-Quran terbaik di antara para sahabat lainnya. Bahkan Rasulullah memuji bacaannya tepat seperti ketika al-Quran turun.

Akan tetapi, di tengah karunia dan keistimewaan yang Allah berikan kepada Abdullah ibnu Mas’ud, pernah dalam satu episode kehidupannya dia diuji dengan kemiskinan. Ibnu Mas’ud dikenal bukan seorang yang berada dan lemah secara fisik. Ia hanya bekerja sebagai buruh pengembala kambing.

Menafkahi Suami dan Anak-anak

Sementara Zainab, istrinya adalah perempuan karir yang mahir dalam bidang kerajinan tangan. Zainab menggunakan hasil pekerjaannya untuk menafkahi suami dan anak-anaknya. Posisinya sebagai tulang punggung keluarga ini benar-benar menjadikannya sibuk sampai-sampai ia tak memiliki harta untuk disedekahkan. Sementara ia sangat berharap mampu bersedekah sebagaimana yang Rasulullah perintahkan.

Diriwayatkan dari Amr bin al-Harits dari Zainab ats-Tsaqafiyyah, Rasulullah saw. bersabda, “Wahai para perempuan, bersedekahlah sekalipun dari perhiasan milik kalian!”

Kemudian saya pulang menemui Abdullah ibnu Mas’ud (suamiku), dan menyatakan, “Sesungguhnya engkau laki-laki yang sedikit penghasilannya, sedangkan Rasulullah saw. memerintahkan kami bersedekah maka datangilah dan bertanyalah kepada beliau. Kalau boleh, saya bersedekah kepadamu dan kalau tidak boleh saya berikan kepada orang lain.”

Namun, Ibnu Mas’ud merasa tidak enak dan malu menanyakan hal tersebut kepada Rasulullah. Karena ia dalam posisi berhak tidaknya menerima sedekah dari istrinya sendiri. Ia juga mempunyai kedekatan khusus dengan beliau saw. Karena itu Abdullah ibnu Mas’ud berkata kepada istrinya, “Kamu sendiri saja yang datang kepada beliau dan menanyakannya.”

Zainab lalu menuju rumah Rasulullah, ternyata di depan pintu beliau sudah ada seorang perempuan Anshar yang juga hendak menanyakan hal yang sama. Kebetulan, Bilal melintas di hadapan mereka, Zainab pun memanggil Bilal dan berkata “Tolong sampaikan kepada Rasul, dua orang peremphan menanyakan kepada beliau saw. Apakah kami boleh bersedekah kepada suami dan anak yatim yang berada dalam pengasuhan kami. Tapi jangan sebut siapa kami ini.”

Baca Juga:  Perempuan, Cita-cita, dan Stigma

Lantas Bilal pun masuk menemui Rasulullah saw. dan menyampaikan pertanyaan itu. Rasulullah-lalu bertanya kepada Bilal, “Siapa dua perempuan itu?” Bilal menjawab, “Seorang wanita Anshar dan Zainab.“ Rasulullah bertanya lagi, Zainab yang mana? Bilal menjawab,“Istri Abdullah ibnu Mas’ud.” Maka Rasulullah saw. bersabda, “Mereka berdua akan mendapatkan pahala menjalin kekerabatan dan pahala sedekah.” (HR. Muslim)

Penghargaan Besar dari Rasulullah

Dari kisah Zainab ats-Tsaqafiyyah, kita mengetahui bahwa di masa Rasulullah saw, telah ada perempuan yang menjadi kepala keluarga. Menjadi kepala keluarga adalah soal tanggung-jawab terhadap seluruh anggota keluarga, bukan soal hak keistimewaan yang diperoleh dan dituntut dari mereka. Kepala keluarga baik suami, istri, kakek, nenek, atau sepupu memiliki tanggung jawab dalam pemenuhan nafkah.

Rasulullah saw merestui dan mengapresiasi perempuan yang memikul tanggung jawab sebagai tulang punggung keluarga. Beliau saw. memandangnya sebagai orang yang baik, bertanggung-jawab, dan bahkan sebagaimana penjelasan dalam riwayat hadis di atas, perbuatan tersebut memperoleh dua kebaikan. Kebaikan bersedekah dan kebaikan karena bertanggung-jawab terhadap keluarga.

Penghargaan Islam dan keutamaan bagi laki-laki maupun perempuan yang mencari dan memberi nafkah untuk keluarga. Sebagaimana  riwayat lain, Ibnu Mas’ud, dari Rasulullah juga telah bersabda, “Apabila ada seorang muslim (dan muslimah) yang memberi nafkah kepada keluarganya, dan ia berharap pahala dari Allah, maka nafkah tersebut menjadi sedekah baginya.” (HR. Bukhari)

Infak untuk Keluarga

Allah juga telah berfirman dalam kitab suci al-Quran.

يَسْـَٔلُوْنَكَ مَاذَا يُنْفِقُوْنَ ۗ قُلْ مَآ اَنْفَقْتُمْ مِّنْ خَيْرٍ فَلِلْوَالِدَيْنِ وَالْاَقْرَبِيْنَ وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَابْنِ السَّبِيْلِ ۗ وَمَا تَفْعَلُوْا مِنْ خَيْرٍ فَاِنَّ اللّٰهَ بِهٖ عَلِيْمٌ

Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang apa yang harus mereka infakkan. Katakanlah, “Harta apa saja yang kamu infakkan, hendaknya diperuntukkan bagi kedua orang tua, kerabat, anak yatim, orang miskin dan orang yang dalam perjalanan.” Dan kebaikan apa saja yang kamu kerjakan, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.” (QS. al-Baqarah [2]: 215)

Baca Juga:  Jilbab, SKB 3 Menteri dan Kemerdekaan Perempuan

Walhasil, siapa saja yang melarang dan merendahkan perempuan yang bekerja dan menafkahi keluarga tentu tidak sesuai dengan tindak lampah Rasulullah saw. Karena sebagaimana Zainab ats-Tsaqafiyyah telah menunjukkan perannya sebagai pemikul tanggung jawab pemenuhan nafkah keluarga.

Dalam ajaran Islam, kaum laki-laki memang mendapat tuntutan dan amanah untuk menjadi penanggung jawab utama dalam hal nafkah keluarga. Karena secara sosial, mereka lebih mampu, mudah, dan terbuka dalam kesempatan bekerja. Di sisi lain, secara biologis, tidak akan mengalami beban reproduksi. Namun, dalam konteks peran perempuan, Islam juga memberikan hak dan kebebasan untuk perempuan dalam memilih pekerjaan dan memiliki peran yang aktif dalam kehidupan sosial dan ekonomi. Wallah a’lam.[]

Rekomendasi

Ditulis oleh

Khadimul 'Ilmi di Yayasan Taftazaniyah

Komentari

Komentari

Terbaru

Perempuan Istihadhah mandi shalat Perempuan Istihadhah mandi shalat

Wajibkah Perempuan Istihadhah Mandi Setiap Hendak Shalat?

Kajian

Hukum Berhubungan Intim saat Belum Mandi Wajib Hukum Berhubungan Intim saat Belum Mandi Wajib

Hukum Menyetubuhi Istri yang Sedang Istihadah

Kajian

air ketuban air ketuban

Keluar Darah saat Hamil, Termasuk Darah Haid atau Istihadhah?

Ibadah

mandi idul fitri perempuan mandi idul fitri perempuan

Niat Mandi Wajib Setelah Haid

Ibadah

Menikah Siri tanpa Izin Istri Sah, Apakah Masuk Kategori Perzinahan? Menikah Siri tanpa Izin Istri Sah, Apakah Masuk Kategori Perzinahan?

Menikah Siri tanpa Izin Istri Sah, Apakah Masuk Kategori Perzinahan?

Kajian

Menunda Bersuci Setelah Haid, Apakah Boleh? Menunda Bersuci Setelah Haid, Apakah Boleh?

Menunda Bersuci Setelah Haid, Apakah Boleh?

Kajian

Di Balik Candaan “Ibu Sambung”: Mengapa Sosok Ayah Seperti Daehoon Jadi Harapan Banyak Perempuan Indonesia Di Balik Candaan “Ibu Sambung”: Mengapa Sosok Ayah Seperti Daehoon Jadi Harapan Banyak Perempuan Indonesia

Di Balik Candaan “Ibu Sambung”: Mengapa Sosok Ayah Seperti Daehoon Jadi Harapan Banyak Perempuan Indonesia

Keluarga

hukum menggagalkan pertunangan haram hukum menggagalkan pertunangan haram

Bolehkah Istri Menjual Mahar Nikah dari Suami?

Kajian

Trending

Hukum Berhubungan Intim saat Belum Mandi Wajib Hukum Berhubungan Intim saat Belum Mandi Wajib

Hukum Menyetubuhi Istri yang Sedang Istihadah

Kajian

pendarahan sebelum melahirkan nifas pendarahan sebelum melahirkan nifas

Apakah Darah yang Keluar Setelah Kuret Termasuk Nifas?

Kajian

Darah nifas 60 hari Darah nifas 60 hari

Benarkah Darah Nifas Lebih dari 60 Hari Istihadhah?

Kajian

flek cokelat sebelum haid flek cokelat sebelum haid

Muncul Flek Coklat sebelum Haid, Bolehkah Shalat?

Kajian

Darah Kuning Larangan bagi Perempuan Istihadhah Darah Kuning Larangan bagi Perempuan Istihadhah

Apakah Darah Kuning dan Hitam Disebut Darah Haid?

Kajian

Perempuan Istihadhah mandi shalat Perempuan Istihadhah mandi shalat

Wajibkah Perempuan Istihadhah Mandi Setiap Hendak Shalat?

Kajian

masa iddah hadis keutamaan menikah masa iddah hadis keutamaan menikah

Nikah Siri Sah dalam Islam? Ini Kata Pakar Perbandingan Mazhab Fikih

Keluarga

Darah Haid yang Terputus-putus Darah Haid yang Terputus-putus

Rumus Menghitung Darah Haid yang Terputus-putus

Kajian

Connect