BincangMuslimah.Com- Membaca al-Quran merupakan salah satu ibadah yang bisa dilakukan oleh setiap Muslim untuk mendapatkan pahala dan mendekatkan diri kepada Allah swt. Akan tetapi, dalam membaca al-Quran tidak boleh sembarangan. Karena al-Quran merupakan kalamullah yang agung sehingga terdapat aturan dalam membaca al-Quran. Lantas bagaimana jika membaca al-Quran tersebut dengan nada sebagaimana bernyanyi atau bahkan bagaimana jika ada dari ayat al-Quran yang menjadi bagian dari lirik lagu?
Perintah Membaca al-Quran dengan Tartil
Seseorang yang hendak membaca al-Quran mesti memahami bagaimana cara yang benar dalam membaca al-Quran agar bacaannya bisa bernilai pahala. Seperti membaca al-Quran dengan memperhatikan hukum tajwidnya, membaca al-Quran dengan bacaan yang benar dan tidak membaca terlalu terlalu cepat. Hal ini tergambar di dalam perintah Allah di dalam QS. Al-Muzammil [73]:4:
وَرَتِّلِ ٱلۡقُرۡءَانَ تَرۡتِيلًا
“Bacalah al-Quran itu dengan tartil (perlahan-lahan).”
Menurut Imam al-Mawardi di dalam kitab al-Nukat wa al-‘Uyun juz 6 halaman 126 mengatakan bahwa terdapat 3 pendapat dalam memaknai makna tartil di dalam ayat ini. menurut pendapat Ibnu Abbas dan Zaid bin Salim potongan ayat ini bermakna “jelaskanlah al-Quran dengan jelas”. Menurut Ibnu Jabir bermakna “tafsirilah al-Quran dengan tafsir”. Sedangkan menurut Ibn Bahr bermakna “bacalah al-Quran sesuai dengan aturan dan urutannya.” Pendapat yang terakhir ini menjelaskan bahwa ketika membaca al-Quran tidak boleh merubah lafaznya atau mengubah-ubah susunan lafaz.
Di dalam kitab Is’ad al-Rafiq juz 2 halaman 87, Abdullah bin Husein juga menyebutkan tentang kewajiban dengan membaca al-Quran menggunakan tajwid:
ويجب على القارئ مراعاة أحكام التجويد مما أجمع عليه القراءة كالمد والقصر والإدغام بقسميه والإظهار والإقلاب والإخفاء ويأثم بتركه ذلك على المعتمد الذي جرى عليه جمهور علمائنا
“Wajib bagi orang yang membaca al-Quran untuk memperhatikan hukum tajwid dari bacaan al-Quran yang sedang dibaca. Seperti mad (bacaan panjang), qashr (bacaan pendek), idgham beserta macam-macamnya, izhar, iqlab, dan ikhfa’. Sedangkan seseorang tersebut berdosa karena meninggalkan hukum tajwid tersebut menurut pendapat yang dipegang oleh mayoritas ulama.”
Hukum Menyanyikan al-Quran
Ketika menjadikan al-Quran sebagai nyanyian, sangat kecil kemungkinan membacanya sesuai dengan aturan dan tajwid al-Quran. Karena dalam ketika menjadi lagu atau nyanyian, memaksa al-Quran untuk mengikuti nada dari nyanyian tersebut yang membuat hukum tajwid dari al-Quran tersebut rusak. Sehingga sejatinya Rasulullah sudah mewanti-wanti umatnya agar tidak menjadikan al-Quran sebagai nyanyian. Hal ini sebagaimana penjelasan al-Zabidi di dalam kitab al-Amaly halaman 74:
عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ،رضي الله عنه، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اقْرَؤُوا الْقُرْآنَ بِلُحُونِ الْعَرَبِ وأَصْوَاتِها، وَإِيَّاكُمْ ولُحُونَ أَهْلِ الْكِتَابَيْنِ، وَأَهْلِ الْفسقِ، فَإِنَّهُ سَيَجِيءُ بَعْدِي قَوْمٌ يُرَجِّعُونَ بِالْقُرْآنِ تَرْجِيعَ الْغِنَاءِ وَالرَّهْبَانِيَّةِ وَالنَّوْحِ، لا يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ، مفتونةٌ قُلُوبُهُمْ، وقلوبُ مَنْ يُعْجِبُهُمْ شَأْنُهُمْ
“Dari Huzaifah ra ia berkata, Rasulullah saw bersabda, bacalah al-Quran sebagaimana gaya bahasa orang Arab. Janganlah kalian membaca sebagaimana gaya bahasa ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) dan ahli fasik. Karena sesuangguhnya akan datang setelahku satu kaum yang akan membaca al-Quran layaknya nyanyian, lagu sesembahan patung dan lagu berteriak-teriak. Bacaan tersebut tidak melalui tenggorokan mereka (tidak sampai ke hati mereka). Hati mereka terkena fitnah. Begitu pula dengan hati orang-orang yang takjub terhadap keadaan mereka.”
Berdasarkan hadis ini, membaca ayat al-Quran seperti lagu sebagaimana nyanyian hukumnya tidak boleh karena dapat merusak kesakralan al-Quran dan pesan yang ada di dalam al-Quran berpotensi besar tidak sampai ke hati pendengarnya akibat perubahan makna dan potensi adanya fokus lain terhadap nada bacaan bukan ayat itu sendiri.
Menurut Fatwa MUI
Akan tetapi menurut fatwa MUI tahun 1983, ketika ingin menyanyikan ayat al-Quran seseorang mesti memperhatikan hukum tajwid yang ada di dalam ayat tersebut agar pesan dan makna di dalam ayat tersebut tidak rusak. Sedangkan menyanyikan terjemahan ayat al-Quran hukumnya boleh dengan syarat tetap beradab dan beretika demi menjaga keagungan dan kesakralan ayat al-Quran.
Dengan demikian yang menjadi fokus utama dalam membaca al-Quran adalah adab dan tajwid yang menunjang kejelasan makna dari ayat al-Quran. Ketika menyanyikan al-Quran menjadikan makna yang terkandung rusak dan pesan al-Quran tidak tersampaikan atau bahkan membuat kesakralan al-Quran luntur, maka hal tersebut tentu tidak diperbolehkan.
Sedangkan jika menyanyikan di sini dalam konteks memperindah bacaan al-Quran seperti tilawah dan tartil maka hal ini tidak masalah. Selagi masih menjaga hukum tajwid pada saat membacanya. Sementara melagukan terjemahan al-Quran hukumnya boleh di samping tetap menjaga adab dan etika terhadap keagungan al-Quran.