BincangMuslimah.Com- Rasulullah dan penghormatannya kepada Perempuan merupakan suatu pembaharuan budaya untuk mengangkat harta dan martabat perempuan. Karena dalam sejarah pra-Islam mencatat bahwa posisi perempuan sangatlah rendah dan dipandang sebagai komunitas kelas dua. Perempuan secara sosial, ekonomi, maupun politik tidak bebas dan tidak dapat memainkan peran dan statusnya sebagai seorang perempuan.
Perempuan dalam Peradaban Sebelum Islam
Kondisi kaum perempuan yang begitu memprihatinkan terlihat dari kehidupan mereka pada masa sebelum Islam seperti peradaban Yunani, Romawi, India dan Cina. Mereka tidak memandang dan memperlakukan perempuan sebagaimana Islam yang menempatkan pada posisi yang terhormat dan bermartabat.
Sebagaimana penjelasan dari Quraish Shihab bahwa pada masa peradaban Yunani hak dan kewajiban perempuan terkebiri dengan tidak memiliki hak-hak sipil dan waris. Di kalangan atas, perempuan tersekap di dalam istana. Sedang di akar rumput, seorang istri akar berada di bawah kekuasaan suami sepenuhnya. Perempuan juga menjadi barang jual beli yang mudah dan menjadi pelacur sebagi alat pemuas kebutuhan lelaki.
Demikian pula pada masa Romawi. Dalam struktur masyarakat perempuan sepenuhnya berada di bawah kekuasaan laki-laki. Boleh jual beli perempuan dan memperbudak. Secara legal-formal budak perempuan harus melayani kebutuhan biologis tuannya. Menjadi tradisi, mereka menganiaya perempuan bahkan membunuh. Sehingga perempuan hampir tidak lagi memiliki martabat kemanusiaannya.
Juga pada masa peradaban India dan Cina, perempuan masih menjadi makhluk kelas dua. Mendapat perlakuan secara subordinatif dan diskriminatif. Hak hidup mereka harus berakhir saat suaminya meninggal dengan cara terbakar hidup-hidup bersama mayat suaminya. Tidak jauh beda di masa berikutnya, perempuan hanya sebagai pelayan kaum laki-laki. Sepanjang abad pertengahan pun nasib perempuan masih memprihatinkan. Seperti dalam konstitusi Inggris masih mengakui hak suami untuk menjual isterinya. Juga perempuan Inggris belum memiliki hak kepemilikan harta benda secara penuh, dan hak menuntut ke pengadilan.
Di masa Arab jahiliyah, nasib perempuan tidak lebih baik, mereka diperlakukan sama halnya dengan barang. Perempuan dapat diperdagangkan juga diwariskan seperti harta benda dan kekayaan. Tugas perempuan hanya memenuhi keinginan laki-laki dan harus siap kapan saja dibutuhkan. Tak jarang sampai menganiaya dan merendahkan perempuan.
Bahkan, kelahiran bayi perempuan kala itu merupakan sebuah aib. Apalagi, bayi perempuan tersebut lahir di sebuah keluarga terpandang yang memiliki kedudukan terhormat dalam kelompok masyarakat. Demi menutupi aib keluarga, lantas mereka mengubur hidup-hidup bayi perempuan yang baru lahir. Dari sini dapat dipahami bahwa sejarah kekelaman perempuan terus terjadi pengulangan. Kekejaman dan pelecehan sebagian masyarakat terhadap perempuan, sudah cukup untuk membuktikan betapa umat manusia di seluruh penjuru bumi sangat membutuhkan bimbingan untuk mewujudkan nilai-nilai yang rahmatan lil alamin.
Misi Rasulullah dalam Mengangkat Harkat dan Martabat Perempuan
Dalam suasana yang benar-benar kacau balau dan amburadul tersebut, Nabi Muhammad hadir dengan risalah Islam untuk menata kehidupan masyarakat. Rasulullah dan penghormatannya kepada perempuan dengan melakukan yang sempurna dan metode gradual, sehingga ajarannya bisa merasuk dan dianut oleh masyarakat Arab kala itu. Dalam tempo waktu yang relatif sangat singkat, kurang lebih 23 tahun, ajaran Islam dapat menyebar dan mengakar di tengah-tengah masyarakat. Bahkan kekuasaan Islam dapat menguasai hampir seluruh daratan jazirah Arabia.
Di antaranya, bayi perempuan yang baru lahir yang awalnya merupakan aib, sebab ajaran Islam yang menempatkan dan mendudukkan perempuan sebagaimana kaum laki-laki, mereka tidak lagi membunuhnya. Menghapus sistem perbudakan, pernikahan mut’ah, dan menghapus budaya masyarakat jahilliyah yang melecehkan martabat kaum perempuan. Perempuan berhak mendapat warisan. Menghapus tindakan kekerasan terhadap perempuan dan bahkan para suami harus memperlakukan istrinya dengan cara baik.
Bahkan, dalam beberapa riwayat, para sahabat pernah mengadu kepada Nabi Muhammad bahwa pada masa jahiliyah dahulu pernah membunuh bayi perempuannya. Nabi saw kemudian memerintahkan mereka untuk memerdekakan budak dengan sejumlah bayi perempuan yang mereka bunuh sekaligus bertaubat meminta ampunan-Nya. Dalam riwayat lain, jika pelaku aniaya itu tidak masuk Islam dan bertaubat, maka mereka mendapat dosa besar.
Melalui petunjuk Alquran, Nabi memperjuangkan hak dan martabat kaum perempuan. Beliau saw menegaskan perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki, dan laki-laki berkewajiban untuk memenuhi hak-hak tersebut. Nabi bahkan dalam haditsnya pernah menekankan bahwa orang yang paling baik adalah ia yang memperlakukan perempuan dengan baik.
“Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Orang-orang beriman yang paling sempurna imannya adalah orang-orang yang paling baik akhlaknya, dan sebaik-baik akhlak kalian adalah yang paling baik kepada perempuan.”
Meladani Sikap Nabi Terhadap Perempuan
Dalam hal teladan, Nabi Muhammad adalah sosok suami dan ayah yang baik, yang selalu mengasihi dan menghormati perempuan, bail itu ibundanya, istri, anak-anaknya, dan masyarakat umum. Seperti yang telah Nabi tegaskan dalam hadits yang berasal dari pertanyaan seorang sahabat.
“Ya Rasulullah, siapakah orang yang harus aku hormati di dunia ini?” Beliau menjawab, “Ibumu.” Kemudian dia bertanya lagi, “Lalu siapa?” Rasul menjawab, “Ibumu.” “Kemudian lagi, ya Rasul,” tanya orang itu. “Rasul menjawab, “Ibumu.” Lalu, laki-laki itu bertanya lagi; “Kemudian, setelah itu siapa, ya Rasul?” “Bapakmu,” jawab Rasulullah.
Riwayat merekam bagaimana Nabi Muhammad memperlakukan Sayyidah Halimah as-Sa’diyyah ketika datang menemui Nabi saw. Sebagaimana menyambut ibu yang mulia, di depan para sahabat, beliau saw membuka serbannya dan menggelarnya untuk alas duduk Halimah. Betapa tingginya kedudukan perempuan sebagai ibu susuannya tersebut bagi Rasulullah.
Nabi saw juga menghormati dan memuliakan para sahabiyat. Perhatian Nabi kepada mereka bukan hanya urusan hak hidup perempuan, tetapi juga memberikan keleluasaan untuk menuntut ilmu, belajar, dan mengajar. Rasulullah dan penghormatannya kepada perempuan menjadikan perempuan juga turut mendapat kesempatan ikut berperang bersama Nabi.
Kebebasan kepada para sahabiyat pada masa itu menunjukkan bahwa Rasulullah menghormati dan menghargai peran perempuan dalam kehidupan. Pesan yang ingin beliau sampaikan, perempuan sebagaimana laki-laki adalah sama-sama makhluk ciptaan Allah. Keduanya setara di hadapan Allah, kemuliaan mereka tidak bersasarkan oleh jenis kelamin.
Sebagaimana dalam firmanNya, “Inna akromakum ‘indallahi atqookum (yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa)” (Q.S. Al-Hujurat 13). Nabi juga telah bersabda, bahwa perempuan setara dengan laki-laki (Innama an-nisa syaqaiq ar-rijal). Sehingga merendahkan perempuan, tentu saja tak sesuai dengan tindak lampah Baginda Nabi.[]