BincangMuslimah.Com – Haid atau menstruasi adalah kodrat yang dialami oleh perempuan yang datang setiap bulan. Ketika mengalami haid, ia tidak boleh melakukan beberapa ibadah seperti shalat, puasa, dan thawaf. Namun, tentu hal ini menjadi dilema bagi perempuan yang melaksanakan haji.
Agar ibadah hajinya lancar, jamaah perempuan sering kali mengonsumi obat penunda haid sehingga ia bisa memaksimalkan ibadahnya di tanah suci tanpa dihantui rasa khawatir jika seketika darah haid keluar. Namun, sebenarnya bagaimana hukum mengonsumsi obat penunda haid saat haji?
Obat Penunda Haid
Obat penunda haid cukup efektif untuk menunda datang bulan. Dilansir dari Alodokter, Ada beberapa jenis obat yang bisa digunakan seperti pil KB dan Norethisterone.
Namun, penggunaannya tidak terlalu disarankan jika memang tidak ada alasan yang mendesak. Penggunaan yang berlebih akan berdampak negatif bagi tubuh perempuan, seperti mual dan muntah, sakit kepala, nyeri payudara, perubahan suasana hati, peningkatan berat badan, dan perubahan libido atau hasrat seksual.
Oleh karenanya, penggunaan obat penunda haid sebaiknya juga dalam pengawasan dokter agar tidak merusak kesehatannya.
Hukum Mengonsumsi Obat Penunda Haid saat Haji
Terdapat beberapa hukum terkait hukum mengonsumsi obat penunda haid saat haji.
Pertama, fatwa MUI
Majelis Ulama Indonesia (MUI) merincikan hukum mengonsumsi obat penunda haid sesuai dengan tujuan penggunaannya. Hal ini terangkum dalam Sidang Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia tanggal 12 Januari 1979. Berikut rinciannya:
- Penggunaan pil anti haid untuk kesempatan ibadah haji hukumnya mubah
- Penggunaan pil anti haid dengan maksud agar dapat mencukupi puasa Ramadhan sebulan penuh, hukumnya makruh. Akan tetapi, bagi wanita yang sukar mengqadha puasanya pada hari lain, hukumnya mubah
- Penggunaan pil anti haid selain dari dua hal tersebut di atas, hukumnya tergantung pada niatnya. Bila untuk perbuatan yang menjurus kepada pelanggaran hukum agama, hukumnya haram.
Kedua, pendapat Yusuf Qardhawi dalam Fatawa Mu’ashirah
Hukum mengonsumsi obat penunda haid boleh Sebagaimana penjelasan Yusuf Qardhawi dalam kitab Fatawa Mu’ashirah halaman 550 berikut,
وأنا أفضل شخصيا أن تصير الأمور على الطبيعة وعلى الفطرة، فما دام هذا الحيض أمرا طبيعيا فطريا فليبق كما هو على الطبيعة التي جعلها الله عز وجل، ولكن إذا كان هناك نوع من الحبوب والأدوية تعاطيها بعض النساء لتأجيل الحيض كما هو معروف من حبوب منع الحمل، وأرادت بعض النساء أن يتناولن هذه الحبوب لتأخير العادة عن موعدها حتى لا تفطر بعض أيام رمضان، فهذا لابأس به بشرط أن تتأكد من عدم إقرارها بها، وذلك باستشارة أهل الذكر، وأهل الخبرة، والطبيب حتى لا تتضرر من تناول هذه الحبوب. فإذا تأكد لها ذلك وتناولت هذه الحبوب وتأثرت العادة صامت، فإن صيامها مقبول إن شاء الله
Artinya : “Pada dasarnya, saya pribadi tetap mengutamakan sesuatu berjalan sesuai dengan kodrat dan fitrahnya. Begitu juga dengan haid atau datang bulan, yang seharusnya tetap didasarkan pada sebuah kebiasaan yang sudah menjadi kodrat dan fitrah kaum perempuan yang dititipkan oleh Allah Swt semenjak masa baligh hingga masa menopause-nya.
Akan tetapi, seiring dengan perkembangan, produksilah sebuah pil atau obat yang mana ketika dikonsumsi dapat menunda dan mengatur siklus haid bagi perempuan serta juga dapat menunda kehamilan.
Bagi saya, perempuan yang mengkonsumsi obat ini dengan tujuan agar puasanya sempurna di bulan Ramadhan diperbolehkan asalkan obat ini tidak membahayakan menurut saran dokter. Selanjutnya hukum puasanya tetap dikatakan sah dan diterima oleh Allah Swt.”
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa perempuan boleh mengonsumipil penunda haid dengan syarat tidak membahayakan. Meskipun yang disinggung adalah saat bulan Ramadhan, penulis kira itu juga berlaku saat haji. Puasa Ramadhan saja yang hanya datang sekali dalam setahun membolehkan perempuan untuk mengonsumsi pil penunda haid agar bisa puasa sebulan penuh. Apalagi haji yang jarang dilakukan dan seseorang hanya memiliki kesempatan satu kali seumur hidupnya.
Ketiga, pendapat Abdurrahman bin Muhammad Ba’lawi dalam Ghayah Talkhish al-Murad min Fatawa Ibn Ziyad
وَفِي فَتَاوَى الْقِمَاطِ مَا حَاصِلُهُ جَوَازُ اسْتِعْمَالِ الدَّوَاءِ لِمَنْعِ الْحَيْضِ
Artinya: “Dan kesimpulan dalam Fatawa al-Qimath adalah boleh menggunakan obat-obatan untuk mencegah haid.”
Keempat, pendapat Muhammad Ali al-Maliki dalam Qurrah al-‘Ain fi Fatawa al-Haramain
مَسْأَلَةٌ: إِذَا اسْتَعْمَلَتِ الْمَرْأَةُ دَوَاءً لِمَنْعِ دَمِ الْحَيْضِ أَوْ تَقْلِيْلِهِ فَإِنَّهُ يُكْرَهُ مَا لَمْ يَلْزَمْ عَلَيْهِ قَطْعُ النَّسْلِ أَوْ قِلَّتُهِ وإلا فحرام
Artinya: “Jika wanita menggunakan obat untuk mencegah haid atau menundanya, maka hukumnya makruh bila tidak menyebabkan terputusnya keturunan atau menundanya. Jika tidak, maka haram.”
Itulah beberapa pendapat tentang hukum mengonsumi obat penunda haid menurut beberapa ulama Islam dan Majelis Ulama Indonesia. Pendapat tersebut memiliki garis benang merah yang sama bahwa mengonsumi obat penunda haid boleh, dengan catatan tidak membahayakan.