BincangMuslimah.Com – Perempuan dan fitrah haidnya menjadi isu yang tiada habisnya diperbincangkan. Pasalnya, karena perempuan yang haid memiliki beberapa pantangan dalam menjalankan ibadah. Hal ini karena kondisinya yang dianggap berhadas (menanggung najis).
Adapun larangan perempuan haid dalam perkara ubudiyah disebutkan kitab Fathul Qarib:
ويحرم بالحيض والنفاس ثمانية أشياء الصلاة والصوم وقراءة القرآن ومس المصحف وحمله ودخول المسجد والطواف والوطء والاستمتاع بما بين السرة والركبة. ويحرم على الجنب خمسة أشياء الصلاة وقراءة القرآن ومس المصحف وحمله والطواف واللبث في المسجد. ويحرم على المحدث ثلاثة أشياء الصلاة والطواف ومس المصحف وحمله
Artinya: “Ada delapan perkara yang haram sebab haid dan nifas. Dalam sebagian redaksi diungkapkan dengan bahasa “ada delapan perkara yang haram bagi wanita haid”, yaitu salat, puasa, membaca Alquran, menyentuhnya, dan membawanya, masuk masjid, thawaf, wath’i atau bersenggama, bersenang-senang di antara pusar dan lutut.”
Mendekati hari raya Idul Fitri, sebagai muslim kita memiliki tradisi mengumandangkan takbir di malam hari sebelum hari raya. Namun, apa hukum bagi perempuan haid yang mengikuti takbiran dan membaca dzikirnya?
Anjuran Berdzikir
Dalam sabdanya, Rasulullah saw. memberikan anjuran bagi tiap muslim untuk berzikir kepada Allah swt. Sebagaimana dalam riwayat At-Tirmidzi rahimahullah:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُسْرٍ، أَنَّ رَجُلًا قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ شَرَائِعَ الإِسْلَامِ قَدْ كَثُرَتْ عَلَيَّ، فَأَخْبِرْنِي بِشَيْءٍ أَتَشَبَّثُ بِهِ، قَالَ: «لَا يَزَالُ لِسَانُكَ رَطْبًا مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ»
Artinya: “Dari Abdullah bin Busr radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya seseorang berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya syariat-syariat Islam sudah banyak bagiku, maka kabarkanlah kepadaku akan sesuatu yang aku (bisa selalu) berpegang dengannya. (Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam) bersabda, ‘(Hendaknya) lisanmu sentiasa basah (rathban) dengan dzikrullah (berdzikir kepada Allah).”
Adapun kalimat zikir kepada Allah sangatlah beragam. Salah satunya dengan mengucap kalimat thayyibah berupa tasbih (subhanallah), tahmid (alhamdulillah), takbir (Allahu akbar), tahlil maupun istighfar.
Terlepas dari jenis kalimat yang dilafazkan, hakikat ‘zikir’ sendiri berarti mengingat, dari segi makna bahasa Arabnya. Dalam hal ini berarti tidak ada ketentuan khusus terkait apapun yang dilafazkan selagi masih mengarah pada pujiaan terhadap Allah.
Takbiran Bagi Perempuan Haid
Dalam konteks ini, takbiran adalah salah satu bentuk zikir kepada Allah. Karena momentum tersebut merupakan tradisi umat muslim dalam menyambut hari besar (Idul Fitri maupun Idul Adha) yang mana diisi dengan mengumandangkan kalimat takbir.
Adapun perempuan yang sedang haid pada dasarnya boleh melafalkan kalimat zikir bahkan juga dianjurkan. Agar hatinya tidak kosong dan tetap bertaut kepada Allah Swt. pada masa haidnya. Hal ini berdasar kepada hadis Nabi yang menjawab keresahan Sayyida Aisyah r.a dari riwayat Bukhari:
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، قَالَ: سَمِعْتُ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ القَاسِمِ، قَالَ: سَمِعْتُ القَاسِمَ بْنَ مُحَمَّدٍ، يَقُولُ: سَمِعْتُ عَائِشَةَ تَقُولُ: خَرَجْنَا لَا نَرَى إِلَّا الحَجَّ، فَلَمَّا كُنَّا بِسَرِفَ حِضْتُ، فَدَخَلَ عَلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا أَبْكِي، قَالَ: مَا لَكِ أَنُفِسْتِ؟ قُلْتُ: نَعَمْ، قَالَ: إِنَّ هَذَا أَمْرٌ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَى بَنَاتِ آدَمَ، فَاقْضِي مَا يَقْضِي الحَاجُّ، غَيْرَ أَنْ لَا تَطُوفِي بِالْبَيْتِ.
Artinya, “Menceritakan kepadaku Ali bin Abdillah, ia berkata: “Menceritakan kepadaku Sufyan, ia berkata: “Aku mendengar Abdurrahman bin Al-Qasim berkata: “Aku mendengar Al-Qasim bin Muhammad berkata: “Aku mendengar Aisyah berkata: “Kami keluar untuk melaksanakan haji. Ketika kami sampai di daerah Sarifa aku mengalami menstruasi.” Kemudian Nabi Muhammad saw. mendatangiku sedang aku dalam keadaan menangis. Nabi Muhammad berkata: “Kenapa kamu, apakah kamu haid?” Aku menjawab: “Iya”. Nabi Muhammad kemudian bersabda: “Itu adalah ketetapan yang telah digariskan oleh Allah kepada perempuan, tunaikanlah apa yang ditunaikan oleh orang yang berhaji selain thawaf.” (HR Al-Bukhari).
Hadis tersebut menjadi dalil bahwa Nabi Muhammad saw. membolehkan Sayyida Aisyah r.a yang sedang haid untuk melaksanakan ibadah lain selain thawaf dan salat pada saat berhaji.
Disebutkan pula anjuran berzikir bagi perempuan haid yang termuat dalam kitab Dzurratun Nasihin karya Utsman bin Hasan Ahmad Syakir al Khubawi,
روي عن عائشة رضي الله عنها أنها قالت: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ما من امرأة تحيض إلا كان حيضها كفارة لما مضى من ذنوبها وإن قالت في أول اليوم الحمدلله على كل حال وأستغفر الله من كل ذنب كتب الله لها براءة من النار وجوازا على الصراط وأمانا من العذاب ورفع الله تعالى لها بكل يوم وليلة درجة أربعين شهيدا إذا كانت ذاكرة الله تعالى في حيضها
Artinya: Dari Sayyidah Aisyah, ia berkata bahwasanya Rasulullah bersabda: “Tidak ada perempuan yang haid, kecuali haidnya bisa menghapus dosa masa lalu dari semua dosanya dan jika ia membaca “alhamdulillah ala kulli halin wa astaghfurullaha min kulli dzanbin”, pada hari pertama haid maka Allah akan menjelaskan kepadanya bahwa ia akan melewatkan api neraka dan kemudian dapat berada di jembatan Shirathal Mustaqim dengan selamat dan aman dari siksaan dan akan dinaikkan pangkatnya oleh Allah setiap hari dan tiap malam pahala empat puluh syuhada bagi ia yang berdzikir tersebut kepada Allah dalam masa haidnya”.
Merangkum dari beberapa dalil di atas, berdzikir justru menjadi ibadah alternatif bagi perempuan haid di saat beberapa ibadah lainnya dilarang untuk dikerjakan. Hal ini menjadi bentuk keramahan islam terhadap perempuan yang dalam masa haidnya masih bisa berburu pahala dan mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Para ahli fikih pun menghukumi pembacaan takbir sebagai sebuah kesunnahan. Lebih spesifik lagi, diterangkan dalam kitab Fathul Qarib:
ويكبر ندبا كل من ذكر وانثى وحاضر ومسافر فى المنازل والطرق والمساجد والأسواق من غروب ليلة العيد (اي عيد الفطر) إلى أن يدخل الإمام في الصلاة
Artinya: “Disunnahkan membaca takbir bagi lagi-laki dan perempuan, di rumah maupun di perjalanan, di mana saja, di jalanan, di masjid juga di pasar-pasar mulai dari terbenamnya matahari malam Idul Fitri hingga Imam melakukan shalat id.”
Demikian pula bagi perempuan haid yang mengikuti takbiran adalah diperbolehkan. Selama dalam momen tersebut tidak berkaitan dengan kegiatan ibadah yang dilarang oleh Allah untuk mereka seperti berdzikir, mengucap kalimat thayyibah, atau berniat menghidupkan malam hari raya. Bukan untuk mengikuti salat, memasuki masjid, menyentuh mushaf maupun hal terlarang lainnya.