Ikuti Kami

Khazanah

Syekh Ahmad Thayyib dan Payung Fatwa Ramah Terhadap Perempuan (Bagian 2)

Fatwa Ramah Terhadap Perempuan
Majalah Sout al-Azhar

BincangMuslimah.Com – Seperti tulisan seri pertama, seri kali ini tidak jauh dari tulisan sebelumnya. Menyoal pemikiran Syekh Ahmad Thayyib dalam mendobrak tatanan dan tradisi yang mengikat perempuan dan menyuarakan beragam fatwa yang ramah terhadap perempuan. Kali ini akan membahas apakah perempuan tidak boleh keluar rumah? Apakah perempuan harus dengan mahramnya? Mengapa Islam membatasi pergerakan perempuan? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, kiranya hasil pemikiran Syekh Ahmad Thayyib bisa dijadikan patokan. 

Bolehkah Perempuan Keluar Tanpa Mahram?

Beberapa kaum muslim masih berpendapat bahwa perempuan tidak boleh menginjakkan kaki di luar rumah tanpa mahram. Pandangan mereka ini berpijak pada teks Alquran, hadis, dan kitab-kitab fikih babon. Mereka juga berpendapat bahwa perempuan adalah sumber fitnah karena ditakutkan akan menambah problem yang lebih banyak ketika perempuan di luar rumah. Dengan begitu, mereka menggarisbawahi bahwa perempuan harus berada di rumah. Apabila perempuan menginginkan ke luar rumah, wajib bagi mahramnya untuk menemani. 

Sebagaimana hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Umar, bahwa Nabi saw. bersabda, “Janganlah seorang wanita bepergian selama tiga hari kecuali bersama mahramnya,” (H.R. Bukhari dan Muslim). 

Hadis serupa juga termuat dalam riwayat lain. Dari Abi Hurairah, bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Janganlah seorang wanita berpergian sejauh perjalanan sehari semalam kecuali bersama dengan mahramnya.” (H.R. Tirmidzi).

Hadis di atas kemudian dimaknai sebagai kewajiban dalam agama sebagaimana Imam Ibnu Hajar dalam mensyarahi Fath al-Bâri Shâhîh Bukhari. Berkaca pada hadis di atas, Ibnu Hajar bersepakat bahwa ketika perempuan sedang melaksanakan ibadah haji dan umroh, wajib dengan mahramnya. Dari penafsiran-penafsiran yang berkembang, tentunya hadis di atas menimbulkan banyak sekali pertanyaan, seperti bagaimana jika perempuan mempunyai keperluan mendesak? Bagaimana dengan belajar yang mengharuskan pergi jauh? Bagaimana dengan perempuan yang bekerja? Dan masih banyak lagi pertanyaan lainnya. 

Baca Juga:  Meneladani Umar bin Khattab: Sabar Menghadapi Amarah Istri

Jika dibaca lebih jauh, hadis di atas harus disandarkan pada illat yang ada. Sebagaimana dalam sebuah kaidah, “Hukum itu harus disandarkan pada ada dan tidaknya illat”. Maka, illat yang sesungguhnya dari hadis-hadis di atas adalah menjaga perempuan dari segala sesuatu yang membahayakan. Ketika tidak adanya hal yang membahayakan bagi perempuan atau dalam kondisi aman, tentunya perempuan boleh bepergian tanpa mahram. 

Penafsiran seperti Ibnu Hajar tentunya mengacu pada kultur dan keadaan sosial yang terjadi di zaman tersebut. Karena kondisi yang belum memungkinkan atau belum masuk dalam kondisi aman dan ramah bagi perempuan, para ulama bersepakat untuk mewajibkan perempuan keluar dengan mahramnya. Seperti begal, perampokan, binatang buas dan beberapa hal-hal yang mengarah pada sesuatu yang membahayakan.

Jika ditelaah lebih lanjut, fitnah yang dimaksud adalah adalah segala sesuatu yang menimbulkan kekhawatiran terhadap perempuan, seperti adanya pelecehan dari lawan jenis, penyebab adanya khalwat, perampokan, binatang buas, dan segala yang menjadi kendala. Akan tetapi, bagi Islam konservatif, mereka memahami fitnah karena perempuan sebagai aib. Untuk  mengurangi aib, perempuan dikurangi keluar rumah.  

Kemudian, penafsiran nas-nas agama tentu berkembang lagi karena perkembangan zaman yang semakin maju dan segala akomodasi yang memadai. Hal ini dapat mengubah illat dari sebelumnya. Dengan melihat keadaan yang aman dan ramah bagi perempuan, hukum wajibnya perempuan bepergian dengan mahram berubah menjadi bolehnya perempuan bepergian tanpa mahram. 

Imam Ahmad Thayyib berpendapat bahwa perempuan boleh saja bepergian tanpa mahram. Bahkan, di awal keislaman sendiri ditemui banyak perempuan yang melakukan perjalanan jauh dan dengan waktu yang lama seperti haji tanpa adanya mahram. Dengan perkembangan hukum untuk menyesuaikan zaman, Imam Ahmad Thayyib memperbolehkan perempuan bepergian sendiri tanpa adanya mahram karena melihat kondisi sekarang jauh lebih aman dari zaman yang dulu.

Baca Juga:  Menjalani Hidup dengan Konsep Mindfullnes; Kumpulan Nasihat dari Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari

Tekstualisasi terhadap nas-nas agama seperti di atas ini yang dikhawatirkan mengkungkung perempuan itu sendiri. Sehingga hal-hal tersebut membatasi ruang gerak perempuan di ranah privat maupun publik. Kemudian Islam dianggap sebagai agama yang konservatif bagi generasi sekarang. Faktanya, Islam menolak tradisi maupun adat yang tidak sesuai dengan visi Islam sendiri.

Sebagai pemungkas, saya dapat mengatakan bahwa Islam merupakan agama yang ramah terhadap perempuan. Untuk itu, kira harus menggaungkan lagi bahwasannya agama Islam ramah terhadap perempuan sejak Islam datang pertama kalinya di bumi.

Rekomendasi

Syekh Ahmad Thayyib Syekh Ahmad Thayyib

Syekh Ahmad Thayyib dan Payung Fatwa Ramah Terhadap Perempuan (Bagian 1)

Resensi Buku Pedoman Wanita Muslimah: Fatwa-fatwa Seputar Perempuan & Beberapa Permasalahan yang Sering Ditanyakan Resensi Buku Pedoman Wanita Muslimah: Fatwa-fatwa Seputar Perempuan & Beberapa Permasalahan yang Sering Ditanyakan

Resensi Buku: Pedoman Wanita Muslimah

Munas NU 2023: Tanya ke AI Boleh, Jadi Pedoman Haram Munas NU 2023: Tanya ke AI Boleh, Jadi Pedoman Haram

Munas NU 2023: Tanya ke AI Boleh, Jadi Pedoman Haram

Fatwa yusuf al-qardhawi perempuan Fatwa yusuf al-qardhawi perempuan

Metode Fatwa Yusuf Al-Qaradawi; Ulama yang Sering Jadi Rujukan Muslim Indonesia

Ditulis oleh

Mahasiswi Universitas Al-Azhar, Kairo jurusan Akidah dan Filsafat.

Komentari

Komentari

Terbaru

Umar perhatian kaum perempuan Umar perhatian kaum perempuan

Kisah Umar bin Khattab yang Sangat Perhatian kepada Kaum Perempuan

Khazanah

doa tak kunjung dikabulkan doa tak kunjung dikabulkan

Parenting Islami: Mendidik Generasi Tauhid di Era Modern

Keluarga

sahabat tabi'in memperbolehkan musik sahabat tabi'in memperbolehkan musik

Beberapa Nama Sahabat Nabi dan Tabi’in yang Memperbolehkan Musik

Khazanah

alasan fatimah julukan az-zahra alasan fatimah julukan az-zahra

Alasan Fatimah Mendapat Julukan az-Zahra

Khazanah

Tiga Macam Pernikahan yang Dilarang, Meski dengan Motif untuk Menghindari Zina

Kajian

sayyidah nafisah guru syafi'i sayyidah nafisah guru syafi'i

Biografi Singkat Sayyidah Nafisah, Cicit Rasulullah yang menjadi Guru Imam Syafi’i

Khazanah

beberapa Dimakruhkan Membaca Alquran beberapa Dimakruhkan Membaca Alquran

Beberapa Tempat dan Keadaan yang Dimakruhkan Membaca Alquran

Kajian

meneladani rasulullah anti rasisme meneladani rasulullah anti rasisme

Meneladani Rasulullah yang Mengajarkan Sikap Anti Rasisme

Khazanah

Trending

Menjaga Keharmonisan Rumah Tangga Menjaga Keharmonisan Rumah Tangga

Tafsir Al-Baqarah 187: Kiat Menjaga Keharmonisan Rumah Tangga menurut Islam

Kajian

perempuan titik nol arab perempuan titik nol arab

Resensi Novel Perempuan di Titik Nol Karya Nawal el-Saadawi

Diari

Yoga gerakan ibadah hindu Yoga gerakan ibadah hindu

Yoga Dianggap Menyerupai Gerakan Ibadah Hindu, Haramkah Menurut Islam?

Kajian

malaikat melaknat istri menolak malaikat melaknat istri menolak

Benarkah Malaikat Melaknat Istri yang Menolak Ajakan Suami untuk Berhubungan Badan?

Kajian

Laksminingrat tokoh emansipasi indonesia Laksminingrat tokoh emansipasi indonesia

R.A. Lasminingrat: Penggagas Sekolah Rakyat dan Tokoh Emansipasi Pertama di Indonesia

Muslimah Talk

alasan fatimah julukan az-zahra alasan fatimah julukan az-zahra

Sayyidah Sukainah binti Al-Husain: Cicit Rasulullah, Sang Kritikus Sastra

Kajian

Nyai Khoiriyah Hasyim mekkah Nyai Khoiriyah Hasyim mekkah

Nyai Khoiriyah Hasyim dan Jejak Perjuangan Emansipasi Perempuan di Mekkah

Kajian

Teungku Fakinah Teungku Fakinah

Zainab binti Jahsy, Istri Rasulullah yang Paling Gemar Bersedekah

Kajian

Connect