BincangMuslimah.Com – Tepat di Hari Peringatan Sumpah Pemuda, 28 Oktober 2022, Komnas Perempuan meluncurkan instrumen dan rekomendasi penanganan Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik atau disingkat dengan KSBE.
Sebagai bagian dari upaya memperbaiki moral bangsa, Komnas Perempuan melakukan kajian ke 5 negara maju dan berkembang untuk mempelajari bagaimana mereka menangani kasus KSBE. Lima negara tersebut adalah Korea Selatan, Inggris, Australia, Filipina, dan India. Alasan pemilihan kelima negara tersebut karena mereka telah memiliki regulasi terkait penanganan KSBE, demikian yang disampaikan oleh Andy Yentriyani, Ketua Komnas Perempuan.
Beberapa kali Komnas Perempuan mendiskusikan dan mengganti term yang tepat untuk isu kekerasan seksual berbasis digital. Mulanya, term yang digunakan adalah KBGO alias Kekerasan Berbasis Gender Online, hingga disepakati menjadi KSBE.
Komnas Perempuan juga mengusulkan isu ini diatur dalam UU TPKS yang akhirnya rilis pada Mei lalu. Pasal tindakan pidana mengenai pelaku KSBE diatur dalam UU TPKS pasal 14 ayat 1. Namun, menurut Siti Aminah Tardi, salah satu Komisioner di Komnas Perempuan bahwa pasal ini tidak mencakup kekerasan Cyber. Oleh karena itu, Komnas Perempuan masih terus berupaya menyusun instrumen dan rekomendasi penanganan dan pencegahan kekerasan seksual untuk dijadikan pedoman di beberapa lembaga dan juga menjadi rujukan bagi pemerintah, aparat keamanan, dan penegak hukum dalam menangani kasus KSBE.
Dalam kajiannya, 5 negara yang menjadi rujukan instrumen ini memang memiliki sejumlah regulasi yang menangani KSBE di negara masing-masing, tapi tetap tidak lepas dari kritik. Misal, Jerman memberikan tindakan pidana pada seseorang yang melakukan stalking, harassing, threatening, abusing, dan insulting pada konteks ruang daring seperti halnya Hukum Pidana Jerman. Aturan tersebut juga mengharuskan perusahaan media sosial untuk menghapus konten yang dianggap melanggar hukum dan jika ditemukan kekurangan sistemik dalam menangani masalah ini, dapat didenda hingga 50 juta Euro.
Akan tetapi, kebijakan ini juga menuai kritik karena sering dijadikan alat oleh pemerintah untuk membungkam kritik yang berlawanan dengan kepentingan pemerintah. Regulasi ini sebetulnya tidak hanya fokus pada KSBE, tapi berbagai macam pelanggaran di dunia digital.
Contoh lain adalah aturan yang dimiliki oleh Korea Selatan (Korsel) dalam pasal Sex Crimes Act 2010 yang akan menindak pidana pelaku KSBE pada pengambilan konten asusila, mendistribusikan, menjual, mengintimidasi, dan pelanggaran kesusilaan dengan alat komunikasi. Akan tetapi, peraturan ini hanya menyasar pada unsur ketertelanjangan atau seksualitas saja, tidak pada unsur tanpa izin dan hukuman bagi pelakunya pun sebentar. Inilah yang kemudian masih mendapatkan kritik.
Penggunaan internet yang terus meningkat dari tahun ke tahun, terutama bagi penduduk Indonesia menjadikan kasus ini merambah ke ranah digital pula melalui media internet dan media sosial. Terhitung sejak 2021, kasus KSBE meningkat pesat, mencapai angka 1.721 kasus yang terlapor dibanding tahun 2017-2020. Peningkatan ini juga disebabkan oleh situasi pandemi yang mengharuskan banyak pihak terus berada di rumah dan mengalihkan aktivitasnya ke dunia digital termasuk media sosial.
Berikutnya, Rainy Maryke Hutabarat, salah satu Komisioner Komnas Perempuan memaparkan rekomendasi apa saja yang disusun untuk menjadi acuan bagi pemerintah, penegak hukum, lembaga, dan masyarakat. Ada lima aspek hak korban yang disusun dalam rekomendasi ini; (1) hak atas penghapusan konten dalam ranah pidana atau perdata; (2) Hak atas pengaduan; (3) Hak atas pemulihan (konseling dan aksess serta informasi terkait penghapusan konten); (4) Hak atas penghapusan objek/konten KSBE yang tersebar di dalam maupun di luar negeri; (5) serta Hak atas pencegahan keberulangan penyebaran konten KSBE.
Selain mengatur hak-hak korban, instrumen ini juga menyusun hal-hal yang mestinya dilakukan oleh lembaga pemerintah berwenang, kewajiban aparat penegak hukum, dan perbandingan dengan hukum positif yang berlaku di Indonesia.
Instrumen dan rekomendasi penanganan Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik ini diharapkan menjadi pedoman bagi pemerintah, lembaga-lembaga masyarakat sipil, dan para penegak hukum dalam penanganan dan pencegahan KSBE.
Hasil instrumen dan rekomendasi penanganan kasus KSBE ini bisa diakses di link berikut.
3 Comments