Ikuti Kami

Kajian

Mengapa Agama Menjadi Legitimasi Pernikahan Anak?  

Islam menyunahkan Nikah muda

BincangMuslimah.Com – Pernikahan dini atau pernikahan anak adalah salah satu pelanggaran hak anak yang sangat masif di Indonesia. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan (KPPA) menyatakan bahwa saat ini, angka perkawinan anak Indonesia menduduki peringkat kedua tertinggi di ASEAN.

Tahun 2018, dari total 627 juta penduduk Indonesia, 11.2 persen perempuan menikah di usia 20-24 tahun. Sementara itu, pernikahan perempuan yang berusia kurang dari 17 tahun sebesar 4,8 persen.

Data juga menunjukkan bahwa pernikahan anak di bawah usia 16 tahun sekitar 1,8 persen dan persentase pernikahan anak berusia kurang dari 15 tahun sejumlah 0,6 persen. Jika diakumulasi, angka ini menggambarkan bahwa satu dari sembilan anak perempuan usia kurang dari 18 tahun di Indonesia menikah muda.

Banyak orang menjadikan alasan dalam agama bahwa salah satu syarat menikah adalah baligh. Tapi dalam diskursus keagamaan Islam, apa sebenarnya tanda-tanda baligh bagi lelaki dan perempuan?

Kepada Swara Rahmima, aktivis perempuan Lies Marcoes-Natsir menyatakan bahwa dalam diskursus keagamaan Islam, khususnya dalam kitab fiqh klasik, tanda-tanda baligh dijelaskan paparan fisik biologis, tidak ada penjelasan psikologisnya.

Ia merujuk pada penjelasan peneliti Rumah Kitab, Mukti Ali, dalam pandangan Imam Syafi’i. Imam Syafi’I menyatakan bahwa tanda-tanda baligh bagi laki-laki berumur 15 tahun dan sudah mengalami mimpi basah atau ihtilam. Sementara bagi perempuan, tanda balighnya adalah keluarnya darah haid atau mensturasi.

Sedangkan menurut Abu Hanifah, tanda-tanda baligh bagi laki-laki yakni berumur 18 tahun dan bagi perempuan berumur 17 tahun. Apa sebenarnya definisi fiqh tentang baligh yang hanya menggunakan definisi fisik biologis sehingga mentolerir praktik pernikahan anak?

Lies menjelaskan bahwa ada tiga alasan adanya praktik kawin anak yang menggunakan argumentasi keagamaan:

Baca Juga:  Memberi Nama Anak dengan Nama Kakek Buyutnya dalam Tradisi Islam

Pertama, praktik perkawinan Nabi dengan ‘Aisyah. Umat Islam yang mentolerir kawin anak yang terbesar adalah disebabkan Nabi Muhammad menikahi ‘Aisyah yang diyakini oleh mereka dalam sejarahnya masih berusia 7 tahun dan digauli pada usia 9 tahun. Hadis ini dijadikan dalil untuk melegitimasi kawin anak.

Kedua, soal baligh. Soal ini juga termasuk argumentasi keagamaan bagi mereka yang mentolerir kawin anak. Bagi mereka usia baligh yang ditandai haid dianggap sudah siap menerima tanggung jawab dalam ibadah ritual, mualamah dan perkawinan.

Menurut pandangan ini, seseorang yang sudah baligh berarti sudah mukallaf. Mukallaf artinya seseorang yang sudah wajib melaksanakan perintah dan larangan agama. Sehingga dia sudah bertanggungjawab atas perbuatan sendiri.

Ketiga, kawin anak juga terkait dengan pengertian wali mujbir. Mereka masih punya keyakinan bahwa orang tua berhak memilihkan jodoh bagi anaknya. Ini biasanya terjadi pada anak perempuan.

Sebab, menurut mereka, perempuan yang masih gadis adalah hak bapaknya dan boleh dinikahkan secara paksa oleh orang tuanya selaku wali mujbir. Wali mujbir artinya ayah biologis atau kerabat biologis yang bisa ‘memaksakan kehendaknya’ tanpa meminta restu dari anak yang bersangkutan. Jika sang gadis terdiam ketika ditawarkan untuk kawin, maka sudah dianggap cukup sebagai pertanda ia mau dinikahkan.

Lies menyatakan bahwa definisi baligh dengan ukuran biologis ini kerap menjadi alasan berlangsungnya praktik kawin anak. Padahal, kata baligh mestinya tak boleh berdiri sendiri. Kata baligh harus digandeng dengan kata ‘aqil. ‘Aqil dan baligh memang kata yang mengandung arti berbeda, tapi saling bertaut satu sama lain.

Bahkan dalam konteks tertentu, kedua kata tersebut saling terkait dan tidak bisa dipisahkan. Misalnya dalam konteks taklif yakni mulai diberlakukannya kewajiban menjalankan ajaran agama, dan orang yang ter-taklif atau mukallaf yakni individu yang pada dirinya sudah dibebani ajaran agama).

Baca Juga:  Pernikahan Aisyah dengan Rasulullah; Bukti Islam Legalkan Child Marriage? 

Dalam konteks tersebut, kata aqil-baligh muncul dan digunakan dalam konteks seseorang yang sudah menjadi mukallaf. Mukallaf tidak bisa direduksi hanya soal usia baligh biologis saja, tapi juga harus direduksi baligh mental sosialnya berdasarkan pada kemampuan dalam berpikir yakni ‘aqil/akil.

Jika disederhanakan, ‘aqil adalah kata subyek yang artinya “orang yang berakal”. Sayangnya, kata ‘aqil sering diartikan secara sederhana sebagai lawan kata majnun atau gila. Padahal, apa yang dikehendaki dengan ‘aqil adalah fase-fase kedewasaan dan kesadaran manusia.

Untuk menuju baligh, ada usia yang disebut sebagai usia tamyiz. Artinya, usia manusia berakal yang sudah bisa membedakan mana yang baik dan buruk, dan mana yang benar dan salah. Jika sudah baligh namun belum bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk serta mana yang benar dan salah, maka semestinya perempuan atau laki-laki tidak buru-buru melaksanakan pernikahan.[]

Rekomendasi

Pernikahan Mencegah Zina Pernikahan Mencegah Zina

Quraish Shihab: Pernikahan Anak Usia Dini Bukan Cara Bijak Mencegah Zina

Nujood Ali Nujood Ali

Nujood Ali, ABG Pendobrak Budaya Kawin Paksa Anak di Yaman

penyebar hoaks Rasulullah penyebar hoaks Rasulullah

Pernikahan Aisyah dengan Rasulullah; Bukti Islam Legalkan Child Marriage? 

Berapa Usia Ideal Perempuan untuk Menikah? Berapa Usia Ideal Perempuan untuk Menikah?

Berapa Usia Ideal Perempuan untuk Menikah?

Ditulis oleh

Tim Redaksi Bincang Muslimah

Komentari

Komentari

Terbaru

CariUstadz Dakwah Perspektif Perempuan CariUstadz Dakwah Perspektif Perempuan

Berkolaborasi dengan KUPI, CariUstadz Tingkatkan Dakwah Perspektif Perempuan 

Berita

yukabid perempuan nabi musa yukabid perempuan nabi musa

Yukabid, Sosok Perempuan di balik Kisah Nabi Musa

Khazanah

perempuan titik nol arab perempuan titik nol arab

Resensi Novel Perempuan di Titik Nol Karya Nawal el-Saadawi

Diari

Nyai Khoiriyah Hasyim mekkah Nyai Khoiriyah Hasyim mekkah

Nyai Khoiriyah Hasyim dan Jejak Perjuangan Emansipasi Perempuan di Mekkah

Kajian

Sekilas tentang Sholihah Wahid Hasyim, Ibunda Gusdur

Kajian

Definisi anak menurut hukum Definisi anak menurut hukum

Definisi Anak Menurut Hukum, Umur Berapa Seorang Anak Dianggap Dewasa?

Kajian

Beauty Previllege terobsesi kecantikan Beauty Previllege terobsesi kecantikan

Beauty Previllege akan Menjadi Masalah Ketika Terobsesi dengan Kecantikan

Diari

Perilaku Rendah Hati alquran Perilaku Rendah Hati alquran

Tiga Contoh Perilaku Rendah Hati yang Diajarkan dalam Alquran

Muslimah Daily

Trending

Surat Al-Ahzab Ayat 33 Surat Al-Ahzab Ayat 33

Tafsir Surat Al-Ahzab Ayat 33; Domestikasi Perempuan, Syariat atau Belenggu Kultural?

Kajian

perempuan titik nol arab perempuan titik nol arab

Resensi Novel Perempuan di Titik Nol Karya Nawal el-Saadawi

Diari

Nyai Khoiriyah Hasyim mekkah Nyai Khoiriyah Hasyim mekkah

Nyai Khoiriyah Hasyim dan Jejak Perjuangan Emansipasi Perempuan di Mekkah

Kajian

Laksminingrat tokoh emansipasi indonesia Laksminingrat tokoh emansipasi indonesia

R.A. Lasminingrat: Penggagas Sekolah Rakyat dan Tokoh Emansipasi Pertama di Indonesia

Muslimah Talk

Mahar Transaksi Jual Beli Mahar Transaksi Jual Beli

Tafsir Surat An-Nisa Ayat 4; Mahar Bukan Transaksi Jual Beli

Kajian

Doa berbuka puasa rasulullah Doa berbuka puasa rasulullah

Beberapa Macam Doa Berbuka Puasa yang Rasulullah Ajarkan

Ibadah

Definisi anak menurut hukum Definisi anak menurut hukum

Definisi Anak Menurut Hukum, Umur Berapa Seorang Anak Dianggap Dewasa?

Kajian

Hukum Sulam Alis dalam Islam

Muslimah Daily

Connect