BincangMuslimah.Com- Tidak semua orang tua yang dikaruniai seorang anak dalam keadaan berkecukupan. Sehingga, di antara mereka ada yang kurang mampu untuk membeli kambing sebagai akikah anaknya. Lalu, bolehkah anak tersebut mengakikahi diri sendiri saat dewasa?
Syekh Al-Mawardi di dalam kitab Al-Hawi fi Fiqh Asy-Syafii menjelaskan bahwa ada dua pendapat terkait dengan waktu akikah. Pendapat pertama mengatakan bahwa akikah hanya terbatas pada tujuh hari dari kelahiran jabang bayi.
Sedangkan pendapat kedua mengatakan tidak terbatas pada tujuh hari. Jika penyembelihan hewan akikah dilaksanakan setelah kelahiran dan sebelum sempurnanya tujuh hari maka hal ini diperbolehkan dan dianggap menyegerakan/takjil akikah.
Adapun jika akikah dilaksanakan tepat pada hari ketujuh dari kelahirannya, maka ia telah melaksanakan sunnah akikah. Namun, jika akikah dilaksanakan sebelum kelahiran jabang bayi, maka ia tidak melaksanakan kesunnahan akikah, dan daging sembelihannya dianggap daging biasa.
Jika pelaksanaan akikah setelah hari ketujuh dari kelahirannya, maka hal ini dianggapkan qada’ dan masih mendapatkan kesunnahan. Dan hendaknya akikah tidak melewati batas masa nifas (60 hari setelah kelahiran) yang menjadi sisanya hukum melahirkan.
Jika ia melewati masa nifas, maka hendaknya tidak melewati masa menyusui yang menjadi sisanya masa balita. Jika melewati batas menyusui, maka ia wajib tidak melewati batas masa balig yang menjadi sisa dari hukum masa anak-anak. Jika akikah masih belum dilaksanakan sampai masa balig, maka hukum sunnahnya akikah gugur.
Oleh karena hukum akikah telah gugur bagi wali setelah anak mencapai usia balig, imam Al-Mawardi menjelaskan terkait anak yang mengakikahi dirinya sendiri.
وَكَانَ الْوَلَدُ مُجْزِئًا فِي الْعَقِيقَةِ عَنْ نَفْسِهِ وَلَيْسَ يَمْتَنِعُ أَنْ يَعُقَّ الْكَبِيرُ عَنْ نَفْسِهِ
Artinya: Seorang anak dianggap cukup jika mengakikahi dirinya sendiri dan tidak dihalangi bagi orang dewasa untuk mengakikahi dirinya sendiri.
Asy-Syekh Muhammad bin Qasim Al-Ghazy pun di dalam kitab Fathul Qarib Al-Mujib yang merupakan syarah dari kitab Taqrib menjelaskan
فان تأخرت للبلوغ سقط حكمها في حق العاق عن المولود واما هو فمخير فى العق عن نفسه والترك.
Jika keterlambatan akikah itu sampai usia balig, maka gugurlah hukum akikah bagi orang yang mengakikahi anak tersebut. Adapun anak, maka boleh memilih untuk mengakikahi dirinya atau tidak.
Sementara itu, Asy-Syekh Ibrahim Al-Bajuri di dalam kitab Hasyiyah Al-Bajuri Ala Ibn Qasim Al-Ghazi menambahkan keterangan
فيحسن أن يعق عن نفسه تداركا لما فات
Artinya: Maka, sebaiknya ia mengakikahi dirinya sendiri sebagai bentuk menggantikan akikah yang telah lewat.
Namun, Syekh Wahbah Az-Zuhaili di dalam kitab Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu menjelaskan bahwa Ulama Hanabilah dan Malikiyyah berpendapat tidak perlu selain bapak atau anak yang sudah dewasa untuk mengakikahi dirinya sendiri karena akikah itu disyariatkan untuk bapak. Maka, bagi selain bapak tidak perlu melaksanakannya.
Adapun menurut sekelompok ulama Hanabilah memilih pendapat bahwa seorang anak masih disunnahkan mengakikahi dirinya sendiri dan akikah itu tidak khusus di waktu kecil saja, maka seorang bapak boleh mengakikahi anaknya meskipun sudah balig karena waktu akikah tidak ada akhirnya.
Jadi, diperbolehkan bagi seorang anak yang belum diakikahi di masa kecilnya untuk mengakikahi dirinya sendiri saat ia dewasa. Bahkan, hal itu lebih baik daripada tidak melakukannya. Wa Allahu a’lam bis shawab.