BincangMuslimah.Com – Di antara warisan nusantara yang erat kaitannya dengan Islam adalah manuskrip. Dewasa kini, manuskrip-manuskrip di berbagai negara didigitalisasi oleh berbagai media guna menjaga keaslian teks manuskrip. Untuk fisik naskah sendiri biasanya manuskrip nusantara disimpan di berbagai tempat di beberapa daerah seperti ada di mesjid, rumah sultan, pesantren, dan lain-lain.
Hingga saat ini ada sekitar 1768 bukti warisan tulisan tangan yang berhasil dikumpulkan dan digitalisasi oleh para penggiat kodikologi seperti pada laman Endangered Archives Programme. Selain naskah Anis Al Muttaqin yang saya temukan ini, terdapat manuskrip nusantara lain dalam berbagai bahasa. Dan ada 28 manuskrip berbahasa wolio dan Anis Al Muttaqin ini adalah salah satunya.
Bahasa wolio tergolong ke dalam bahasa Austronesia Barat dan termasuk salah satu bahasa di Sulawesi Tenggara. Empat dari 71 naskah yang berbahasa wolio menyajikan huruf latin, membahas seputar islam, hukum dan upacara adat. Waktu penulisan manuskrip tersebut terjadi berkisar abad 19 dan 20 M.
Wolio merupakan sebuah kampung kecil di sulawesi tenggara tepatnya di kota baubau. Dari kampung wolio inilah sejarah Buton sebagai kerajaan pertama dimulai. Masyarakat Buton adalah salah satu di antara kumpulan orang yang mempunyai tradisi menulis.
Deskripsi Naskah Anis al-Muttaqin
Naskah ini diawali oleh basmallah dan pujian kepada Allah. Penulis Anis Al Muttaqin ini mendeklarasikan dirinya dengan Al Faqir Al Sail Ar Raji’ karena ke tawadhuannya. Penulis mengungkapkan bahwa poin yang akan disampaikan dalam Anis Al Muttaqin ini adalah 5 bab sesuai dengan rukun islam. Bab pertama diawali dengan pembahasan Ghaflah dan tafakkur.
Berdasarkan informasi yang tertera, ada sekitar 9 baris per halaman nya. Adapun halaman manuskrip yang berjudul Anis Al-muttaqin adalah 14 halaman yang tak bernomor. Manuskrip ini ditulis dalam kertas eropa yang tebal dan menggunakan tinta hitam pada keseluruhan tulisannya. Dimensi kertas yang dijadikan media penulisan seluas 21,4 ×17,1 cm.
Fisiknya pun masih bagus dan layak dibaca sampai sekarang meski naskah ini lahir sekitar abad ke 19 dan 20. Kertas yang digunakan adalah kertas eropa yang tebal sehingga kualitas kertasnya masih terjaga meski tak ber kolofon. Fisik naskah asli Anis Al Muttaqin ini terdapat di desa Baadia, kec Betoambari kota Baubau.
Bahasa arab yang digunakan dalam naskah ini adalah bahasa arab fushah juga menggunakan kosakata yang mainstream. Sehingga menjadikan teks ringan untuk dibaca bagi berbagai kalangan dan mudah difahami. Namun, tiada kesempurnaan kecuali milik Allah. Di dalam naskah ini terdapat beberapa kesalahan penulisan.
Kandungan Tasawuf dalam Aniss al-Muttaqin
Salah satu mutiara tasawuf yang termuat dalam manuskrip Anis al-Muttaqin adalah tentang bahaya ghaflah (lalai). Penulis Anis Al Muttaqin pun mengungkapkan bahwa :
الغفلة أشدّ البلاء على العارفين
“ghoflah merupakan bahaya yang paling besar menurut ‘arifin (ahli ma’rifat)”
Bahkan ada ungkapan yang tertulis :
اعلم أنّ من سكر من الخمر يفيق البتّة ومن سكر من الغفلة لم يفيق أبدا
“Ketahuilah bahwasanya orang yang mabuk karena khamr masih bisa terjaga sedangkan orang yang mabuk karena ghoflah tidak akan terjaga selamanya”
Kandungan dalam tasawuf ini sangatlah jelas dan tegas. Setidaknya, terdapat tiga alasan yang diungkapkan penulis Anis al-Muttaqin tentang bahaya ghoflah (lalai), di antaranya ;
Pertama, bahwa ghoflah merupakan hijab bagi kebaikan, maka siapa pun yang hatinya tidak ingat kepada Allah maka tidak ada kebaikan yang terjadi. Sebagaimana firman Allah :
يومئذ يصدر الناس أشتاتا ليروا أعمالهم فمن يعمل مثقال ذرة خيرا يراه
Kedua, ghoflah merupakan hijab bagi kebenaran. Karena seseorang yang akan melaksanakan sholat haruslah dalam kondisi hati yang benar (ingat kepada Allah) artinya tidak dalam keadaan mabuk. Sebagaimana firman Allah :
ياأيها الذين أمنوا لا تقربوا الصّلاة وأنتم سكارى حتى تعلموا ما تقولون
Ketiga, bahwa ghoflah adalah rumah setan, maka sesiapa yang terjebak dalam rumah setan tidak akan bisa menuju Allah. Dan tiada obat bagi ghoflah selain kematian.
Pada paragraf sebelum akhir , penulis Anis al-Mutaqqin juga mencantumkan sebuah dzikir agar terhindar dari bahaya ghoflah, yaitu :
ياعزيز 3× يا رحيم 3×إرحمني 3× يا أرحم الرّاحمين
Yaa ‘aziiz(3x), yaa rahiim (3x), irhamnii(3x), yaa arhamarrahimin
Artinya; “Wahai Tuhan yang Maha Berkuasa (3x), yang Maha Pengasih (3x), kasihilah aku (3x) wahai Tuhan Yang Maha Pengasih di antara semua yang bersifat pengasih.
Penulis Anis al-Muttaqin mengungkapkan bahwa doa tersebut apabila dibaca setiap sebelum fajar dan kita dalam keadaan berwudhu, maka dapat menghapus beribu ribu keburukan, menjadikan beribu ribu kebaikan, mengangkat beribu ribu derajat, serta dapat membersihkan hati kita dari berbagai penyakitnya seperti hasud, munafiq, dan obsesi terhadap dunia, membersihkan lisan dari sifat bohong, dan menambah ketaatan kepada Allah.
Demikianlah ajaran tasawuf dalam manuskrip Anis al-Muttaqin. Maka dari itu manuskrip ini sangat layak dikaji isinya dan terus dilestarikan serta dijaga fisik naskahnya.