BincangMuslimah.Com – Dikisahkan dalam Adab an-Nisa’ karya Abdul Malik Ibn Habib al-Qurthubi, dari Abu Rafi’ bahwa suatu ketika, seorang perempuan bersama suaminya menemui Khalifah Umar Ibn Khatab.
Dengan wajah lesu, sang istri meminta khalifah untuk memaksa suaminya menceraikannya “Ya amiral mu’minin, aku bukan bagi diriku dan bukan pula suamiku ini. Bebaskanlah aku darinya,” Ucap perempuan itu memelas.
Khalifah tidak segera menjawab permohonan itu. ia perhatikan keadaan sang suami. Rambutnya kusut tak diurus. Jenggotnya panjang berantakan. Wajahnya pucat. Bajunya lusuh untuk tidak bisa dikatakan compang-camping. Wajar sang istri begitu amat membencinya.
Umar memberi isyarat sang suami untuk mandi membersihkan badan, memotong kuku, mencukur rambut dan memakai parfum.
Maka laki-laki itu pergi mematuhi perintang sang khalifah. Tak berapa lama, ia kembali. Lalu khalifah mengisyaratkan agar ia memegang tangan istrinya . Sang istri kaget. Berani-beraninya lelaki ini bersikap tak sopan padanya di hadapan Khalifah Umar.
“Wahai hamba Allah, begitu lancangnya kau melakukan ini di hadapan amiral mu’minin,” katanya marah sambil menampik tangan lelaki tadi.
Melihat hal tersebut, Umar Ibn Khattab tersenyum. Kemudian menjelaskan pada perempuan tadi, bahwa laki-laki itu adalah suaminya sendiri. Antara percaya dan tidak, perempuan ini memeriksa, ia pandang lekat-lekat lelaki di hadapannya dari atas ke bawah, memastikan apakah yang dikatakan khalifah benar adanya.
Ternyata benar, laki-laki ini memanglah suaminya. Dengan versi yang lebih tampan tentunya. Jambang kusut yang tadinya melekat di dagunya, sekarang bersih menunjukkan putih langsat kulitnya. Rambut yang dulunya awut-awutan, sekarang tersisir rapi menunjukkan keelokan parasnya.
Dengan tersipu malu, perempuan itu berkata pada khalifah untuk membatalkan permintaannya. Mereka akhirnya pulang bergandengan tangan. Sangat mesra sekali.
“Begitulah seharusnya kalian berbuat pada istri kalian. Sesungguhnya mereka (para istri) senang jika kalian berhias untuk mereka, sebagaimana kalian senang jika mereka bersolek untuk kalian,” kata khalifah Umar pada orang-orang yang hadir pada saat itu. Inti dari perkataan Umar ini, bahwa para istri sesungguhnya juga berhak memiliki suami tampan yang menjaga penampilan untuk istri mereka.
Di lain kesempatan, beliau pernah berpesan
تصنعوا لنسائكم، وإنهن حببن منكم ما تحبونه منهن
“Berbuatlah (yang baik) untuk istri-istri kalian, sesungguhnya mereka menyukai dari kalian, apa-apa yang kalian sukai dari mereka.”
Kisah lain diriwayatkan oleh Ibn Abi Syaibah dalam Mushannaf-nya bahwa suatu hari, Ibnu Abbas memendekkan kumis dan memotong jenggot panjangnya yang melebihi genggaman tangan. Perbuatan ini diketahui oleh Nafi’ Maula Ibn Umar, hingga ia berkata
“Hai Ibnu Abbas, takutlah pada Allah akan apa yang engkau lakukan. Engkau memotong jenggot sedangkan orang-orang rela mendatangimu dengan berkendaraan unta untuk bertanya masalah fiqih.”
Ibn Abbas tersenyum kemudian menjawab, “Perbuatanku ini sesuai dengan apa yang diperintahkan ayat al-Qur’an”.
“Tunjukkan ayat itu padaku!” Desak Nafi’ ingin tahu
Maka Ibn Abbas membacakan ayat:
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ
Dan para perempuan mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf (Q.S al-Baqarah: 228)
Begitulah, Ibn Abbas menggambarkan betapa pentingnya menjaga kebersihan dan penampilan untuk istri tercinta. Naluri manusia adalah senang melihat sesuatu yang indah. Bukan hanya suami, istripun perlu melihat sisi ketampanan dan kegagahan yang ada dalam diri suami.
Wallahu A’lam bis shawab.