BincangMuslimah.Com- Satu kali, seorang teman pernah menyampaikan sebuah keresahan yang seketika memberi penyadaran. Pada momen melahirkan, setiap orang bergembira menyambut kehidupan baru yaitu bayi mungil dan lucu. Seketika seisi rumah menjadi gegap gempita, berebut menggendong hingga menerka-nerka, kira-kira wajah bayi ini mirip siapa.
Memberi Perhatian Tidak Hanya Kepada Bayi, Tetapi Kepada Ibu juga
Tidak sedikit pula orang terdekat hingga kerabat berduyun-duyun datang, memberikan beragam kado berisi pernak-pernik lucu untuk bayi. Mereka yang datang bergantian menanyakan perihal bagaimana kabar dan mengomentari betapa menggemaskannya si kecil. Namun, sedikit sekali yang menanyakan bagaimana kondisi ibu pasca melahirkan.
Ketika berkunjung ke rumah sakit, misalnya. Menyadari atau tidak, hal pertama yang kita lakukan adalah menghampiri sang bayi. Mungkin sedikit sekali ada pertanyaan ‘murni’ yang mengarah tentang kondisi ibu. Pertanyaan yang sering datang kemungkinan malah apakah ‘melahirkan normal atau operasi?’ ‘minum ASI atau susu formula’ atau ‘siapa nama bayi’.
Soal buah tangan juga demikian. Nyaris memberikan semua untuk kebutuhan bayi. Hampir tidak ada yang terpikirkan untuk memberikan bingkisan untuk sang ibu. Hal ini, kata teman saya, membuatnya mencoba untuk ‘bereksperimen’.
Selain memberikan bingkisan untuk keponakannya, ia juga memberikan kado berupa suplemen booster ASI dan skincare khusus untuk ibu menyusui pada kakak perempuannya yang baru saja melahirkan. Dan ternyata, reaksi kakak perempuannya lumayan lucu.
Ia merasa bingkisan ini bukan untuknya, dan teman saya sudah melakukan kekhilafan alias salah kirim. Setelah meyakinkan berkali-kali, barulah ia menerima hadiah tersebut sembari menangis. Rasa tidak percaya bercampur haru ini muncul karena semenjak dua kali melahirkan, baru kali ini ada yang menanyakan kabar dan memberikan hadiah untuknya.
Dari kisah ini, setelah dipikir-pikir, memang betul. Perhatian orang terdekat, kerabat, suami hingga ibu itu sendiri memang tersedot pada keberadaan sang buah hati. Kondisi ini tentunya wajar. Mengingat bayi adalah dambaan dan buah cinta yang kehadirannya amat dinanti-nanti. Sangat normal dan justru baik memberikan cinta dan perhatian padanya.
Tapi, yang sering terlupakan, ibu yang baru saja melahirkan juga butuh perhatian khusus. Setidaknya ada beberapa alasan kenapa jangan sampai orang di sekitar ibu, atau ibu itu sendiri ‘lupa’ jika dirinya juga butuh dukungan dan perhatian.
Terjadi perubahan yang sangat besar pada ibu, khususnya pada kelahiran anak pertama
Saat menjadi ibu, maka bisa menyebutnya telah terjadi perubahan yang cukup besar pada seorang perempuan. Perubahan yang cukup besar bisa dirasakan dari sisi fisik dan psikis. Setelahnya baru diikuti dengan adanya peran baru, kondisi sosial yang berbeda, hingga upaya penyesuaian jam kerja, jika sebelumnya ia bekerja dan ingin mempertahankannya.
Tentu tidak mudah menghadapi perubahan besar-besaran dalam waktu singkat. Butuh penyesuaian dengan usaha yang cukup besar. Sehingga tidak mengherankan jika kondisi fisik dan psikis ibu dihadapkan pada situasi yang berat. Tanpa ada bantuan atau dukungan dari orang-orang sekitar, menjaga ‘kewarasan’ jadi usaha yang tidak mudah.
Perubahan besar-besaran itu bahkan sudah terjadi sejak kehamilan. Bukan mitos belaka, dilansir dari dw.com, kehamilan membawa perubahan besar pada otak. Penemuan ini merupakan hasil penelitian dari para ahli saraf di University of California.
Otak yang diteliti adalah milik dari seorang perempuan hamil. Dan hasilnya, memang terdapat perubahan secara keseluruhan pada neuroanatomi otak, kondisi ini terjadi setiap minggu selama kehamilan. Selain itu, di dalam otak tersebut, terjadi perubahan volume materi abu-abu, volume vetrikal, ketebalan kortikal dan lainnya.
Walau belum ada penelitian lanjutan mengenai apa pengaruh pasti dari perubahan otak pada ibu, setidaknya penemuan ini dapat meningkatkan pemahaman masyarakat tentang perubahan fisik dan psikis. Hingga kondisi terjadinya depresi pasca persalinan, baby blues, preeklamsia, diabetes dan lainnya.
Rentan Mengalami Gangguan Kesehatan Mental, Baby Blues Hingga Depresi Postpartum
Rasa stres yang muncul saat sedang menjalani transisi peran baru menjadi ibu adalah wajar. Apa yang dirasakan valid dan tidak perlu disangkal. Namun, stres yang tidak terorganisir bisa berimbas ke mana-mana, salah satunya gangguan kesehatan mental.
Ibu pasca melahirkan, rentan sekali mengalami gangguan kesehatan mental. Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO ungkap jika, di seluruh dunia sekitar 13 persen ibu yang melahirkan mengalami gangguan kesehatan mental, termasuk depresi. Angka ini meningkat pada negara berkembang, yaitu 19,8 persen.
Jangan menganggap sepele gangguan kesehatan mental karena bisa beri dampak bahaya pada ibu sekaligus bayi. Ibu tidak bisa menjalankan perannya dengan baik. Tidak perlu menunggu lama, ibu yang alami disfungsi ini dapat memberikan pengaruh negatif pada tumbuh kembang si kecil.
Pada tahapan yang sangat berat, ibu berisiko menyakiti diri sendiri dan sang buah hati. Sedihnya, gangguan kesehatan mental yang tidak tertangani pada tahap ekstrim bisa berakhir dengan bunuh diri. Setidaknya ada dua jenis gangguan kesehatan mental yang umumnya terjadi pada ibu, yaitu baby blues dan postpartum depression.
Baby blues adalah kondisi di mana ibu merasa sedih atau murung setelah melahirkan. Kondisi ini biasanya hanya bersifat sementara dan terjadi sekitar dua hari hingga paling lambat tiga minggu sejak kelahiran bayi. Sedangkan postpartum depresion adalah tahap lanjut jika baby blues tidak teratasi dengan baik. Dampak yang hadir dari postpartum depresion jauh lebih mengkhawatirkan.
Karena selain menyebabkan gangguan kondisi emosi, postpartum depression bisa menyebabkan masalah makan dan perilaku. Ibu pun jadi tidak mampu menjalankan peran dengan baik. Dan pada akhirnya, berpotensi menyakiti diri sendiri dan sang buah hati hingga memicu terjadinya bunuh diri.
Jangan Kacangi Ibu dan Jangan Bertanya Tidak Perlu
Seorang dokter anak sekaligus asisten profesor pediatri di Univesitas di Kolombia, Rebekah Diamond pernah menekankan satu hal di dalam buku yang ia tulis berjudul ‘Seni Mengasuh Bayi 0-1 Tahun Ala Dokter Anak’. Di dalam buku tersebut, ia mengungkapkan jika orang tua yang sehat adalah bayi yang sehat.
Maknanya, ketika orang tua menghargai kesehatan dan kebahagiaan mulai dari diri sendiri, maka kondisi ini bakal menular pada sang buah hati. Lalu apa yang bisa orang-orang sekitar lakukan pada ibu pasca melahirkan? Mulailah dari hal sederhana, yaitu ‘jangan kacangi ibu’ misalnya.
Ayah, atau keluarga terdekat bisa menanyakan bagaimana kabar ibu, dan apa saja yang ibu butuhkan. Berikan dukungan secara emosional. Tawarkan bantuan jika ibu memang sangat membutuhkan. Selain itu ayah juga bisa membantu pekerjaan rumah dan menyediakan waktu istirahat untuk ibu.
Untuk kerabat atau teman dari luar rumah yang ingin berkunjung, mungkin dapat memberikan pujian atau hadiah pada ibu. Hindari pernyataan tidak perlu  yang berpotensi mengganggu kenyamanan. Misalnya mengoreksi metode persalinan yang dijalani sang ibu, melahirkan normal atau operasi sesar? Ketimbang mengomentari fisik bayi serta bentuk fisik ibu, akan lebih baik memberikan kalimat dukungan untuk membangkitkan semangat.
Link
https://www.dw.com/id/kehamilan-dan-perubahan-otak-ibu/a-70269443