Ikuti Kami

Muslimah Talk

Mitos Kekerasan Seksual yang Harus Diketahui

pendampingan pemulihan korban kekerasan seksual
pinterest.com

BincangMuslimah.Com – Dalam sebuah program kelas online yang bernama Perempuan Aman Internetan, Neqy,` selaku narasumber yang berasal dari komunitas perEMPUan mengatakan bahwa salah satu karakteristik kekerasan seksual adalah kekerasan yang paling berefek bagi korban. Namun banyak korban yang memilih tidak melapor dan kasus semacam ini sangat sulit untuk dibuktikan dibandingkan dengan kekerasan-kekerasan yang lainya. Juga ada beberapa mitos kekerasan seksual yang mesti diketahui oleh masyarakat agar para korban tetap berani melaporkan kasus kekerasan seksual yang menimpanya tanpa khawatir akan stigma negatif yang menimpanya.

Berdasarkan Laporan Studi Kuantitatif Barometer Kesetaraan Gender, IJRS dan INFID 2020, hanya 42,6% korban yang melapor, sedangkan 53,7% memilih untuk tidak melapor. Hal ini dikarenakan adanya hambatan psikologis seperti takut, malu, merasa bersalah dan ada juga korban yang belum memiliki pengetahuan serta informasi terkait mekanisme pelaporan.

Selain itu, di masyarakat kita ada banyak sekali mitos terkait kekerasan seksual yang semakin mempersulit korban. Di antaranya ketidakpahaman kita mengenai tonic imobilityTonic imobility adalah respon tubuh yang alami saat mengalami keadaan yang shock atau traumatic.  Tubuh akan merespon dengan cara diam saja atau membeku. Di mana hal ini terjadi benar-benar di luar kendali korban. Tapi karena masyarakat pada umumnya tidak atau kurang memahami hal ini, seringkali mereka justru menyalahkan korban. Mereka akan berkata,

“Kenapa tidak melarikan diri, tidak teriak, dan tidak melawan?”

Mereka tidak mengerti bahwa pada keadaan tersebut tubuh korban sedang mengalami toxic imobility. Ketidakpahaman mengenai hal ini membuat korban kekerasan seksual akan mendapatkan dua dampak, baik ekstrenal maupun internal. Secara eksternal, orang lain akan menyalahkan korban (victim blaming). Respon tubuh korban yang diam saja mereka dianggap juga menikmati dan suka sama suka sehingga kasusnya dianggap tidak cukup kuat. Adapun dampak secara internalnya, korban akan melakukan self blaming dengan pertanyaan dan anggapan yang serupa. Padahal tonic imobility ini sepenuhnya adalah respon tubuh yang tidak dapat dikendalikan oleh siapapun termasuk korban kekerasan.

Baca Juga:  Terjun Dalam Dunia Politik Adalah Satu Cara Memperjuangkan Hak Perempuan

Mitos yang kedua adalah false accusation  atau aduan palsu. Seringkali korban yang melaporkan kasus yang dialaminya dianggap melakukan tuduhan palsu karena tidak punya cukup bukti. Korban dianggap panjat sosial atau pencemaran nama baik. Misalnya, korban yang melaporkan diaporkan balik dengan pasal pencemaran nama baik. Bahkan korban yang melakukan perlawanan fisik ketika terjadi kekerasan seksual dilaporkan balik oleh pelakunya dengan bukti perlawanan fisik yang dilakukannya. Dan seringnya, bukti itu justru yang diproses lebih cepat daripada kasus kekerasan seksual yang dialami oleh korban.

Mitos yang selanjutnya adalah laporan korban dianggap akan merusak nama baik pelaku. Padahal faktanya nama baiknya rusak bukan karena laporan korban, tapi karena tindakan kekerasan yang pelaku lakukan. Tidak jarang kita temukan justru keluarga korban mendapat banyak tekanan agar tidak melaporkan dengan alasan kasihan karena hal tersebut merupakan aib seseorang juga ada nama baik dan masa depan orang yang hancur. Betapa kelirunya anggapan semacam ini, apakah mereka tidak berpikir nama baik dan kehidupan korban juga hancur karena perbuatannya, belum stigma negatif yang harus korban terima sepanjang hidupnya. Oleh karena itu, bagaimanapun keadaanya penting bagi korban untuk tetap menceritakannya agar pelaku dapat diidentifikasi dan korban dapat menguraikan traumanya juga diajak berpikir dan memetakan langkah selanjutnya yang dapat dilakukan oleh korban

Mitos yang lain dan yang paling sering kita dengar adalah kekerasan seksual terjadi karena pakaian korban. Meeka beranggapan kekerasan seksual terjadi karena pakaian korban dianggap mengundang, tidak menutup aurat, terbuka, dan memancing pelaku. Padahal faktanya, beradasarkan sebuah survei pelecehan seksual yang dilakukan oleh Koalisi Ruang Publik Aman pada 2019 yang melibatkan 62.224 responden yang memotert “apa pakaian yang digunakan saat korban mengalami pelecehan seksual” mengungkap bahwa ada 5 rangking besar pakaian yang digunakan oleh korban saat mereka mengalami pelecehan seksual yakni rok atau celana panjang, jilbab, baju yang longgar, baju panjang, seragam sekolah. Dari data ini jelas bahwa anggapan yang ada di masyarakat selama ini hanyalah mitos. Justru data tersebut menjelaskan bahwa pakaian para korban kekerasan bukanlah pakaian yang pendek, menerawang, atau bahkan mengundang.

Baca Juga:  Jangan Lupakan Pendampingan dan Pemulihan Pada Korban Kekerasan Seksual

Mitos yang lainnya adalah laki-laki tidak pernah menjadi korban. Hal ini kontradiktif dengan laporan KPAI yang menyebutkan bahwa pada 2018 justru kasus kekerasan seksual terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan. Pada tahun itu terjadi 122 kasus pada anak laki-laki. Data ini sebenarnya mampu mematahkan mitos yang selama ini betebaran. Selain itu, data tahun 2020 juga menunjukkan bahwa beberapa korban kekerasan seksual justru laki-laki.

Mitos yang terakhir adalah pelaku selalu orang asing. Dampak adanya mitos ini adalah  kita diharuskan untuk berhati-hati dengan orang asing, padahal faktanya Catatan Tahunan Komnas Perempuan tahun 2019 menyebutkan bahwa inses (kekerasan seksual yang diakukan oleh anggota keluarga) menduduki rangking ketiga setelah kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan dalam pacaran. Data lain dari Catatan Tahunan Komnas Perempuan juga menunjukkan bahwa pada 2018 terjadi 1071 kasus inses dimana pelakunya adalah ayah kandung dan paman. Jadi, kekerasan seksual dapat dilakukan oleh siapapun, baik yang kita kenal maupun yang tidak, baik di tempat kerja, sekolah, kampus atau bahkan di keluarga sendiri.  

Mari menjadi masyarakat yang lebih bijak dalam memandang korban. Berani  menyuarakan hak para korban yang terabaikan, dan membantu merea yang masih terbungkam. Keadilan harus ditegakkan dan mendapatkan rasa aman adalah hak setiap orang.

 

Rekomendasi

Review Novel “Telembuk”, Potret Buram Perempuan Miskin

pakaian terbuka perempuan dilecehkan pakaian terbuka perempuan dilecehkan

Habib Ali al-Jufri: Pakaian Terbuka Bukan Menjadi Sebab Perempuan Dilecehkan

Tetangga Alami KDRT Tetangga Alami KDRT

Tetangga Alami KDRT, Kita Harus Lakukan Ini

layanan aborsi korban pemerkosaan Pemaksaan Aborsi dalam Islam layanan aborsi korban pemerkosaan Pemaksaan Aborsi dalam Islam

Pemaksaan Aborsi dalam Pandangan Islam

Ditulis oleh

Mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta, Peneliti Pendidikan Islam

Komentari

Komentari

Terbaru

korban kdrt dapat perlindungan korban kdrt dapat perlindungan

Di Zaman Rasulullah, Korban KDRT yang Melapor Langsung Dapat Perlindungan

Kajian

tetangga beda agama meninggal tetangga beda agama meninggal

Bagaimana Sikap Seorang Muslim Jika Ada Tetangga Beda Agama yang Meninggal?

Kajian

Muslimah Shalat Tanpa Mukena, Sah atau Tidak? Muslimah Shalat Tanpa Mukena, Sah atau Tidak?

Sahkah Muslimah Shalat Tanpa Mukena? Simak Penjelasan Videonya!

Video

doa tak kunjung dikabulkan doa tak kunjung dikabulkan

Ngaji al-Hikam: Jika Doa Tak Kunjung Dikabulkan

Kajian

rasulullah melarang ali poligami rasulullah melarang ali poligami

Kala Rasulullah Melarang Ali bin Abi Thalib untuk Poligami

Khazanah

puasa syawal kurang enam puasa syawal kurang enam

Puasa Syawal Tapi Kurang dari Enam Hari, Bagaimana Hukumnya?

Kajian

orang tua beda agama orang tua beda agama

Bagaimana Sikap Kita Jika Orang Tua Beda Agama?

Khazanah

Nyi Hadjar Dewantara pendidikan Nyi Hadjar Dewantara pendidikan

Perjuangan Nyi Hadjar Dewantara dalam Memajukan Pendidikan Indonesia

Khazanah

Trending

perempuan titik nol arab perempuan titik nol arab

Resensi Novel Perempuan di Titik Nol Karya Nawal el-Saadawi

Diari

Fatimah az zahra rasulullah Fatimah az zahra rasulullah

Sayyidah Sukainah binti Al-Husain: Cicit Rasulullah, Sang Kritikus Sastra

Kajian

Laksminingrat tokoh emansipasi indonesia Laksminingrat tokoh emansipasi indonesia

R.A. Lasminingrat: Penggagas Sekolah Rakyat dan Tokoh Emansipasi Pertama di Indonesia

Muslimah Talk

Nyai Khoiriyah Hasyim mekkah Nyai Khoiriyah Hasyim mekkah

Nyai Khoiriyah Hasyim dan Jejak Perjuangan Emansipasi Perempuan di Mekkah

Kajian

Teungku Fakinah Teungku Fakinah

Zainab binti Jahsy, Istri Rasulullah yang Paling Gemar Bersedekah

Kajian

Mahar Transaksi Jual Beli Mahar Transaksi Jual Beli

Tafsir Surat An-Nisa Ayat 4; Mahar Bukan Transaksi Jual Beli

Kajian

Definisi anak menurut hukum Definisi anak menurut hukum

Definisi Anak Menurut Hukum, Umur Berapa Seorang Anak Dianggap Dewasa?

Kajian

nama bayi sebelum syukuran nama bayi sebelum syukuran

Hukum Memberi Nama Bayi Sebelum Acara Syukuran

Ibadah

Connect