BincangMuslimah.Com – Pada abad ke-10, lahir dua imam besar di di kalangan mazhab Syafi’i, yaitu Ibnu Hajar al-Haitami (909-974 H) dan Imam Syamsuddin Al-Ramli (919-1004 H). Ketika ada hukum yang disepakati oleh dua imam ini maka ulama lain sepakat bahwa hukum tersebut paling kuat.
Selain dikenal sebagai cendekiawan muslim yang memiliki pengetahuan yang luas, ternyata sebagai manusia, keduanya juga memiliki cerita menarik tentang istri-istrinya. Kisah istri Imam Ibnu Hajar al-Haitami ini semoga bisa memberi pelajaran yang bisa kita petik.
Pada suatu hari, istri Imam Ibnu Hajar al-Haitami ingin bermain ke tempat pemandian. Namun, kondisi Imam Ibnu Hajar saat itu adalah fakir dan belum punya uang yang cukup untuk membeli tiket masuk ke tempat pemandian itu. Demi menuruti keinginan sang istri, beliau akhirnya mengumpulkan uang untuk diberikan kepada istrinya dalam jangka beberapa hari. Setelah dirasa cukup, akhirnya uang itu diberikan kepada istrinya. Dengan perasaan dan ekspresi senang sang istri berangkat ke tempat pemandian.
Namun, setelah istri Imam Ibnu Hajar sampai di tempat pemandian, ia tidak diperbolehkan masuk oleh petugas. Lantaran, pemandian itu sudah disewa oleh istri Imam al-Ramli bersama teman-temannya selama satu hari penuh. Mendengar perkataan penjaga itu, istri Imam Ibnu Hajar akhirnya pulang ke rumahnya dengan keadaan sedih dan kecewa.
Sesampainya di rumah, ia marah-marah kepada suaminya seraya berkata, “Ilmu yang sempurna adalah ilmunya Imam Ramli. Ia mampu memberi istrinya uang yang cukup untuk menyewa pemandian selama sehari penuh. Apa gunanya ilmumu jika kita masih dalam keadaan susah seperti ini.”
Mendengar ucapan istrinya itu, Imam Ibnu Hajar berkata; “Keadaan fakir dan susah ini adalah pilihanku. Aku ridha dengan apa yang telah Allah berikan kepadaku. Jika engkau menginginkan dunia, ikutlah aku ke sumur zam-zam.”
Sesampainya di bibir sumur, Imam Ibnu Hajar mulai menimba. Ternyata, yang keluar adalah ember yang dipenuhi dengan emas.
“Apakah ini sudah cukup?” tanya Imam Ibnu Hajar kepada sang istri.
“Belum”, jawab istrinya.
Lalu, beliau menimba lagi dan keluarlah ember yang dipenuhi emas. Namun, istri beliau masih merasa kurang. Untuk ketiga kalinya, Imam Ibnu Hajar menimba lagi dan akhirnya istri beliau merasa cukup dengan ember ketiga.
Kemudian, Imam Ibnu Hajar memberi pilihan kepada istrinya antara mengembalikan semua emas ini ke dalam sumur atau membawa emas itu. Sang istri pun bingung. Apakah ia harus rela berpisah dengan Imam Ibnu Hajar? Di satu sisi, istrinya ingin membawa emas itu, tetapi di sisi lain ia juga tidak mau berpisah dengan Imam Ibnu Hajar.
Ia hanya meminta sedikit dari emas itu dan tetap menjadi istri Imam Ibnu Hajar. Namun, Imam Ibnu Hajar tetap tidak berkenan. Akhirnya, ia rela mengembalikan semua emas itu ke dalam sumur dan tetap menjadi istri Imam Ibnu Hajar walaupun hidup dalam kesusahan.
Dari kisah di atas dapat kita ambil hikmah bahwa dunia dapat merusak hubungan antara suami dan istri. Selain itu, setiap pasangan seharusnya mensyukuri apa yang ada dan selalu mendukung pasangannya, bukan malah membanding-bandingkan dengan lelaki lain.
Demikianlah kisah istri Imam Ibnu Hajar al-Haitami yang hampir tertipu oleh duniawi yang disarikan dari kitab Tuhfah al-Asyraf, karya Jamaluddin Abul Hajjaj.
2 Comments