Ikuti Kami

Muslimah Talk

Apakah Ulama Hanya Dari Kaum Lelaki?

Ulama Perempuan yang Melajang

Bincangmuslimah.com – Apa yang kamu pikirkan ketika mendengar atau membaca kata ulama? Ya, pasti yang muncul di benakmu adala sosok lelaki yang solih, menebarkan dakwah, berorasi di mimbar atau menulis kitab. Pikiran alama bawah sadar tersebut adalah hasil kontruksi sosial dalam dunia patriarki yang berabad-abad kokoh berdiri. Kita spontan berpikir bahwa ulama hanya dari kaum lelaki. Apakah ulama hanya lelaki?

Tapi tidakkah kamu berpikir, bahwa jumlah ulama perempuan itu banyak sekali. Tapi mari kita pahami terlebih dahulu, apa arti kata ulama. Ulama merupakan kata serapan dari bahasa Arab yang kemudian artinya berubah dalam bahasa Indonesia. ‘Ulama merupakan bentuk plural dari kata ‘aalim yang bermakna seseorang yang mengetahui. Lalu makna terminologinya adalah seseorang yang ahli dalam bidang tertentu. Namun ulama dalam bahasa Indonesia bermakna tunggal, bukan jamak. Akan tetapi makna ulama dalam bahasa Indonesia hanya terbatas pada seseorang yang ahli dalam bidang agama Islam. Lain lagi dengan penamaan untuk seseorang yang ahli dalam bidang lain, biasanya mereka disebut ilmuwan atau ahli.

Kembali ke topik awal. Sebenarnya banyak sekali ulama perempuan baik di Indonesia maupun negara lain. Di setiap pesantren di Indonesia kita pasti menemukan ulama yang juga mengajarkan kitab kuning, memimpin tahlil, menjadi imam shalat. Selain berperan dalam pengajaran di pesantren, ia juga berperan dalam pengajaran ilmu agama di masyarakatnya. Kita bisa lihat, Bu Nyai kita selain sibuk mengajar di dalam pesantren, mengajarkan santri-santrinya yang berasal dari berbagai daerah itu juga sibuk memimpin pengajian atau majlis ilmu di luar pesantren. Apakah itu tidak disebut ulama? Sedangkan kita sejak dulu bisa menyebut Pak Kyai kita sebagai ulama, mengapa tidak dengan Bu Nyai?

Sejarah nusantara mencatat banyak ulama nusantara yang berkiprah dalam bidangnya dan membangun lembaga pendidikan di Indonesia. Mereka berperan besar dalam pembangunan peradaban yang lebih maju. Gerakannya berawal dari sikap kritisnya melihat realitas saat itu. Sebut saja Syaikhah Rahmah el-Yunusiah, seorang pendiri diniyah putri pertama berdarah minang. Kiprahnya banyak ditulis di berbagai artikel. Hebatnya lagi, ia adalah wanita pertama di Indonesia yang mendapat gelar ‘Syaikhah’ dari al-Azhar karena kekaguman mereka atas kiprah dan upaya Syaikhah Rahmah memajukan pendidikan perempuan di Indonesia.

Baca Juga:  Muslimah Ahlulbait Indonesia Hadir di Kongres Ulama Perempuan; Kami Mengutamakan Penguatan Keluarga

Dalam artikel “Jurnal Pendidikan Agama Islam” vol. 4 terbitan UIN Sunan Kalijaga, Rohmatun Lukluk Isnaini mengupas sejarah Rahmah yang menjadi akar pergerakan pendidikan Indonesia. Beliau merupakan ulama perempuan kelahiran 1900 di Padang Panjang, Minangkabau. Ayahnya. Syekh Muhammad Yunus merupakah ulama terkenal pada masanya dan menjadi seorang hakim yang ahli dalam ilmu falak. Sedangkan ibunya juga masih berdarah keturunan ulama Padang. Kakaknya, Zainuddin Labay memiliki sekolah yang diperuntukkan bagi laki-laki maupun perempuan.

Rahmah el-Yunusiah memang memiliki privilage pada masa itu. Di masa itu, perempuan tidak banyak yang menempuh pendidikan dan memiliki akses ke publik. Tapi Nyai Rahmah mengangkat derajat perempuan lain dan memberikan akses pendidikan seluas-luasnya dengan privilage yang beliau miliki. Beliau mengabdikan dirinya untuk pendidikan dan madrasah yang dibangunnya. Sikap kritisnya mengantarkannya pada kesadaran bahwa pada masa itu perempuan seharusnya juga punya hak yang setara untuk memperoleh pendidikan. Di masa guru dan murid yang didominasi oleh lelaki. Di masa perempuan tak banyak diizinkan melangkahkan kakinya keluar rumah. Syaikhah Rahmah mendobraknya.

Sebelumnya, Syaikhah Rahmah berguru langsung pada Haji Karim Amrullah yang merupakan ayahanda dari Buya Hamka, Tuanku Mudo Abdul Hamid Hakim, Syaikh Muhammad Jamil Jambek, Syaikh Abdul Latif Rasyidi, dan Syaikh Daud Rasyidi. Jarang sekali seorang perempuan pada masa itu berguru langsung mempelajari ilmu-ilmu tertentu. Karena pada umumnya mereka hanya mendengarkan orasi-orasi keagamaan di tempat umum dan hanya mendengarkan tanpa ada interaksi aktif. Berbeda dengan Syaikhah Rahmah yang begitu aktif, cerdas, dan kritis dalam kelas.

Tepat pada 1 November 1923, Syaikhah Rahmah beserta dukungan kakaknya mendirikan Madrasah Diniyah lil-Banat yang bertempat di Masjid Pasar Usang. Ini menjadi langkah awal pendidikan untuk perempuan lebih luas lagi. Langkah menuju kesetaraan dan keadilan. Kiprah dan pergerakannya sampai terdengar di kancah internasional yakni, Malaysia, Singapura dan bahkan Mesir. Pada tahun 1955, Syaikh Abdurrahman Tah datang mengunjungi Diniyyah Putri. Beliau begitu kagum dengan apa yang dilakukan oleh Syaikhah Rahmah. Dari situlah muncul gagasan yang kemudian terwujud untuk membangun kelas untuk perempuan yang bernama kuliyyat al-banar di al-Azhar, Kairo. Sejak awal berdiri hingga saat itu, al-Azhar memang tak membuka kelas untuk perempuan. Selain itu, al-Azhar memberikan gelar Syaikhah kepada Rahmah el-Yunusiah atas kecerdasannya, keahliannya dalam bidang agama, dan resolusinya dalam dunia pendidikan.

Baca Juga:  Jejak Dakwah Para Ulama Perempuan Indonesia  

Indonesia juga punya Fathimah al-Banjari yang menulis kitab fikih. Beliau  merupakan ulama yang berasal dari Banjar, Kalimantan Selatan. Beliau juga merupakan cucu dari Muhammad Arsyad al-Banjari yang merupakan seorang ulama besar. Fathimah al-Banjari menulis kitab Parukunan yang menerangkan hak harta gono-gini. Akan tetapi penulisan namanya di atas namakan pamannya, bernama Jamaluddin. Karena pada saat itu otoritas perempuan belum diakui. Sehingga guna menebar luaskan kitab tersebut, penamaan pengarah ditulis nama lelaki. Hingga saat ini tak banyak orang tahu penulis asli kitab Parukununan yang kemudian masyhur dengan nama Parukunan Jamaluddin.

Kita juga memiliki Aisyah We Tenriolle, pemimpin kerajaan Islam di Sulawesi Selatan dan pengumpul naskah La Galigo yang kemudian beliau terjemahkan ke dalam bahasa Bugis. Berkat perannya, suku Bugis dan Sulawesi Selatan dikenal seluruh dunia. Manuskrip La Galigo saat itu tersimpan rapi justru di perpustkaan Eropa. Aisyah tak banyak ditulis dan dikenal dalam sejarah karena kontruksi sosial masyarakat patrarki menciptakan pemikiran dunia yang hanya berisi laki-laki.

Bergeser ke tahun yang lebih dekat. Kita memiliki Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo, ulama asal Sulawesi Tengah yang ahli dalam perbandingan Mazhab. Beruntungnya, penulis sempat berguru pada beliau dalam mata kuliah Fikih Ekonomi Perspektif Empat Mazhab. Beliau merupakan ulama yang memiliki otoritas dalam penetapan fatwa di Indonesia.  Bahkan beliau tercatat sebagai perempuan pertama yang berhasil meraih gelar doktor dari al-Azhar dengan predikat cumlaude. Kiprah beliau tak diragukan lagi dan menempati posisi setara dengan laki-laki.

Belum lagi kita memiliki Prof. Amany Lubis, merupakan ulama yang ahli dalam bidang sejarah peradaban perempuan dan menjadi guru besar pada bidang tersebut di UIN Jakarta. Beliau mencetak sejarah baru sebagai perempuan pertama yang berhasil menyampaikan pidato di kerjaan Maroko pada 17 Juni 2017. Padahal sebelumnya, kesempatan itu hanya bisa diperoleh oleh ulama lelaki dari berbagai negara.

Baca Juga:  Mu'adzah Al Adawiyah, Sufi Perempuan yang Merindukan Kematian  

Apakah di sini, kita masih berpikir bahwa ulama hanya dari kaum lelaki? Sedikit profil ulama perempuan yang penulis sampaikan, penulis meyimpulkan bahwa mulanya pergerakan dan pendidikan bagi perempuan yang meluas hingga saat ini berasal dari mereka. Namun sejarah memang belum banyak menceritakannya karena masyarakat patriarki yang belum sepenuhnya mengakui otoritas mereka dalam bidang agama atau bidang tertentu. Salah satunya seperti yang dialami oleh Fatimah, ulama asal Banjar tersebut.

 

 

Rekomendasi

Masriyah Amva dan Kepemimpinan Perempuan di Pesantren Masriyah Amva dan Kepemimpinan Perempuan di Pesantren

Masriyah Amva dan Kepemimpinan Perempuan di Pesantren

Fatimah Al-Banjari: Ulama Perempuan Pengarang Kitab Parukunan

Hukum haul orang meninggal Hukum haul orang meninggal

Hukum Haul untuk Memperingati Orang yang Sudah Meninggal

Nushrat al-Amin Nushrat al-Amin

Sayyidah Nushrat al-Amin: Mufassir Perempuan Pertama dengan Karya 30 Juz

Ditulis oleh

Sarjana Studi Islam dan Redaktur Bincang Muslimah

1 Komentar

1 Comment

Komentari

Terbaru

Surah ar-Ra’du Ayat 28: Menjaga kesehatan Mental dengan Berzikir Surah ar-Ra’du Ayat 28: Menjaga kesehatan Mental dengan Berzikir

Surah al-Ra’du Ayat 28: Menjaga kesehatan Mental dengan Berzikir

Muslimah Daily

Dua Pendapat Imam As-Syafi’i Mengenai Air Musta’mal Dua Pendapat Imam As-Syafi’i Mengenai Air Musta’mal

Dua Pendapat Imam As-Syafi’i Mengenai Air Musta’mal

Ibadah

Sekjen IIFA: Syariat Islam Terbentuk Dari Fondasi Kemaslahatan Sekjen IIFA: Syariat Islam Terbentuk Dari Fondasi Kemaslahatan

Sekjen IIFA: Syariat Islam Terbentuk Dari Fondasi Kemaslahatan

Berita

Prof. Dr. Nasaruddin Umar: Syariah Bukan fenomena Agama Tetapi Fenomena Ekonomi Juga Prof. Dr. Nasaruddin Umar: Syariah Bukan fenomena Agama Tetapi Fenomena Ekonomi Juga

Prof. Dr. Nasaruddin Umar: Syariah Bukan fenomena Agama Tetapi Fenomena Ekonomi Juga

Berita

Prof. Dr. Phil. Kamaruddin Amin, M.A. : SHARIF 2024 Membahas Prinsip Syariah yang inklusif Prof. Dr. Phil. Kamaruddin Amin, M.A. : SHARIF 2024 Membahas Prinsip Syariah yang inklusif

Prof. Dr. Phil. Kamaruddin Amin, M.A. : SHARIF 2024 Membahas Prinsip Syariah yang inklusif

Berita

Apakah Komentar Seksis Termasuk Pelecehan Seksual?

Diari

Jangan Insecure, Mari Bersyukur

Muslimah Daily

Pentingnya Self Love Bagi Perempuan Muslim

Diari

Trending

Jangan Insecure, Mari Bersyukur

Muslimah Daily

anjuran menghadapi istri haid anjuran menghadapi istri haid

Haid Tidak Stabil, Bagaimana Cara Menghitung Masa Suci dan Masa Haid?

Ibadah

Siapa yang Paling Berhak Memasukkan Jenazah Perempuan Ke Kuburnya?

Ibadah

keadaan dibolehkan memandang perempuan keadaan dibolehkan memandang perempuan

Adab Perempuan Ketika Berbicara dengan Laki-Laki

Kajian

Pentingnya Self Love Bagi Perempuan Muslim

Diari

Sya’wanah al-Ubullah: Perempuan yang Gemar Menangis Karena Allah

Muslimah Talk

anak yatim ayah tiri luqman hakim mengasuh dan mendidik anak anak yatim ayah tiri luqman hakim mengasuh dan mendidik anak

Hukum Orangtua Menyakiti Hati Anak

Keluarga

ayat landasan mendiskriminasi perempuan ayat landasan mendiskriminasi perempuan

Manfaat Membaca Surat Al-Waqiah Setiap Hari

Ibadah

Connect