BincangMuslimah.Com – Kasus Adhistya Zara masih hangat diliput media. Netizen berbondong-bondong menyerang di media sosial. Remaja yang baru beranjak 17 tahun tersebut tersandung kasus video tak senonoh yang diupload di akun Instagram pribadinya.
Sebagai public figure, Zara mesti menerima konsekuensinya. Karirnya di dunia entertainment sebagai penyanyi dan aktris terancam berakhir. Para orang tua dan guru bisa berkaca dari kasus yang menimpa Zara.
Fase remaja adalah fase penting dalam hidup seorang manusia. Untuk itu, pendidikan seks harus diajarkan dengan cara penyampaian yang tepat. Dalam Islam, berbeda dengan pendidikan seks untuk anak, pendidikan seks untuk remaja memiliki ketentuan tersendiri.
Pendidikan seks dalam islam adalah bagian integral dari pendidikan akidah, akhlak dan ibadah. Pembahasannya tak bisa lepas dari ketiga unsur tersebut. Jika pendidikan seks terlepas dari akidah, akhlak dan ibadah, maka akan muncul ketidakjelasan arah dari pendidikan seksual yang diberikan.
Jika tak berbarengan dengan dua hal di atas, pendidikan seks mungkin akan menimbulkan kesesatan dan penyimpangan dari tujuan asal. Sebab, pendidikan seksual yang lepas dari unsur ibadah dan akhlak hanyalah akan berdasarkan hawa nafsu manusia semata.
Bagaimana kaitan antara pendidikan akidah; akhlak dan ibadah dengan pendidikan seks?
Keduanya berfungsi untuk memberikan kesadaran pada remaja bahwa Tuhan memberikan bimbingan tentang kehidupan seks dan mengawasi dengan sangat teliti jika ada pelanggaran. Tuhan juga akan memberikan hukuman setimpal dan adil.
Kesadaran yang ditanamkan akan memengaruhi perilaku seorang remaja. Mengapa demikian? Sebab, semakin kuat kesadaran akan keberadaan Tuhan dalam diri seseorang, maka akan semakin sedikit pula keinginan untuk melakukan tindakan yang terlarang.
Pendidikan seks yang diberikan tidak akan mengurangi kejahatan seks jika tidak dibarengi dengan materi pendidikan akidah. Islam telah menyiapkan rambu-rambu pendidikan seks untuk remaja yang tertulis dalam buku Pendidikan Seks Bagi Remaja (1997) karya Akhmad Azhar Abu Miqdad:
Pertama, mengenalkan mahrâm.
Mahrâm adalah orang yang haram dinikahi. Laki-laki diharamkan menikahi perempuan dari mahrâmnya. Perempuan diharamkan menikah dengan laki-laki dari mahrâmnya. Jika remaja sudah memahami kedudukan perempuan atau laki-laki yang menjadi mahrâmnya, maka diharapkan para remaja bisa menjaga pergaulan sehari-hari dengan selain mahrâmnya.
Kedua, mendidik agar selalu menjaga pandangan.
Pandangan mata dengan lawan jenis secara psikologis bisa memunculkan dorongan seksual. Dorongan tersebut akan menuntut untuk terus dipenuhi. Karenanya, perlu ditanamkan pengertian tentang manfaat menjaga dan bahaya mengumbar pandangan mata, khususnya untuk para remaja Muslim.
Meski begitu, Islam tetap memberi toleransi-toleransi pada tataran tertentu yang bersifat kemaslahatan secara umum (maslahah al-mursalah). Sebagai misal, jika mengharuskan ada interaksi antara perempuan dan laki-laki dalam proses belajar mengajar, forum diskusi, dunia medis, dan lain sebagainya.
Ketiga, mendidik agar tidak melakukan khalwat.
Khalwat artinya berdua-dua di tempat sepi dengan lawan jenisnya. Khalwat dalam Islam jelas dilarang. Khalwat bisa menimbulkan perzinahan, fitnah dan lain sebagainya.
Keempat, mendidik agar berpakaian sopan dan menjaga auratnya.
Saat ini, dalam pergaulan yang serba terbuka, semua orang harus menjaga diri agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Salah satu caranya adalah dengan menjaga penampilan agar tidak mengundang niat jahat orang lain.
Para remaja Muslim harus selalu ditanamkan sejak dini bahwa mengikuti mode diperbolehkan asalkan tidak melanggar norma dan hukum-hukum syari’at. Lebih utama, tidak mengundang niat buruk orang lain. Orang tua dan para guru harus menanamkan pada diri remaja bahwa semua itu dilakukan demi kepentingan dan keselamatannya sendiri.[]