BincangMuslimah.Com – Saat hari raya, kupatan adalah salah satu tradisi yang biasa dilaksanakan oleh masyarakat Jawa. Tradisi ini begitu umum dilaksanakan dan sering disebut dengan “Lebaran Ketupat”. Pelaksanaannya adalah dengan melakukan open house dan menyajikan ketupat di rumah untuk disantap bersama. Biasanya tradisi kupatan dilaksanakan pada 8 syawal. Tradisi kupatan oleh masyarakat Jawa ini ternyata berasal dari Jawa Timur.
Dalam Al-A’raf: Jurnal Pemikiran Islam dan Filsafat berjudul “Kupatan, Tradisi untuk Melestarikan Ajaran Bersedekah, Memperkuat Tali Silaturahmi, dan Memuliakan Tamu” yang ditulis oleh Wildan Rijal Amin. Dalam artikel jurnal tersebut diulas asal-usul tradisi kupatan yang berasal dari sebuah desa di Jawa Timur dan dicetuskan oleh seseorang bernama Mbah Mesir.
Tradisi ini dimulai oleh Mbah Mesir sekitar 200 tahun yang lalu. Dengan praktik yang sama, yaitu menyajikan ketupat untuk masyarakat umum yang mengunjungi rumahnya pada tanggal 8 Syawal. Tradisi ini dilaksanakan untuk mempraktikkan hadis Nabi dalam memuliakan tamu, bersedekah dan menjalin silaturahmi. Adapun hadis-hadis yang hendak dipraktikkan adalah pertama tentang hadis menjalin silaturahmi:
عَنْ أَنَس بْنُ مَالِكٍ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ.
Artinya: Dari Anas ibn Malik: Bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: Barang siapa yang ingin dilapangkan (pintu) rizki untuknya dan dipanjangkan umurnya, hendaknya ia menyambung tali silaturrahim. (HR. Bukhari)
Lalu hadis tentang keutamaan bersedekah:
والصدقة تطفئ الخطيئة كما تطفئ الماء النار
Artinya: “Sedekah itu dapat menghapus dosa sebagaimana air itu memadamkan api.” (HR. At-Tirmidzi)
Begitu juga hadis tentang memuliakan tamu:
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي شُرَيْحٍ الْكَعْبِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّه قَالَ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ جَائِزَتُهُ يَوْمٌ وَلَيْلَةٌ وَالضِّيَافَةُ ثَلَاثَةُ أَيَّامٍ فَمَا بَعْدَ ذَلِكَ فَهُوَ صَدَقَةٌ وَلَا يَحِلُّ لَهُ أَنْ يَثْوِيَ عِنْدَهُ حَتَّى يُحْرِجَهُ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ قَالَ حَدَّثَنِي مَالِكٌ مِثْلَهُ وَزَادَ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf telah mengabarkan kepada kami Malik dari Sa’id bin Abu Sa’id Al Maqburi dari Abu Suraih Al Ka’bi bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaknya ia memuliakan tamunya dan menjamunya siang dan malam, dan bertamu itu tiga hari, lebih dari itu adalah sedekah baginya, tidak halal bagi tamu tinggal (bermalam) hingga (ahli bait) mengeluarkannya.” Telah menceritakan kepada kami Isma’il dia berkata: telah menceritakan kepadaku Malik seperti hadits di atas, dia menambahkan:
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaknya berkata baik atau diam.” (HR. Bukhari)
Bermula dari KH. Abdul Masyir atau dikenal dengan Mbah Mesir di Desa Durenan, Trenggalek, Jawa Timur yang memulai tradisi ini. Pada masa itu sekitar 200 tahun yang lalu, tradisi kupatan belum diikuti oleh banyak orang. Pasca wafatnya beliau, tradisi ini diteruskan oleh keturunannya. Pertama diteruskan oleh KH Imam Mahyin, lalu oleh KH. Ahmad Mu’in, kemudian KH. Abdul Fattah. Tradisi ini diteruskan tanpa perintah Mbah Masyir, tapi oleh anak keturunannya begitu saja sampai kemudian tradisi ini meluas di masyarakat Jawa.
Adapun pelaksanaannya pada tanggal 8 Syawal karena setelah hari raya idul fitri, masyarakat muslim disunnahkan untuk melakukan puasa selama 6 hari. Tepat pada tanggal 8 Syawal, pasca melaksanakan 6 hari puasa tersebut, diadakanlah tradisi ketupatan atau juga kadang disebut dengan lebaran ketupat, karena dilakasanakan setelah 6 hari puasa sunnah.
Mbah Mesir melakukan akulturasi ajaran dan budaya Indonesia. Tradisi yang memang tidak ditemukan di negara Arab ini bukan berarti hendak memunculkan ajaran baru, tapi justru menyebarkan nilai-nilai keislaman. Melakukan dakwah dan menyebarkan ajaran Islam melalui tradisi adalah cara paling efektif yang sering dilakukan oleh ulama kita.
Tradisi kupatan ini menjadi salah satu tradisi yang mengakar pada masyarakat Jawa dan terus berlangsung dari jaman ke jaman. Tetap menyatukan perbedaan antara masyarakat baik perbedaan tingkat pendidikan, pilihan politik, tingkat pengetahuan, dan bahkan tingkat ekonomi. Tradisi ini diadakan oleh Mbah Masyir demi mewujudkan keharmonisan dalam kehidupan masyarakat.