BincangMuslimah.Com – Nyai Nafiqah, sosok ulama perempuan, merupakan anak dari Kiai Ilyas, pengasuh Pondok Pesantren Sewulan Madiun keturunan dari Kiai Ageng Basyariyah, seorang ulama kharismatik yang mempunyai hubungan dekat dengan Pakubuwono II. Nyai Nafiqah merupakan dari KH. M Hasyim Asy’ari. Dari pernikahan tersebut dikaruniai 10 anak yaitu Hannah, Khoiriyah, Aisyah, Azzah, Abdul Wahid, Abdul Hakim (Abdul Kholik), Abdul Karim, Ubaidillah, Mashuroh, dan Muhammad Yusuf. Nyai Nafiqah dikenal sebagai sosok ulama perempuan yang cerdas dan berpikiran maju.
Terbukti dari kemampuan Nyai Nafiqah dalam menguasai bahasa Inggris. Hal tersebut diperoleh sebab Nyai Nafiqah tumbuh besar dalam didikan keluarga Kiai yang ningrat. Nyai Nafiqah ialah sosok ibu yang melahirkan para tokoh yang mengembangkan pesantren sampai pada dunia yang berkemajuan.
Sebagai Madrasah pertama bagi sang anak, maka tidak mengherankan jika Nyai Nafiqah mendidik anak-anaknya belajar bahasa asing dan baca tulis latin. Hal ini karena Nyai Nafiqah berasal dari keluarga priyayi (bumiputra) yang pada zaman itu mayoritas mengirim anaknya ke sekolah milik Pemerintah Hindia Belanda. Sebagaimana KH. Muhammad Ilyas, putra Nyai Mardliyyah, kakak perempuan Nyai Nafiqah yang memperoleh pendidikan dasarnya di HIS (Hollands Indische School) di Bubutan Surabaya.
Keturunan Nyai Naqifah ada beberapa yang menjadi ulama yang berpengaruh, seperti KH. Abdul Wahid Hasyim, KH. M. Yusuf Hasyim, KH. Abdurrahman Wahid, dan lainnya. Pemikiran maju Bu Nyai Nafiqah juga turut berpengaruh pada pemikiran putri keduanya, yakni Nyai Khoiriyah Hasyim. Sedari kecil, Nyai Khoiriyah sudah mengenyam pendidikan pertamanya dari sang Ibu. Selain itu, Nyai Khoiriyah juga mendapat masukan dari Ibunya, supaya bergabung dalam pengajian Hadratussyaikh yang disampaikan di masjid Pesantren Tebuireng, dengan cara mengikutinya di belakang tabir. Berawal dari hal tersebut, kemudian Nyai Khoiriyah mulai memperjuangkan pendidikan untuk kaum perempuan.
Meskipun Nyai Nafiqah mempunyai pemikiran yang melebihi zamannya, namun tetap saja beliau merupakan anak seorang Kiai yang tumbuh di lingkungan pesantren. Dalam upaya mendidik anaknya, Nyai Nafiqah juga menerapkan pendekatan batiniyah, tirakat dan mujahadah. Salah satunya yaitu dengan wasilah bacaan asma’ul husna, dan wiridan di sepertiga malam.
Mujahadah yang dilakukan Nyai Nafiqah ditujukan untuk keluarga, anak keturuan, dan seluruh santri Pesantren Tebuireng. Serta agar kemanfaatan Pesantren Tebuireng dapat dirasakan oleh semua orang. Terdapat hal yang unik dalam cara wiridan Nyai Nafiqah di sepertiga malam. Ketika sedang membaca wirid, beliau selalu membawa kacang hijau dan batu krikil yang dicampur kemudian meletakkannya di piring. Sambil lisannya berdzikir, Nyai Nafiqah memilih biji kacang hijau, satu per satu, memisahkannya dari batu krikil. Bertujuan supaya tidak mengantuk dan wiridannya dapat selesai.
Selain mujahadah, Nyai Nafiqah juga melakukan tabarruk, yaitu ngalap berkah kepada para Kiai. Hal ini dapat dilihat ketika Kiai Wahid Hasyim yang baru berusia tiga bulan dibawa oleh Nyai Nafiqah ke Madura untuk menjumpai Syaikhana Khalil Bangkalan, guna melaksanakan nazar beliau karena Kiai Wahid lahir dalam keadaan sehat. Mungkin karena tabarruk tersebut, Kiai Wahid mendapatkan umur yang berkah. Meskipun meninggal di usia yang terbilang muda 39 tahun (1914-1953), namun beliau sudah pernah menempati jabatan strategis di NU dan Pemerintahan dengan berbagai prestasi. Peran pentingnya untuk pesantren dan Indoensia terbukti nyata.
Menurut Gus Muwafiq, sosok Nyai Nafiqah dalam mendidik putra putrinya memiliki doa-doa khusus sebagai berikut :
Jika seorang anak keras hatinya, sering membantah, maka bacakan :
يالله يالطيف
Jika seorang anak tengah sakit, maka bacakan :
ياحي ياقيوم
Jika seorang anak tidak pandai, maka bacakan :
يافتاح ياعليم
Cara mengamalkan bacaan-bacaan tersebut yaitu dibacakan pada air putih saat malam hari, selanjutnya diminum oleh anak di pagi harinya. Selain itu, setiap malam membaca surat Al-Fatihah untuk tiap-tiap anak sebanyak 41 kali.
Keistiqamahan dan ketulusan seorang Ibu dalam mendoakan anaknya akan mendatangkan kebaikan untuk anak. Karena doa orang tua terutama Ibu dapat menembus pintu langit. Nyai Nafiqah Hasyim telah membuktikan bahwa kasih sayang Allah kepada hamba-Nya yang bersungguh-sungguh bukan hanya angan-angan. Oleh karenanya, anak-anak beliau menjadi orang yang hebat, sholeh dan memberi pengaruh untuk umat.
Dalam pandangan mayoritas guru sepuh Pesantren Tebuireng, Bu Nyai Nafiqah dengan keistimewaannya dinilai sangat pantas menjadi Bu Nyai pesantren besar, mendampingi KH. Hasyim Asy’ari sebagai tokoh Islam dalam lingkup nasional. Pemikiran maju Nyai Nafiqah mempengaruhi pemikiran putra putrinya. Sehingga mereka berhasil menciptakan pembaharuan, dan menjadikan pesantren lebih inklusif. Serta berhasil melahirkan kader-kader Kiai yang mumpuni di bidang pergerakan nasional. Maka, pantas kiranya jika Bu Nyai Nafiqah disebut sebagai Ibu para pembaharu pesantren. Hingga pada tahun 1920, Bu Nyai Nafiqah meninggal dunia.
Daftar Pustaka
Abdurrahman, Syarif. https://www.tebuireng.co/anak-nyai-nafiqah-hasyim-hebat-ini-rahasianya/ Diakses pada 1 Maret 2024
Firdaus, Mohamad Anang. https://alif.id/read/maf/sejarah-singkat-nyai-hajjah-nafiqah-istri-kiai-hasyim-asyari-yang-terakhir-b237830p/ ames 2021/ Diakses pada 1 Maret 2024