BincangMuslimah.Com – Syekh Abdul Qadir al-Jailani lahir di tengah keluarga yang sangat agamis. Sedari kecil, beliau sudah menampakkan perhatiannya terhadap ilmu-ilmu keislaman. Bahkan di usianya yang masih sepuluh tahun, beliau telah hapal tiga puluh juz Alquran di luar kepala. Melihat semangat sang anak dalam mempelajari ilmu agama, Ibunda Syekh Abdul Qadir al-Jailani lantas memintanya pergi ke Mekkah untuk memperdalam ilmu agama.
Perjalanan Baghdad ke Mekkah, tentu bukan perjalanan yang mudah. Jarak Baghdad ke Mekkah kurang lebih 1800 km. Terlebih, saat itu belum ada kendaraan beroda canggih seperti jaman sekarang. Dalam perjalanan inilah kisah Syekh Abdul Qadir al-Jailani yang bertemu dengan kawanan perampok.
Sebelum pergi, Sang Ibu memberi Syekh Abdul Qadir al-Jailani empat puluh dinar sebagai bekalnya. Tidak main-main, empat puluh dinar adalah jumlah uang yang sangat banyak. Apalagi seorang anak berumur sepuluh tahun yang membawanya. Satu dinar setara dengan lima gram emas. Maka empat puluh dinar setara dengan seratus dua puluh gram emas. Jika dikonversikan ke rupiah, maka empat puluh dinar yang dibawa Syekh Abdul Qadir al-Jailani saat itu bernilai kurang lebih 122 juta rupiah. Beliau menyimpannya di saku jubah bagian dalam di bawah ketiaknya, sehingga tidak tampak dari luar.
Sang Ibu pun meminta Syekh Abdul Qadir al-Jailani untuk berjanji satu hal. Selama hidupnya, ia harus selalu berkata jujur. Syekh Abdul Qadir al-Jailani menerima permintaan ibunya tersebut, bahwa selama hidupnya ia tak akan berbohong.
Berangkatlah Syekh Abdul Qadir al-Jailani menuju Mekkah bersama temannya. Hingga sampai di suatu kota, ia bertemu dengan sekelompok kabilah yang terkenal gemar merampok setiap orang yang melewati wilayahnya. Yang ia temui saat itu adalah 60 laki-laki bersenjata mematikan. Lantas salah satu di antaranya bertanya kepada Syekh Abdul Qadir al-Jailani, “Apa yang kamu bawa?”
Mendengar pertanyaan itu Syekh Abdul Qadir al-Jaelani teringat janjinya kepada Sang Ibu untuk selalu berkata jujur. Beliau pun menjawab, “Aku punya empat puluh dinar.” Lelaki bersenjata itu pun tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban tersebut. Batinnya, bagaimana bisa seorang anak kecil bepergian membawa uang sebanyak itu. Ia pun tak menghiraukan Syekh Abdul Qadir al-Jailani.
Maju lah laki-laki lain, menanyakan hal yang sama. Syekh Abdul Qadir al-Jailani pun menjawab dengan jawaban yang sama. “Di mana empat puluh dinarmu itu?” tambah sang lelaki. Syekh Abdul Qadir al-Jailani menjawab, “Ada di saku bawah ketiakku ini.” Laki-laki itu pun kemudian berpaling sambil tertawa keras. Sampai orang ketiga maju menanyakan hal yang sama, tidak ada satu pun yang mempercayai perkataan Syekh Abdul Qadir al-Jailani.
Akhirnya salah satu di antara mereka menceritakan perkataan Syekh Abdul Qadir al-Jailani kepada pimpinan kabilah. “Bawa dia ke hadapanku!” perintahnya. Datanglah Syekh Abdul Qadir al-Jaelani di hadapan pimpinan kabilah. Saat beliau masuk, yang beliau temukan adalah sekian banyak harta berharga hasil rampokan sedang dibagikan kepada setiap anggota kabilah.
“Apa yang kamu bawa?” tanya pimpinan kabilah. “Aku membawa empat puluh dinar di sakuku,” jawab Syekh Abdul Qadir al-Jailani. Pimpinan kabilah lantas memerintahkan beliau untuk mengeluarkannya. Maka dikeluarkanlah empat puluh dinar tersebut dari balik jubahnya. Semua orang pun terkejut melihatnya.
Kemudian pimpinan kabilah bertanya kepada Syekh Abdul Qadir al-Jailani, “Apa yang membuatmu berkata jujur, padahal kita bisa saja mengambil semua uangmu?”. Lantas Syekh Abdul Qadir al-Jailani menjawab, “Aku sudah berjanji kepada ibuku tidak akan berbohong seumur hidupku. Aku pun takut kepada Allah Swt. jika aku mengingkari janji.”
Pimpinan kabilah pun menimpali, “kamu yang masih berumur sepuluh tahun sangat takut mengingkari janji kepada ibumu. Sedangkan aku yang sudah berusia puluhan tahun tidak pernah takut saat mengingkari janji Allah Swt. dengan melakukan dosa-dosa ini.” Sang pimpinan pun menangis terisak-isak di hadapan Syekh Abdul Qadir al-Jailani. Lantas, ia bersama seluruh anggota kabilahnya bertobat di depan Syekh Abdul Qadir al-Jailani.
Demikianlah kisah Syekh Abdul Qadir al-Jailani bertemu dengan beberapa kawanan perampok. Cerita ini merupakan salah satu karomah Syekh Abdul Qadir al-Jailani. Bayangkan, umurnya yang masih sepuluh tahun dapat menginsafkan puluhan orang penjahat. Kisah ini juga menunjukkan betapa pentingnya sifat jujur bisa ditanamkan sedalam-dalamnya di setiap insan. Syekh Abdul Qadir al-Jailani pernah berkata, “Kalian harus tahu, jujur adalah kunci berhasilnya segala urusan. Derajat orang-orang jujur hanya satu tingkat di bawah derajat nabi.”
Sumber: Kitab Afaat al-Lisan karya Syekh Sai’d bin Ali bin Wahfi al-Qahthani
1 Comment