Ikuti Kami

Khazanah

Ba’do Katupat dari Sulawesi, Warisan Budaya dari Pangeran Diponegoro

Ba’do Katupat dari Sulawesi

BincangMuslimah.Com – Memasuki 3 Syawal 1442 H, silaturahmi ke anggota keluarga masih berlangsung. Tapi dalam ajaran Islam, disunnahkan pula menjalani puasa selama 6 hari setelah hari raya Idul Fitri. Puasa ini dikenal dengan pahala setahun penuh bagi yang menjalaninya. Setelah itu, di beberapa daerah terdapat perayaan pasca puasa sunnah tersebut. Salah satunya ada Ba’do katupat dari Sulawesi yang dirayakan dengan open house setiap rumah.

Ba’do Katupat ternyata ada kaitannya dengan Pangeran Diponegoro dan Kyai Modjo. Keduanya adalah pahlawan yang berperan dalam perlawanan terhadap kolonial Belanda. Dilansir dari artikel el-Harakah Vol. 15 No. 2 Tahun 2013 yang berjudul “Ikon Tradisi Ba’do Katupat Sebagai Refleksi Kebudayaan Masyarakat Jaton di Sulewasi Utara”, bahwa Pangeran Diponegoro dan Kyai Mojo diasingkan oleh Kolonial Belanda pada akhir 1829 dan tiba di Tondano, Sulawesi Utara pada tahun 1830.

Keduanya kemudian disambut hangat oleh masyarakat setempat dan diberi tanah di wilayah perbatasan Tondano dan Tonsea. Lalu membangun pemukian di sana yang hingga kini dikenal dengan Kampung Jawa. Tahun ke tahun mereka melahirkan keturunan hasil dari menikah dengan putri Sulawesi. Memperluas garis keturunan dan wilayah dengan membangun rumah di sekitarnya. Tak hanya itu, mereka juga menanam padi, ketan, jagung, kedelai dan tanaman lainnya.

Mengenai tradisi Ba’do Katupat yang dibawa oleh Pangeran Diponegoro dan Kyai Mojo, tradisi ini sebenarnya juga menjadi media dakwah bagi keduanya. Selain melalui keturunan-keturunannya, kedua mewariskan budaya yang dibawa dari Tanah Jawa. Ditinjau dari segi bahasa, frase Ba’do Katupat berasal dari dua kata, yaitu Ba’do dan Katupat. Kata Ba’do sebenarnya berasal dari bahasa Arab, ba’da yang artinya setelah. Sedangkan kata Katupat adalah sebutan ketupat bagi masyarakat sulawesi.

Baca Juga:  Kecemburuan Ummahatul Mukminin pada Syafiyyah, Putri Pemuka Yahudi

Ba’do Katupat merupakan tradisi perayaan setelah melaksanakan ibadah puasa Ramadhan dan puasa Syawal. Dirayakan dengan acara Open House dan menghadirkan makanan-makanan dengan menu utamanya adalah ketupat, sesuai namanya. Tradisi ini bertujuan untuk memperkuat silaturahmi dan mempererat persaudaraan, terutama antara penduduk asli dan pendatang serta keturunannya (masyarakat Jaton di kampung Jawa).

Tradisi Ba’do Katupat juga akhirnya menjadi kearifan budaya yang membawa nilai-nilai kedamaian, hidup rukun, hidup saling mengasihi, dan menghargai perbedaan. Ikatan persaudaraan yang erat tersebut memudahkan mereka hidup dalam perbedaan dan tetap bisa menyelesaikan permasalahan berdasarkan hasil musyawarah.

Sedangkan dari nilai tradisi ragam kuliner, tradisi Ba’do Katupat menjadi ajang perkenalan makanan-makanan khas daerah, baik khas asli Sulawesi maupun Jawa. Sebab keduanya memiliki budaya masing-masing yang dibawa dan kemudian dipertemukan pada momen itu.

Perayaan ini selalu ramai dikunjungi mulai pagi hingga malam hari. Bahkan acara tersebut dilaksanakan oleh warga dengan menghadirkan gubernur, kepala daerah, atau camat. Hal ini menandai bahwa tradisi ini tidak hanya tradisi agama, tapi juga tradisi masyrakat umum sebab sudah menjadi bagian dari tradisi lokal.

Ada beberapa nilai yang terkandung dalam tradisi ini. Seperti yang telah disebutkan seperti Ukhuwah Islamiyiah yang teraktualisasikan dengan berkumpulnya masyarakat muslim pada hari itu. Begitu juga nilai filosofis yang terkandung dalam penyatuan beras dalam ketupat, bermakna sebagai ikatan persatuan dan musyawarah antar warga.

Sedangkan makna religiusitas terkandung dalam tradisi ini degan memahami bahwa tradisi ini adalah tradisi yang dibawa oleh Pangeran Diponegoro dari Kraton Yogyakarta dan Solo. Keduanya menjadi pusat kegiatan mengenal diri sebelum Allah (ma’rifatullah), ilmu yang dikenal dalam ilmu Tasawuf. Kyai Modjo dan pengikutnya menamai ilmu ini dengan Ngelmu Tarekat Sotorio. Ilmu ini adalah ilmu yang mengusahakan diri untu mempersatukan kembali unsur jasad dan roh manusia sebagaimana asal kejadiannya. Dan upaya itu diwujudkan dengan melalukan amalan-amalan ritual dan sosial.

Baca Juga:  Perbedaan Takbir Idul Fitri dan Idul Adha

Ba’do Katupat hingga kini masih menjadi tradisi yang dilestarikan oleh masyarakat Sulawesi, terutama masyarakat Jaton atau masyarakat Kampung Jawa. Tradisi yang hingga kini menyatukan perbedaan dan menjadikan hal tersebut sebagai keragaman budaya yang indah.

Rekomendasi

Matrilineal: Tradisi Minangkabau yang Muliakan Perempuan dalam Adat

Hukum Menggabungkan Puasa Syawal dan Qada Ramadan Hukum Menggabungkan Puasa Syawal dan Qada Ramadan

Hukum Menggabungkan Puasa Syawal dan Qada Ramadan

Menikah di Bulan Syawal, Sunnah?

kisah fatimah idul fitri kisah fatimah idul fitri

Kisah Sayyidah Fatimah Merayakan Idul Fitri

Ditulis oleh

Sarjana Studi Islam dan Redaktur Bincang Muslimah

Komentari

Komentari

Terbaru

Kemenag Gelar Blissful Mawlid “Bincang Syariah Goes to Campus” Ajak Generasi Muda Rawat Bumi Kemenag Gelar Blissful Mawlid “Bincang Syariah Goes to Campus” Ajak Generasi Muda Rawat Bumi

Kemenag Gelar Blissful Mawlid “Bincang Syariah Goes to Campus” Ajak Generasi Muda Rawat Bumi

Berita

Urgensi Jihad Lingkungan dalam Menghadapi Krisis Iklim Global Urgensi Jihad Lingkungan dalam Menghadapi Krisis Iklim Global

Urgensi Jihad Lingkungan dalam Menghadapi Krisis Iklim Global

Muslimah Daily

Stop Sebarkan Surat Wasiat, Foto, dan Video Korban Bunuh Diri di Media Sosial Stop Sebarkan Surat Wasiat, Foto, dan Video Korban Bunuh Diri di Media Sosial

Stop Sebarkan Surat Wasiat, Foto, dan Video Korban Bunuh Diri di Media Sosial

Muslimah Talk

Tidak Ada Kata Terlambat dalam Pendidikan dan Karir bagi Perempuan Tidak Ada Kata Terlambat dalam Pendidikan dan Karir bagi Perempuan

Tidak Ada Kata Terlambat dalam Pendidikan dan Karir bagi Perempuan

Muslimah Talk

Maulid Nabi dan Boneka Pengantin di Mesir  Maulid Nabi dan Boneka Pengantin di Mesir 

Maulid Nabi dan Boneka Pengantin di Mesir 

Khazanah

Pentingnya Pengalaman Perempuan dalam Mewujudkan Kesetaraan dan Keadilan Gender

Kajian

Tragedi Ibu dan Anak di Bandung, Mengapa Kasus Filisida Masih Terjadi di Indonesia? Tragedi Ibu dan Anak di Bandung, Mengapa Kasus Filisida Masih Terjadi di Indonesia?

Tragedi Ibu dan Anak di Bandung, Mengapa Kasus Filisida Masih Terjadi di Indonesia?

Muslimah Talk

tantangan menjalani i'tikaf ramadhan tantangan menjalani i'tikaf ramadhan

Amalan yang Dianjurkan Ulama Saleh di Bulan Maulid Nabi

Ibadah

Trending

Pencegahan Gangguan Menstruasi Pencegahan Gangguan Menstruasi

Bolehkah Perempuan Haid Ikut Menghadiri Acara Maulid Nabi?

Kajian

Benarkah Islam Agama yang Menganjurkan Monogami?

Kajian

Benarkah Perayaan Maulid Nabi Bid’ah? Benarkah Perayaan Maulid Nabi Bid’ah?

Memperingati Maulid Nabi dengan Tradisi Marhabanan

Diari

Rahmah El-Yunusiyah: Pahlawan yang Memperjuangkan Kesetaraan Pendidikan Bagi Perempuan

Muslimah Talk

Benarkah Perayaan Maulid Nabi Bid’ah? Benarkah Perayaan Maulid Nabi Bid’ah?

Benarkah Perayaan Maulid Nabi Bid’ah?

Kajian

Doa agar Terhindar dari Bisikan Setan Doa agar Terhindar dari Bisikan Setan

Doa agar Terhindar dari Bisikan Setan

Ibadah

Pentingnya Pengalaman Perempuan dalam Mewujudkan Kesetaraan dan Keadilan Gender

Kajian

maria ulfah kemerdekaan indonesia maria ulfah kemerdekaan indonesia

Maria Ulfah dan Kiprahnya untuk Kemerdekaan Indonesia

Khazanah

Connect