BincangMuslimah.Com – Peran ibu dalam pembentukan karakter dan mendidik anak jauh lebih besar dibandingkan ayah. Kenapa bisa seperti itu, sebab seorang ibu memiliki hubungan rahim dan lebih kasih dari pada bapak. Dengan begitu, tampak jelas bahwa Islam memberi kedudukan ibu lebih tinggi dari pada ayah.
Maka dianjurkan ibu harus memiliki etika yang epic dalam merawat dan mendidik anak, karena adanya tindakan ibu yang akan ditiru oleh anak. Akan tetapi jika ada tindakan yang kurang pas atau perbedaan dalam mendidik anak, misalkan perbedaan ibu dan ayah dalam mengajarkan sesuatu, mengakibatkan adanya keragu-raguan dan kebingungan pada anak. Keraguan itu bisa terjadi anak akan bingung meniru atau menolak.
Sesungguhnya nabi Muhammad Saw pernah memberikan pengarahan kepada Ummi Athiyah saat berkata kepada anaknya yang masih kecil, yang tertulis pada buku Citra Wanita Islam karya Sayyid Muhammad Ali an-Namr yang sudah diterjemah oleh Masykur Hakim;
Pada suatu ketika Nabi mendengar percakapan Ummi Athiyah dan anaknya. “Mari, akan kuberikan sesuatu padamu”, ucap Ummi Athiyah kepada anaknya.
Kemudian Rasul Saw menjawab, “Apa yang akan kau berikan kepadanya?,”
Athiyah berkata, “Aku berikan padanya kurma.”
Nabi menjawab, “Seandainya engkau tidak menepatinya, engkau termasuk pendusta.”
Dari peristiwa yang dialami Ummi Athiyah, terdapat pengarahan Nabi Muhammad Saw kepada peran ibu agar bersikap baik dalam mendidik anak-anaknya, mengajarkan sikap jujur dan menepati janji. Dengan cara mencontohkan perilaku teladan ibunya. Sebab, seyogyanya ibu merupakan figur peneguhan tingkah laku anaknya. Jika peran ibu tidak demikian, maka cenderung meremehkan bahkan akan menolaknya, sehingga menyebabkan kehilangan kewibawaan dan anak sulit memihak keluarga.
Seperti halnya anak ketika masih kecil juga harus mendapat kasih sayang serta perhatian penuh dari keluarganya. Rasululah Saw juga mencontohkan memberikan kasih sayang kepada anak kecil dengan cara mencium dan memeluknya. Pada hadis riwayat Bukhari pada kitab Jami’ Shahih Bukhari:
حَدَّثَنَا أَبُو اليَمَانِ، أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، حَدَّثَنَا أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَبَّلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الحَسَنَ بْنَ عَلِيٍّ وَعِنْدَهُ الأَقْرَعُ بْنُ حَابِسٍ التَّمِيمِيُّ جَالِسًا، فَقَالَ الأَقْرَعُ: إِنَّ لِي عَشَرَةً مِنَ الوَلَدِ مَا قَبَّلْتُ مِنْهُمْ أَحَدًا، فَنَظَرَ إِلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ: «مَنْ لاَ يَرْحَمُ لاَ يُرْحَمُ
Artinya: Diceritakan kepada kami Abu Yaman, dikabarkan kepada kami Syuaib, dari Az-Zuhri, diceritakan kepada kami Abu Salamah bin Abdurrahman, sesungguhnya Abu Hurairah radilullahu anhu berkata: Rasulullah SAW bersabda bahwa Ia mencium Hasan bin Ali ra, dan di dekat beliau ada Aqra bin Habist at-Tamimi. Al-Aqra berkata, sesungguhnya aku punya sepuluh orang anak. Namun, aku tidak pernah mencium satu pun di antara mereka. Rasulullah lalu memandangi Al-Aqra dan bersabda, “ siapa yang tidak menyayangi ia tidak disayangi. (HR. Bukhari).
Dari keterangan hadis tersebut, menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW mengajarkan untuk bersikap jujur, serta mengasihi anak kecil. Selain mengajarkan kebaikan kepada anak kecil, selain itu juga kelak kita akan dibalas kasih sayang dari anak kecil yang kita sayangi. Akan tetapi perlu untuk digaris bawahi, bahwa mencium dan memeluk anak, harus atas dasar mengasihi, bukan karena nafsu. Berdasarkan kesepakatan ulama, mencium dan memeluk anak kecil karena atas dasar nafsu, hukumnya adalah haram. Waalahu a’lam.