BincangMuslimah.Com – Pengertian keluarga sakinah erat keitannya dengan makna perkawinan dalam Islam. Perkawinan adalah pertemuan dua hati yang saling melengkapi satu sama lain. Perkawinan mesti dilandasi dengan rasa cinta (mawaddah) dan kasih sayang (rahmah).
Apa Sebenarnya Pengertian Keluarga Sakinah?
Abdul Muhaimin As’ad dalam buku Risalah Nikah Penuntun Perkawinan (1993) mencatat bahwa setiap calon pasangan suami istri yang akan melangsungkan atau akan membentuk mahligai rumah tangga akan selalu bertujuan untuk menciptakan keluarga yang sakinah.
Apa sebenarnya pengertian keluarga sakinah?
Keluarga sakinah terdiri dari dua suku kata yakni keluarga dan sakinah. Pengertian keluarga adalah masyarakat terkecil, minimal terdiri dari pasangan suami-istri sebagai intinya dan anak-anak yang lahir dari sang istri.
Setidak-tidaknya, keluarga adalah sepasang suami-istri. Baik keluarga yang sudah memiliki anak atau belum mempunyai anak. Keluarga yang dimaksud adalah suami-istri yang terbentuk melalui perkawinan.
Ada titik penekanan bernama perkawinan. Apabila tidak melalui perkawinan, maka tidak bisa menyebutnya sebagai keluarga. Perempuan dan laki-laki yang hidup bersama tidak dinamakan keluarga apabila tidak diikat oleh perkawinan.
Perlu adanya perkawinan untuk membentuk keluarga, sebagaimana firman Allah Swt. yang telah menjelaskan dalam al-Qur’an dalam surat Ar-Rum (30): 21 sebagai berikut:
وَمِنْ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًا لِّتَسْكُنُوٓا۟ إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَٰتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.”
Tiga Tujuan Sebuah Perkawinan
Ahmad Mubarok menjelaskan dalam buku Nasehat Perkawinan dan Konsep Hidup Keluarga (2006) bahwa dalam ayat tersebut terkandung tiga makna tujuan sebuah perkawinan. Maksud tiga makna di sini adalah sebagai berikut:
Pertama, “litaskunu ilaiha” yang berarti “supaya tenang”. Maksudnya adalah supaya perkawinan mampu menyebabkan ketenangan jiwa bagi yang melaksanakannya.
Kedua, “mawaddah” yang memiliki makna “membina rasa cinta”. Akar kata mawaddah adalah wadada yang berarti membara atau menggebu-gebu. Bisa juga berarti meluap tiba-tiba.
Oleh karena itulah, saat pasangan muda rasa cintanya sangat tinggi, maka akan ada rasa cemburu yang begitu dalam.
Sementara itu, apabila rasa sayangnya masih rendah, maka akan banyak terjadi benturan sebab belum mampu mengontrol rasa cinta yang terkadang sangat sulit terkontrol.
Ketiga, “rahmah” yang memiliki arti sayang. Jika ada pasangan muda yang rasa sayangnya demikian rendah sementara rasa cintanya sangat tinggi.
Dalam perjalanan hidup, semakin bertambah usia pasangan, maka kasih sayang akan semakin naik dan mawaddahnya semakin menurun.
Tatkala melihat kakek-kakek dan nenek-nenek yang terlihat mesra berduaan, maka sebenarnya hal tersebut bukan gejolak wujud cinta atau mawaddah. Apa yang ada pada diri mereka adalah sayang yakni rahmah. Tingkatan rasa sayang tersebut tidak mengandung rasa cemburu.
Jika benar-benar memahami ayat di atas, maka kita akan mengakui bahwa apa yang menjadi idaman dari banyak orang saat ini adalah sama dengan apa yang Allah Swt. nyatakan sebagai tujuan suami-istri.
Maksud tujuan di sini adalah adanya ketentraman dalam rumah tangga. Selain ketentraman, ada juga damai serasi dan hidup bersama dalam suasana cinta-mencintai.
Bukankah Islam pun menginginkan bahwa antara suami-istri agar bisa saling percaya, saling menghargai, saling menghormati, saling membantu, dan saling menasehati? Sebab, letak ketentraman bersemayam di dalam hati.[]
11 Comments